kabar mpr

Hidayat Nur Wahid Sosialisasi Empat Pilar MPR Sekaligus Peringati Maulid

Kompas.com - 01/12/2017, 19:03 WIB

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengadakan Sosialisasi Empat Pilar MPR bertepatan dengan memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, di Jl. Utan Panjang 2, Pasar Nangka Ujung, Kemayoran Jakarta Pusat, Kamis (30/11/2017). Untuk pertama kali pula, Sosialisasi Empat Pilar MPR diadakan di pemukiman padat, bahkan di samping pasar dan di tengah jalan.

“Ada aroma nasi goreng, ikan asin. Sosialisasi Empat Pilar MPR ini berada di tempat spesial. Baru pertama kali Sosialisasi Empat Pilar MPR di tempat seperti ini. Langsung berada di tengah-tengah masyarakat. Di samping pasar dan di tengah jalan, tapi tidak mengganggu warga,” kata Hidayat Nur Wahid memulai pemaparan sosialisasi.

Menurut Hidayat Nur Wahid, Sosialisasi Empat Pilar MPR ini sekaligus memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Keduanya, sosialisasi dan Maulid Nabi memiliki keterkaitan. “Rasulullah adalah teladan dalam hal cinta bangsa dan negara. Rasulullah berhasil menjaga agar negara itu tetap utuh, kokoh, kuat, dan tidak terpecah-pecah, serta sukses sebagai bangsa dan negara. Beliau adalah teladan yang konkrit,” kata Hidayat Nur Wahid.

Hidayat mencontohkan Piagam Madinah menghadirkan masyarakat madani, yaitu masyarakat yang guyub, rukun, bersama-sama. Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab dan unggul. “Piagam Madinah ini, kalau dalam bahasa Indonesia, seperti Pancasila,” ujarnya.

Hidayat menambahkan Sosialisasi Empat Pilar MPR sekaligus peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini menjadi momentum. Empat Pilar MPR membuat Indonesia tetap kokoh. Tidak seperti negara Uni Soviet dan Yugoslavia. “Uni Soviet terpecah menjadi beberapa negara karena negara itu tidak mempunyai ideologi yang tumbuh dari dalam dan menyatukan seluruh warga bangsanya. Ideologi komunis bukan ideologi asli Uni Soviet. Uni Soviet pecah pada 1991 setelah presiden Mikhail Gorbacev membuat kebijakan glasnost dan perestroika. Yugoslavia pecah menjadi beberapa negara sepeninggal  Joseph Broz Tito sebagai bapak bangsa yang mempersatukan Yugoslavia,” kata Hidayat memberi contoh. 

“Apakah Indonesia pecah ketika Bung Karno wafat? Tidak. Apakah Indonesia pecah ketika presiden membuat kebijakan reformasi seperti di Uni Soviet? Tidak. Indonesia tetap kokoh dan kuat. Padahal Indonesia adalah negara kepulauan dengan tidak kurang dari 250 suku bangsa, 1.200 bahasa lokal, 34 provinsi, dan tiga satuan waktu. Sekalipun besar dan beragam, Indonesia tidak mengalami perpecahan,” imbuh Hidayat.

Salah satu faktor yang membuat Indonesia tidak terpecah, lanjut Hidayat, adalah karena kita mempunyai ideologi yang dimiliki bersama. Ideologi yang tumbuh dari dalam negeri kita sendiri. “Itulah yang namanya Pancasila. Karena itu menjadi amat penting kita mengingatkan dan menyegarkan ingatan pada Pancasila supaya bangsa ini tidak pecah. NKRI tetap menjadi harga mati, meskipun ada yang mencoba mengacaukan NKRI seperti dari kelompok komunis, atau separatis,” ucap Hidayat.

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com