Kilas

Semarang Bakal Rehabilitasi Ribuan Rumah Kumuh

Kompas.com - 27/04/2018, 19:31 WIB

KOMPAS.com - Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, berencana merehabilitasi 4.295 Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) pada 2018 dan 2019.

Pemerintah Kota Semarang merehabilitasi 2.860 rumah tidak layak huni hingga akhir 2017. Hingga kini, masih ada 10.941 rumah tak layak huni di kota lumpia yang belum diperbaiki.

"Di Kota Semarang yang katanya kota metropolitan ini, faktanya masih ada lebih dari sepuluh ribu rumah yang kondisinya tidak layak huni," katanya saat meresmikan program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni di Kelurahan Kemijen, Semarang Timur, Jumat (27/4/2018).

(Baca: Tiap Tahun Pemerintah Semarang Rehabilitasi 1000 RTLH)

Ia mengaku prihatin dengan tingginya angka Rumah Tidak Layak Huni di ibukota Provinsi Jawa Tengah itu.

Pemerintah Kota Semarang menargetkan tidak ada lagi rumah yang tidak layak huni pada 2020.

"Maka dari itu komitmen saya, dari tahun ke tahun, jumlah Rumah Tidak Layak Huni yang direhab harus terus ditambah," ujarnya.

Pada 2011, Hendrar menambahkan, hanya ada 204 unit RTLH yang direhabilitasi dalam kurun waktu setahun.

Jumlah tersebut terus bertambah, hingga pada 2017 mencapai 1.162 rumah yang direhabilitasi dalam setahun.

(Baca: IAP: Semarang Salah Satu Kota Metropolitan Layak Huni)

Program rehabilitasi rumah dinilai penting untuk mendorong terciptanya lingkungan tempat tinggal warga yang sehat.

"Walau pun angka harapan hidup Kota Semarang saat ini sudah yang tertinggi dibanding daerah-daerah lainnya, tapi masih banyak PR yang harus dikerjakan," katanya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Angka Harapan Hidup (AHH) warga Kota Semarang pada 2017 yakni 77,21 tahun. Angka itu merupakan yang tertinggi di Indonesia.

Sementara, AHH daerah lainnya seperti Kota Yogyakarta 74,35 tahun, Kota Denpasar 74,17 tahun, Kota Surabaya 73,88 tahun, Kota Bandung 73,86 tahun, Kota Jakarta Selatan 73,84 tahun, Kota Medan 72,4 tahun, serta Kota Makassar 71,51 tahun.

Menata wilayah kumuh

Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni tersebut merupakan bagian dari program besar Penanganan Wilayah Kumuh di Kota Semarang.

Selain itu, Pemerintah Kota Semarang juga memiliki program Kampung Tematik, Peningkatan Infrastruktur Permukiman, hingga Kaki Kering.

Hingga kini, politikus PDI Perjuangan tersebut masih fokus menangani banjir di wilayah timur Kota Semarang.

Genangan di Jalan Mataram Semarang akibat hujan deras mengguyur kota itu, Kamis (4/5/2017). Beberapa titik jalan di Kota Semarang tergenang air hingga 30 centimeter.Kompascom/Nazar Nurdin Genangan di Jalan Mataram Semarang akibat hujan deras mengguyur kota itu, Kamis (4/5/2017). Beberapa titik jalan di Kota Semarang tergenang air hingga 30 centimeter.

Pemerintah telah menutup Kali Banger namun warga yang tinggal di kawasan Kemijen masih kebanjiran. Kemijen, ia melanjutkan, merupakan bantaran Kali Banger.

Oleh karenanya, Hendrar berencana mengevaluasi kebijakan pemerintah berdasarkan fakta di lapangan.  

"Dan ketika tadi pagi saya ketemu ibu-ibu di dekat rumah pompa Sedompyong, katanya air masuk ke rumah dari saluran permukiman. Maka ini akan menjadi koreksi penting," ujarnya.

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau