Kilas

Perjuangkan Nasib GTT Jateng, Ganjar Temui Jokowi

Kompas.com - 06/12/2017, 21:34 WIB

SEMARANG, KOMPAS.com - Nasib guru tidak tetap (GTT) kian tak menentu dan tersandera berbagai peraturan. Hal itu membuat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo akan menemui Presiden Jokowi untuk memperjuangkan masa depan para pahlawan pendidikan tersebut.

Ditemui di Semarang, Ganjar mengatakan akan bertolak ke Jakarta untuk bertemu presiden hari ini, Rabu (6/12/2017). Ia mengaku akan menyampaikan nasib GTT langsung ke hadapan Jokowi. Ia berjanji akan mengawal terus sampai mana tuntutan yang disuarakan GTT selama ini.

“Hari ini saya akan bertemu Pak Presiden, saya akan coba tanyakan, kalau boleh mengawal akan saya kawal terus karena sebenarnya tuntutan GTT itu tidak tinggi-tinggi kok, kalau tidak PNS ya upahnya sesuai dengan upah minimum kabupaten/kota (UMK),” kata Ganjar.

Menurut dia, masa depan bangsa bergantung pada kualitas pendidikan. Untuk mewujudkan kualitas pendidikan yang baik, kesejahteraan guru harus terjamin.

“Kalau gajinya sudah memenuhi, tentu para guru akan lebih fokus mendidik siswanya. Pemerintah yang harus menjamin itu,” imbuh dia.

Politikus PDI Perjuangan itu berkomitmen memperjuangkan nasib jutaan GTT yang tersebar di Jateng sehingga bisa memperoleh kesejahteraan layak.

Ganjar mengungkapkan, keberadaan GTT ternyata tidak diakui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka tidak bisa mengikuti sertifikasi karena tidak memiliki surat keputusan pengangkatan dari pemerintah daerah.

“Untuk mengangkat GTT, bupati dan wali kota tersandera Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2006 yang melarang pengangkatan guru honorer, mereka tidak berani melanggar aturan itu,” tegasnya.

Untuk itu lanjut dia, pihaknya akan terus berjuang untuk memperbaiki nasib ribuan GTT di Jawa Tengah ini.

"Saya sudah sering mendapat keluhan guru GTT, kasihan mereka. Sebagai orang yang dipercaya, saya akan memperjuangkan dan mengawal permasalahan ini," pungkasnya.

Janji Ganjar ini menindaklanjuti keluhan GTT terkait kesejahteraan melalui media sosial ke akun miliknya.

Di antaranya, para GTT menanyakan apakah upah yang diterima bisa lebih baik dari yang sekarang hanya sekitar Rp 200-400 ribu per bulan. Para GTT meminta agar gubernur turut memperjuangkan dan mengawal tuntutan para GTT.

Harapan

Sementara itu, Ketua PGRI Jawa Tengah Widadi saat dikonfirmasi mengatakan, pemerintah pusat telah memberikan harapan terkait dengan tuntutan para GTT.

“Bapak Presiden sudah merespon permasalahan guru honorer dan kekurangan guru yang akan diselesaikan secara bertahap,” katanya.

Penyelesaian kekurangan guru kata dia, akan dilakukan dengan sistem yang mengedepankan guru yang telah lama mengabdi, khususnya di daerah terdepan, terluas, tertinggal (3T), dan guru yang berprestasi.

"Selain itu, Presiden Jokowi meminta tunjangan sertifikasi dibayarkan tepat waktu dan tepat jumlah mengingat dana sudah dialokasikan untuk itu," terangnya.

Masalah administrasi guru lanjut Widadi juga diharapkan dapat disederhanakan agar guru memiliki lebih banyak waktu mendidik para siswanya. (KONTRIBUTOR JAWA TENGAH/ANDI KAPRABOWO)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau