Advertorial

Fenomena Ekonomi Digital dan Ekonomi Waktu Luang serta Peluangnya (1)

Kompas.com - 15/12/2017, 08:49 WIB

Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan terjadinya pergeseran pola konsumsi belanja masyarakat dari belanja barang menjadi belanja pengalaman. Pergeseran ini menjadi tren ekonomi yang patut diperhatikan dan dikelola untuk menyikapi tantangan ekonomi di masa depan.

Chief Executive Officer (CEO) Inventure Yuswohady mengatakan, terpuruknya berbagai kawasan belanja dan toko ritel seperti Glodok, Pasar Baru, Matahari, hingga Ramayana disebabkan adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat yang lebih senang belanja komoditas di situs online (sektor ekonomi digital) dan belanja pengalaman untuk mengisi waktu luang (leisure economy). Perubahan ini disebabkan oleh generasi milenial yang memiliki gaya hidup yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya.

"Orang sekarang manfaatin waktu luang sebagai peluang ekonomi baru. Perbedaan waktu liburan dan kerja di kalangan milenial makin tipis. Semua dibikin leisure, acara makan,  internetan dibikin leisure, sekarang semua hal itu jadi leisure, mall juga demikian," kata Yuswohady dalam acara Entrepreneurs Talk yang digelar PT Bank Central Asia, Tbk di Menara BCA, Jakarta, Sabtu (9/12/2017).

Yuswohady membantah bahwa terpuruknya sejumlah kawasan belanja disebabkan oleh daya beli yang menurun. Menurut dia, konsumsi rumah tangga di Indonesia tumbuh sebesar 5 persen. Namun demikian, pertumbuhan itu lebih terlihat di ekonomi digital dan ekonomi waktu luang.

"Begitu lihat data BPS 2015 terjadi pola pergeseran luar biasa di makanan, baju, sepatu, makanan itu turun. Yang leisure itu luar biasa meningkatnya," papar dia.

Menurut Siwo, panggilan akrab Yuswohady, masyarakat sekarang, khususnya generasi milenial lebih suka menyimpan uangnya di tabungan untuk kepentingan belanja pengalaman seperti wisata ke berbagai daerah maupun ke luar negeri. Selain wisata, kegiatan seperti bermain game, fitness, menonton film di bioskop, menonton konser hingga menikmati tayangan Youtube juga cenderung meningkat setiap tahunnya. Generasi milenial lebih gemar mencari kebahagiaan ketimbang barang rill.

"Anak milenial itu cenderung beli barang baru kalau barang sebelumnya emang sudah rusak atau perlu diganti, jadi bukan numpuk barang sebagaimana sering dilakukan generasi pendahulunya," katanya.

Meningkatnya kekuatan ekonomi digital dan ekonomi waktu luang juga didukung dengan sejumlah indikator perekonomian yang sehat.

Siwo memaparkan bahwa konsumsi rumah tangga nasional yang tumbuh sebesar 5 persen terbilang baik, ketika sejumlah negara maju harus bersusah payah meningkatkan pertumbuhan sebesar 2 persen. Selain itu, indikator investasi, bunga, inflasi, dan nilai tukar mata uang Indonesia yang sehat serta perubahan gaya hidup semakin mendukung perkembangan ekonomi digital dan ekonomi waktu luang. 

"Kalangan milenial itu paling experience seeker, cari pengalaman dibanding barang. Dulu pamer motor, mobil, baju branded. Sekarang pamer itu misal ke kafe Starbucks, makan di Warunk Upnormal sebelum makan di foto dulu upload ke sosmed, arahnya ke sana," katanya. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com