Advertorial

Din Syamsuddin Ajak Pemuka Agama Tangsel Wujudkan Kerukunan

Kompas.com - 06/03/2018, 09:27 WIB

Sejumlah pemuka agama berkumpul di Kantor Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) untuk bersilaturahim dan dialog dari hati ke hati, Senin (5/3).

Acara ini dimulai pukul 10.00 hingga 12.30 WIB. Turut hadir Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Din Syamsuddin, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) AM Ramli, Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia Wisnu B Tenaya, Ketua Umum Persekutuan Gereja Indonesia Henriette T Lebang dan Dewan Penyantun Perwakilan Umat Budha Indonesia Philip K Widjaya.

Airin mengatakan akan terus memfasilitasi dialog antarpemuka agama di Kota Tangsel. Dengan adanya pertemuan rutin diharapkan memunculkan komunikasi antarumat beragama di wilayah ini.

"Tangsel menjadi satu tempat bersosialisasi dalam hal ini (kerukunan dan dialog umat agama) karena persoalan biasanya muncul karena tidak ada komunikasi," ujarnya usai acara Sarasehan Kerukunan Pemuka Agama Se-Tangsel,.

Menurut Airin, selama ini persoalan muncul mengenai pembangunan rumah ibadah tanpa izin sehingga membuat resah masyarakat Tangsel. "Persoalan selama ini di Tangsel adalah pembangunan rumah ibadah yang belum berizin tapi sudah ada kegiatan sehingga masyarakat ada yang keberatan," ujarnya

Airin berharap melalui kegiatan rutin dialog umat beragama bisa terjalin komunikasi antar masyarakat sehingga memberikan keyakinan setiap agama memiliki cara penyiaran masing-masing.

"Kami akan terus melakukan komunikasi dan dialog semacam ini tetapi ada saling ada ketersinggungan," katanya.

Pada kesempatan sama, Din menambahkan kegiatan ini membahas masalah-masalah yang ada demi mewujudkan kerukunan bangsa. "Sebenarnya kerukunan bangsa relatif baik, ditandai terjaganya stabilitas nasional yang kondusif dan hubungan antarumat beragama yang positif dan aman," ucapnya.

Ia menekankan, konflik antarumat beragama biasanya tidak disebabkan faktor agama melainkan faktor non-agama, seperti kesenjangan sosial, ekonomi, dan politik. Agama kemudian dijadikan sebagai faktor pembenaran terhadap faktor non-agama tersebut. "Kita juga tidak boleh menutup mata akan adanya ketegangan dan potensi konflik," katanya.

Untuk mencegah potensi konflik itu perlu dikedepankan dialog. Namun, dialog perlu bersifat dialogis yaitu dialog yang bertumpu atas dasar ketulusan, keterbukaan dan keterusterangan untuk penyelesaian masalah. (ADV)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com