Advertorial

Belajar Memotret Manusia dari Fotografer Kawakan Malaysia, Nick Ng

Kompas.com - 13/03/2018, 19:10 WIB

Pictures speak louder than words,” begitu kata orang-orang ketika bicara mengenai fotografi. Dapat diakui, kekuatan visual memang mampu memikat seseorang untuk berhenti dan menatap.  

Sebuah foto apik biasanya merupakan foto yang bercerita. Artinya, foto itu bukan sekadar dokumentasi peristiwa atau momen, tetapi juga mampu mengekspresikan perasaan di kala momen itu ditangkap.

Proses yang mesti dilalui untuk memburu dan menghasilkan foto yang bercerita barangkali tak sederhana. Perlu usaha ekstra untuk mengamati, mendekati, dan memahami hal-hal sekitar.

Setidaknya itu yang dirasakan oleh fotografer travel kawakan asal Malaysia, Nick Ng Yeow Kee. Nick Ng menceritakan sedikit pengalamannya selama menekuni bidang fotografi. Katanya, untuk menjalani hobi ini, seseorang perlu berjalan, berkeliling, mengamati, dan mengeksplorasi hal-hal yang terjadi di sekitar. Plus, butuh kemauan dan kemampuan untuk melakukan pendekatan dengan subjek foto.

“Bukan hanya diam dan menunggu. Momen atau peristiwa itu tidak datang sendiri, Anda harus bergerak dan mencarinya,” kata Nick Ng.

Meski memiliki jam terbang tinggi dan kerap menyabet penghargaan fotografi, Nick Ng mengaku masih kerap menjumpai tantangan. Salah satu yang tersulit adalah saat memotret manusia. Sebab, setiap melakukan ini kadang muncul rasa takut ditolak.

“Setiap orang punya rasa takut untuk melakukan pendekatan terhadap orang asing,” kata Nick Ng. Meski begitu, ia berpesan agar setiap fotografer bisa mengatasi ketakutan itu agar tak kehilangan momen bagus.

“Ketika Anda tak dapat mengatasinya, Anda mungkin tidak akan pernah dapat memotret momen itu,” ujarnya.

Lantas bagaimana cara mengatasinya? “Bersikap rendah hati pada mereka,” katanya. “Jangan perlakukan orang-orang itu hanya sebagai subjek, melainkan lakukan pendekatan personal ke sesama manusia,” tambah Nick Ng.

Nick Ng bercerita, kiat-kiat ini diterapkan saat ia ditantang untuk menghasilkan satu foto yang mengandung tiga perasaan sekaligus, yakni strength (kekuatan), devotion (kesetiaan), dan fragility (kerapuhan). Pada saat itu, pencarian Nick Ng hanya dilakukan dalam satu hari, sebab itulah aturan mainnya.

Dari hasil perburuannya keliling kota, menjelajah pasar tradisional Chow Kit sampai ke tempat pertunjukan opera China, Nick memilih satu foto yang menurutnya paling kuat. Inilah hasilnya.

-- -

Momen ini ia tangkap saat mengikuti pementasan sebuah opera China. Saat itu, kata Nick Ng, seorang pemain opera dengan dandanan dan kostum lengkap yang sedang duduk tiba-tiba menoleh ke kameranya. Ia pun berhasil memotretnya.

“Saat ia menatap langsung kamera saya, ada tiga hal yang terlintas di pikiran. ‘Apakah dia marah? Kesal? Atau ia bangga pada passion-nya sebagai pemain opera?’,” tutur ia.

Bagi Nick, momen pementasan opera ini penuh makna. Tiga emosi strength (kekuatan), devotion (kesetiaan), dan fragility (kerapuhan), terangkum dalam satu potret. Para pemain opera ini tentu sebenarnya merupakan orang biasa. Namun begitu berias dan berganti kostum, mereka semua punya kekuatan untuk menarik orang lain–penonton—masuk ke “dunia” yang mereka tampilkan.

“Bayangkan seperti apa dunia mereka? Di atas panggung, mereka menjadi seniman yang kaya budaya, tampil dengan penuh passion. Sebagian dari mereka mungkin sudah melakukan ini selama 40 sampai 50 tahun. Mengapa mereka terus mencintai pekerjaan ini? Pasti ada sesuatu di balik seni opera ini yang membuat mereka setia melakukan ini,” tutur Nick Ng.

Nick Ng berbagi pengalaman memotret manusia.- Nick Ng berbagi pengalaman memotret manusia.

Dalam menghasilkan foto yang “berbicara” ini, Nick Ng tak hanya harus lihai mengamati emosi, tetapi juga sigap menghadapi kendala teknis, misalnya kurangnya sumber cahaya. Seperti pada saat itu, kondisi di ruang pementasan opera cukup gelap.  

Kata Nick, lensa utama Sony RX1R II—kamera yang ia gunakan saat itu—mampu memberi kualitas gambar yang lebih baik, khususnya dalam kondisi kurang cahaya. Sony RX1R II sendiri dibekali dengan lensa 35mm F2 beresolusi 42 megapiksel.

Kamera ini dilengkapi pula dengan Sensor Exmor R™ CMOS full-frame serta mesin pemroses gambar BIONZ X™ yang memberi resolusi dan sensitivitas terbaik. Hasilnya, detail gambar selalu jelas dan alami dalam setiap kondisi pengambilan gambar.

Bicara soal kualitas tangkapan gambar, Sony RX1R II dapat dikatakan memiliki kecepatan autofokus (AF) dan presisi yang mumpuni, serta cakupan autofokus yang lebih luas berkat sistem Fast Hybrid-nya. Dalam area gambar terdapat 399 titik deteksi yang membuat hasil foto lebih tajam.

Kamera Sony seri RX memang dikenal unggul dalam kecepatan menangkap fokus. Untuk seri RX1 R II sendiri, autofokusnya diklaim lebih cepat 30 persen dibanding seri sebelumnya, RX1R. Secara umum, seri RX sanggup menangkap fokus dalam waktu 0,05 detik.

Sebagai informasi, seri RX juga mengunggulkan kecepatan continuous shooting mencapai 24 fps. Pengguna dapat menghasilkan 150 tangkapan dalam waktu 6,3 detik dengan mode continuous shooting “Hi” dan kualitas image “Fine”.

Bagi Nick Ng, kamera ini tak hanya mampu menjadi kamera yang mumpuni dari segi fitur, spesifikasi, dan teknologinya. Lebih dari itu, Sony seri RX juga bisa diandalkan sebagai teman eksplorasi yang gampang dibawa kemanapun karena ukurannya yang mungil, hanya segenggaman tangan.

Simak perjalanan Nick Ng memburu “All In One Shot”-nya bersama Sony seri RX di sini dan ketahui alasan kuat di balik kemantapannya memilih Sony seri RX. Kenali juga Sony seri RX lebih dalam dengan klik tautan ini.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com