Kilas

Di Balik Terbitnya Rekomendasi PDI Perjuangan untuk Gus Ipul...

Kompas.com - 16/01/2018, 13:57 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Sekelompok orang masih tidak percaya, Saifullah Yusuf (Gus Ipul) akhirnya diusung PDI Perjuangan pada Pilkada Jawa Timur. Tidak banyak pula yang tahu bagaimana Gus Ipul berproses mendapat dukungan partai politik, hingga berhasil mengawinkan partai berbasis nasionalis dan religius.

Dalam catatan "On Going Process" Gus Ipul Maju Pilkada Jawa Timur 2018 yang ditulis pengajar Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga, Hariyadi, disebutkan Gus Ipul yang sukses mendampingi Soekarwo selama dua periode terkesan kuat akan mendapat dukungan dari Partai Demokrat. Alasannya, Soekarwo merupakan Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur. 

Konon, beberapa kali Soekarwo berupaya menarik Ipul masuk ke Partai Demokrat. "Tapi selalu ditolak Ipul karena ia merasa tetap nyaman sebagai representasi Nahdlatul Ulama (NU). Bahkan sejak awal bergandengan, posisi Gus Ipul adalah representasi NU," kata Hariyadi, Sabtu (13/1/2018).

Baca: Gus Ipul-Puti Soekarno Dinilai Ideal

Langkah Gus Ipul yang dinilai paling elegan adalah saat ia bersama Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, menjadi inisiator penetapan hari lahir Pancasila. Upaya itu dianggap sebagai pendekatan yang jitu untuk mendekati kelompok nasional.

Serangkaian kegiatan seminar dan sekumpulan karya tulis yang dirancang Ipul menyimpulkan definisi hari lahir Pancasila sebagai saat pertama kali istilah Pancasila dicetuskan oleh Bung Karno, yakni pada 1 Juni 1945.

"Proses itulah yang menyambungkan batin Gus Ipul dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri," kata Hariyadi.

Di balik itu semua, tidak banyak orang tahu bahwa Gus Ipul adalah ‘anak angkat’ Megawati yang dititipkan secara khusus oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur). "Lebih tak banyak lagi yang tahu bahwa Bu Megalah yang membiayai pernikahan Gus Ipul dengan Mbak Fatma, isteri Gus Ipul," tuturnya.

Baca juga: Sowan ke Megawati, Gus Ipul Bawa Pesan dari Kyai dan Ulama di Jatim

Menurut Hariyadi, hubungan Gus Ipul dengan Megawati sudah terangkai sejak 22 tahun lalu. Selain itu, Gus Ipul pernah mendapat pengasuhan politik di PDI-P dan pernah keluar dari PDI-P untuk menemani Gus Dur kala itu. 

Keluarnya Ipul dari kandang banteng dilakukan melalui mekanisme resmi rapat internal partai.
Sikap Gus Ipul itulah yang hingga kini menjadi best practice dan dikenang sebagai langkah positif oleh PDI-P.

Dengan seluruh perjalanan politik Gus Ipul tersebut, maka tidak mengherankan bila Wakil Gubernur Jawa Timur itu akhirnya mendapat semacam garansi bakal direkomendasikan oleh PDI-Perjuangan sebagai calon Gubernur Jawa Timur pada pilkada 2018.

"Bagi mereka yang tak paham hubungan sejarah Gus Ipul dengan Bu Mega, pasti awalnya tak percaya kalau Gus Ipul akan mendapat rekomendasi sebagai calon Gubernur Jawa Timur dari PDI-P," ucapnya.

Ratusan kiai mendeklarasikan dukungan kepada Gus Ipul pada Pilkada Jatim Mei 2017 di Sidoarjo.KOMPAS.com/Achmad Faizal Ratusan kiai mendeklarasikan dukungan kepada Gus Ipul pada Pilkada Jatim Mei 2017 di Sidoarjo.

Secara simultan, Ipul menjalin komunikasi dengan partai-partai politik lain. Ia pun telaten menjalin silaturahim dan komunikasi dengan para kiai khos atau kiai sepuh, kiai struktural, dan kiai kultural.

Pada pilkada Jawa Timur tahun ini, Gus Ipul berhasil menggabungkan kekuatan nasionalis dan religius sebagai kekuatan utama. PKB dan PDI-P menjadi partai pengusung utama Gus Ipul-Puti Guntur Soekarno. PKS dan Gerindra ikut mendukung pada menit-menit terakhir jelang pendaftaran .

Pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura Mochtar W. Utomo berpendapat, pemenangan Pilkada Jawa Timur tidak cukup hanya dengan mengkonsolidasikan kekuatan nasionalis dan religius. Masyarakat Jawa Timur pun sangat heterogen dan tidak semestinya hanya dipilah berdasarkan kategori ideologi politik.

Khofifah dan Saifullah Yusuf (Gus Ipul)KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO - ACHMAD FAIZAL Khofifah dan Saifullah Yusuf (Gus Ipul)

"Ada kategori wilayah seperti Mataraman, Pantura, Arek, Pandalungan, dan Madura. Ada juga kategori etnik, strata sosial, gender, usia, dan strata ekonomi, dan yang paling kompleks adalah kategori psikografis berdasarkan kebutuhan, kepentingan, dan hobi," kata Mochtar.

Semua kategori tersebut secara proporsional, dia melanjutkan, harus mendapatkan perhatian dan sentuhan berbeda. "Karena itu, jika hanya memilah atas dasar kategori ideologi politik antara religius dan nasional, bisa jadi akan menjadi blunder bagi paslon bersangkutan," ujarnya. (KONTRIBUTOR JAWA TIMUR/ ACHMAD FAIZAL)

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com