Advertorial

Dorong Percepatan Pembangunan Infrastruktur, Kementerian PPN/BAPPENAS Buka Jalur Investasi BUMN dan Swasta Lewat PINA

Kompas.com - 19/01/2018, 19:11 WIB

Guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dibutuhkan sebuah pemerintahan yang mampu berpikir ke depan. Dari segi infrastruktur, proses pembangunan harus dilakukan sesegera mungkin dan secara masif. Sebab, jika infrastruktur dibangun secara perlahan, maka akan muncul masalah-masalah baru yang menyusahkan banyak pihak.

“Kita bisa lihat MRT yang direncanakan tahun 90-an. Akan tetapi, ternyata pembangunan baru dimulai di tahun 2013. Akibatnya jumlah kendaraan ini semakin bertambah, masyarakat makin menderita karena macet terjadi di mana-mana. Ditambah lagi biaya pembebasan lahan dan teknologi menjadi lebih mahal. Wasting resources, energy, kita menyianyiakan potensi ekonomi,” kata Bambang Brodjonegoro selaku Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) saat membuka acara Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (Pina) Day 2018 di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta (19/1/2018).

Oleh sebab itu, Kementerian PPN/Bappenas membentuk Pina untuk mendorong percepatan pendanaan pembangunan dari sisi infrastruktur. Pina adalah mekanisme pembiayaan untuk proyek investasi bersifat prioritas yang pendanaannya bersumber dari pemerintah. Sementara itu, pelaksanaannya didorong dan difasilitasi oleh pemerintah. 

- -

Sebenarnya, Pina telah didirikan sejak 2016 lalu. Kemunculannya dilatarbelakangi oleh adanya gap besar antara infrastructure stock dengan produk domestik bruto (PDB). Standar global stock untuk infrastruktur berada pada angka 70 persen, tetapi Indonesia hanya menempati angka 30 persen saja. Bisa dikatakan, pertumbuhan PDB tidak diiringi dengan pertumbuhan infrastruktur.

Bambang menambahkan bahwa ada potensi dari pihak swasta dan BUMN terkait investasi di bidang infrastruktur yang merujuk ke pembangunan ekonomi. Jumlah APBN terbatas mengharuskan pemerintah untuk lebih kreatif dalam menemukan berbagai cara yang dirasa mampu mendukung pembangunan
secara berkelanjutan dan terus-menerus.

Dalam kurun waktu lima tahun pemerintahan Joko WIdodo dan Jusuf Kalla, dana yang dibutuhkan mencapai 5.000 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Namun, hanya 41 persen yang dapat dipenuhi oleh APBN dan APBD.

Ada dua cara yang bisa ditempuh. Pertama, pasrah menunggu hingga dana yang dimiliki akan mencukupi. Hal tersebut tentunya akan memakan waktu lama. Kedua merupakan langkah progresif, yaitu dengan menerapkan active financing yang baik bagi pihak swasta maupun BUMN dan sinkron dengan OJK sebagai pihak regulator.

Selain melakukan pengoptimalan pendanaan melalui BUMN dan swasta, Pina diyakini bisa membantu peningkatan pembiayaan melalui dana jangka panjang, mendorong recycle investasi pada proyek kategori brownfield, serta memicu percepatan pelaksanaan proyek prioritas.

Hal serupa telah dilakukan di negara-negara maju seperti Jepang dan Kanada. Keterlibatan dana pensiun atau asuransi dalam proyek investasi tidak hanya diletakkan sebagai deposito, melainkan ditempatkan di proyek infrastruktur guna memberikan manfaat optimal bagi para peserta.

Itulah kenapa, Pina hadir sebagai koordinator antara investor dan investee dengan menjalankan fungsi fasilitator, pipelining, dan menjaga ekosistem yang ada. Pada praktiknya, PINA dapat memfasilitasi investor dengan dua cara, yaitu direct equity participation dan equity investment atau melalui instrumen.

Dalam kurun waktu 2018 hingga 2019 mendatang, Pina menargetkan investasi yang terkumpul akan mencapai angka 1.740 triliun dari pihak swasta. Bambang berharap, perkiraan jumlah tersebut bisa menjadi tolak ukur yang mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan. 

“Kita harus mengubah mindset lama yang beranggapan bahwa infrastruktur semata-mata hanyalah tugas pemerintah. Dengan adanya partisipasi dari pihak swasta dan BUMN, maka percepatan pembangunan dapat terwujud,” kata Bambang.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com