kabar ketenagakerjaan

Kesetaraan Perempuan dalam Perundingan Bersama Didukung Penuh Kemenaker

Kompas.com - 10/03/2018, 11:06 WIB

Kesetaraan gender dalam perundingan bersama pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di perusahaan yang melibatkan serikat pekerja atau buruh (SP/SB) didukung penuh oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemenaker, Haiyani Rumondang di Jakarta pada Hari Kamis, 8 Maret 2018.

Dirjen Haiyani pada kesempatan tersebut mengatakan bahwa jika perempuan ingin setara dalam PKB, maka hal tersebut harus dimulai dari pimpinan serikat pekerja. Keterwakilan serta jumlah anggota perempuan yang terlibat dalam serikat pekerja tersebut haruslah ditingkatkan.

Haiyani juga berpesan bahwa untuk mewujudkan kesetaraan gender tersebut, diperlukan niat atau kemauan kuat dari masing-masing pimpinan serikat pekerja dan manajemen perusahaan. Pesan tersebut disampaikan dalam peluncuran Pelatihan Perundingan bersama pada Sepuluh Perusahaan Percontohan di Sektor Garmen dan diskusi interaktif “Saatnya Perempuan Setara dalam Perundingan Perjanjian Kerja Bersama.

Tidak ketinggalan Dirjen Haiyani juga menilai bahwa sangatlah penting hadirnya pekerja perempuan dalam perundingan bersama guna mendorong partisipasi perempuan dalam PKB, terlebih kesetaraan gender dalam PKB menjadi momentum yang tepat karena bersamaan dengan peringatan hari Perempuan Internasional tanggal 8 Maret 2018.

Ditegaskan oleh Haiyani bahwa ILO sebagai lembaga internasional bidang tenaga kerja bertugas mempromosikan perundingan bersama dan berbagai praktik non-diskriminatif ke negara anggotanya dengan tiap departemen yang menangani serikat pekerja serta pengusaha. Cakupan ILO juga termasuk berbagai isu terkait pelecehan seksual, aspirasi dan keterwakilan perempuan, standar maternitas, dan kesehatan pekerja perempuan sekaligus keluarganya.

Menurut Haiyani dengan banyaknya anggota dan pimpinan perempuan dalam serikat pekerja, maka hal tersebut tepat untuk menjadi tim perunding sehingga tinggal dibutuhkan kemauan kuat dari pucuk pimpinan masing-masing SP dan manajemen perusahaan. Ia menambahkan bahwa banyak hal yang bisa dilakukan perempuan apabila setara dalam perundingan.

“Mana bisa leader perempuan itu masuk dalam tim perunding kalau tidak ada perempuan yang masuk serikat pekerja? Apalagi menjadi pengurus serikat pekerja. Dari mana? Setara saja dahulu untuk menjadi tim perunding karena biasanya melalui pekerja perempuan bisa lebih mudah memahami dan menyampaikan aspirasi apa kebutuhannya. Jadi ada saat partisipasi perempuan dalam tim perunding,” ujar Haiyani.

Penghapusan diskriminasi di dunia kerja sendiri merupakan tujuan dari kesetaraan dan perlakuan sama dalam pekerjaan dengan segala kebijakan termasuk pelaksanaannya. Hal tersebut sejalan dengan tujuan dalam Konvensi ILO nomor 100 tentang Pengupahan yang Sama bagi Pekerja Laki-laki dan Wanita untuk pekerjaan yang Sama Nilainya.

Konvensi ILO tersebut telah diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 80 Tahun 1957. Sementara itu Konvensi ILO lainnya dengan Nomor 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan sendiri juga telah diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 1999.

Dirjen Haiyani juga menjelaskan bahwa dalam pembentukan tim perunding pembuatan PKB, peraturan undang-undang hanya mengamanatkan masing-masing tim, baik perwakilan perusahaan dan serikat pekerja/buruh paling banyak sembilan orang sehingga komposisi tim keterwakilan dalam perundingan PKB ditentukan oleh manajemen, pengurus, dan anggota serikat pekerja/buruh.

Kemenaker yang diwakili oleh Dirjen Haiyani juga menyampaikan harapannya agar nantinya serikat pekerja/buruh memberikan kesempatan yang sama kepada para pekerja wanita untuk menjadi pengurus serikat pekerja/buruh dalam tim perundingan dalam pembuatan PKB.

Disampaikan pula oleh Haiyani bahwa telah ditetapkan Nota Kesepahaman Bersama dan Perjanjian Kerja Sama tentang Optimalisasi Penerapan Kesempatan dan Perlakuan yang Sama Tanpa Diskriminasi dalam Pekerjaan. Penetapan Nota tersebut dilakukan Kemenaker bersama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.

Langkah tersebut menurut Haiyani sangat strategis untuk membangun koordinasi dan jejaring dengan pemerintah daerah terkait. Ia menambahkan bahwa upaya pemerintah pusat tidak akan ada artinya tanpa dukungan dan komitmen tinggi dari pemerintah daerah, pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh, serta organisasi pengusaha dalam mencegah ketidaksetaraan dan diskriminasi di tempat kerja.

Sementara itu Direktur ILO di Indonesia, Michiko Miyamoto mengatakan bahwa kesetaraan gender merupakan inti hal terpenting dari pekerjaan yang layak. Menurutnya masih ada banyak tantangan untuk mencapai kesetaraan gender di tempat kerja. Oleh karena itu pekerja atau pengusaha harus didorong agar dapat berunding bersama dengan menjadikan kesetaraan dan non-diskriminasi sebagai prinsip.

“Praktik-praktik yang non-diskriminatif tidak hanya menguntungkan pekerja perempuan, tetapi juga pekerja dan pengusaha pada umumnya,” tutup Miyamoto selaku Direktur ILO di Indonesia tersebut.

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com