Kilas

Indonesia dan Amerika Antisipasi Kedaruratan Penyakit Zoonosis

Kompas.com - 25/07/2018, 12:51 WIB


KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia bersama Pemerintah Amerika melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) dan Perdagangan Australia (DFAT) melaksanakan latihan simulasi Table-Top menghadapi kedaruratan Penyakit Zoonosis melalui pendekatan One Health di Medan.

Simulasi ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Indonesia untuk mencegah, mendeteksi, dan mengatasi wabah Penyakit Infeksi Emerging (PIE) melalui peningkatan koordinasi multi-sektoral sesuai denganpedoman koordinasi pendekatan One Health yang diluncurkan pada Februari 2018 lalu.

“Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesiapsiagaan menghadapi bencana non alam berupa wabah penyakit khususnya penyakit infeksi emerging dan zoonosis menggunakan buku Pedoman Koordinasi Lintas Sektor yang telah diluncurkan beberapa waktu lalu di Yogyakarta,” kata Asisten Deputi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Naalih Kelsum dalam siaran pers, Rabu (25/7/2018).

Latihan simulasi Table-Top ini merupakan simulasi keempat dan yang terakhir. Simulasi sebelumnya telah dilaksanakan di Bogor, Manado, dan Bali pada awal tahun ini.

Baca juga: Indonesia Waspadai Virus Flu Burung dari China

Latihan simulasi di Medan akan melibatkan perwakilan dari seluruh provinsi yang ada di pulau sumatera (Aceh, Riau, Riau Kepulauan, Sumut, Sumbar, Jambi, Bengkulu, Sumsel, Bangka Belitung, dan Lampung).

“Merupakan suatu kehormatan bagi Pemerintah Amerika Serikat untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan pedoman koordinasi pendekatan One Health yang akan memastikan bahwa mekanisme koordinasi yang dibutuhkan saat terjadinya wabah bersifat transparan dan dapat ditindaklanjuti,” kata Deputi Konsul Kedutaan Besar Amerika Serikat di Medan Jessica Panchatha.

Rentan penyebaran penyakit

Indonesia adalah salah satu negara yang rentan terhadap ancaman PIE dan zoonosis.

Hal ini disebabkan posisi Indonesia yang terletak di wilayah rawan akibat besarnya jumlah penduduk dan turis yang melakukan perjalanan baik domestik maupun internasional, iklim, keanekaragaman hayati dan tingginya interaksi antara manusia dan satwa liar.

Sebagai contohnya, Indonesia merupakan daerah endemik untuk flu burung dan daerah persinggahan burung migrasi.

Pada periode 2003-2012, Indonesia menjadi negara yang paling parah terdampak virus flu burung dengan 200 kasus, 167 orang di antaranya meninggal dunia.

Flu burung terjadi di 15 Provinsi dan 58 kabupaten/kota terdampak dengan kerugian finansial mencapai Rp 3,87 triliun.

Klaster flu burung terbesar

Kemenko PMK menunjuk Provinsi Sumatera Utara sebagai lokasi pelaksanaan simulasi kesiapsiagaan mengingat pada 2006, Kabupaten Tanah Karo menjadi klaster kasus flu burung pertama dan terbesar di Indonesia.

Provinsi Sumatera Utara juga memiliki dua taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG).

Taman nasional ini adalah rumah yang menaungi keanekaragaman hayati Indonesia baik flora maupun fauna.

Provinsi ini memiliki posisi yang strategis karena berada di jalur pelayaran Selat Malaka sehingga berpeluang menjadi hub perdagangan internasional di Kawasan Asia Tenggara.

Baca juga: Virus Flu Burung Bisa Menular dari Itik ke Manusia

“Latihan simulasi ini sangat berguna bagi jajaran aparat pemerintahan provinsi dan kabupaten berikut pemangku kepentingan lain untuk dapat mempraktekkan pedoman koordinasi tersebut sekaligus menyesuaikan dengan kondisi di wilayah masing-masing,” ujar Sekretaris Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara R. Sabrina.

Simulasi Respon Darurat Penyakit Hewan Zoonosis/PIE di MedanDok. Humas Kemenko PMK Simulasi Respon Darurat Penyakit Hewan Zoonosis/PIE di Medan

Selain menyusun pedoman koordinasi sejak 2016, Kemenko PMK juga menyusun dan melaksanakan program pencegahan, deteksi, dan kesiapsiagaan atas potensi wabah penyakit zoonosis dan PIE.

Serangkaian kajian dan diskusi untuk memastikan program tersebut sejalan dengan kebijakan, strategi, dan prioritas, serta didukung dengan peraturan dan perundang-undangan yang ada.

Seperti, pengesahan Undang-Undang Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007 yang menetapkan wabah penyakit sebagai salah satu bencana non-alam yang perlu dikelola potensi ancamannya.

 

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com