Advertorial

Ubah Sampah Jadi Nilai Tambah, Pemkot Surabaya Tekan Volume Sampah Organik

Kompas.com - 21/08/2018, 08:30 WIB

Kesan sampah sebagai biang masalah tinggal sejarah. Surabaya malah mampu menjadikannya sebagai nilai tambah. Hal ini dibuktikan dengan digunakannya bayi larva Black Soldier Fly (BSF) untuk mereduksi sampah organik yang sudah dimulai sejak Mei 2018.

Inovasi itu mampu menekan volume sampah organik yang mencapai 60 persen dari 1.500 ton sampah kota per hari. Manfaat lainnya, larva dapat dipakai sebagai pakan unggas dan ikan.

Kepala UPTD Pemanfaatan Sampah DKRTH Kota Surabaya Khoirun Nisa mengungkapkan reduksi sampah dengan BSF merupakan metode adaptasi dari Swiss. Upaya tersebut juga hasil dari kerja sama dengan Kementerian  PUPR.

“Larva usia lima hari diberi makan sampah organik. Sedangkan larva dewasanya bisa jadi pakan ternak seperti ayam, itik, ikan lele, dan ikan nila,” jelas Nisa.

Dalam jangka waktu 12 hari, 10 ribu ekor bayi larva seberat 20 gram mampu menghabiskan sekitar 12 kilogram sampah organik. Di antaranya berisi sampah dapur dan sisa makanan manusia. Residu hasil memproses sampah itu juga dapat menjadi kompos.

Pusat Daur Ulang (PDU) Jambangan merupakan lokasi pilot project reduksi sampah dengan larva di Kota Surabaya. “Saat ini kami melakukan eksperimen di dua RT di Kelurahan Jambangan. Sampah organik yang masuk dicacah, kemudian dibagi masing-masing 12 kilogram dalam 42 kotak. Jadi, dalam 12 hari bisa mereduksi 504 kologram sampah organik sisa makanan,” jelas Koordinator PDU Jambangan Dwijo Warsito.

Selain sampah dapur dan sisa makanan, daun serta ranting juga menjadi isi sampah organik. Daun dan ranting yang telah dipilah diproses menjadi pupuk dan didistribusikan ke taman-taman di Surabaya.

Proses diversifikasi dalam pengelolaan sampah menurut Direktur LSM Sahabat Lingkungan Satrijo Wiwieko sudah menjadi cara yang tepat, bahkan harus lebih disosialisasikan ke masyarakat. Setidaknya sampah bisa dikomposkan, dimanfaatkan gas methan-nya, serta diredukasi menggunakan larva atau cacing. Selain itu, prinsip 3R juga bisa dilakukan yakni reduce, reuse dan recycle.

Sartijo yang juga merupakan tim penilaian Adipura tingkat nasional mengapresiasi cara Pemkot Surabaya dalam mengelola sampah. Metode itu dinilainya efektif mengurangi sekaligus mengoptimalkan manfaat sampah organik. Sebab, sejauh ini sampah organic, seperti plastic, dianggap lebih ekonomis dan mudah untuk dirupiahkan.

- -

Hingga kini, menurut Dosen S2 Teknik Lingkungan tersebut, pemerintah dan masyarakat Surabaya sudah berkolaborasi dengan baik untuk menjaga lingkungan. Terbukti lewat kampung-kampung di Surabaya, seperti Jambangan hingga Kenjeran menjadi lebih bersih.

Pemerintah kota juga konsisten dan secara berkelanjutan menjalankan program lingkungan. Di antaranya Green and Clean, Indonesia Bebas Sampah 2020, Desa/Kelurahan Berseri, Adipura, Program Kampung Iklim (ProKlim).

Pemkot Surabaya hanya perlu lebih sering mengedukasi dan melibatkan masyarakat untuk menjaga lingkungannya. Eksperimen pada dua RT di kelurahan Jambangan merupakan langkah tepat yang harus segera disebarluaskan ke daerah lain.

Untuk tahap eksperimen, sampah dipilah dari sumbernya (rumah warga) sehingga mengurangi beban penggerobak. Disediakan ember di masing-masing rumah yang dibeli menggunakan uang warga dan subsidi pemerintah. Tujuannya agar warga punya rasa kepemilikan. Sedangkan di PDU Jambangan sendiri sedang dilakukan uji coba pembibitan BSF.

Setelah PDU Jambangan, DKRTH Kota Surabaya menyiapkan TPA Wonorejo sebagai lokasi kedua penerapan inovasi BSF. Selain menyiapkan sarana dan prasarana, pemerintah juga mengirim lima orang untuk latihan budidaya BSF bersama di Kementerian PUPR. Harapannya, Surabaya mampu menjadi contoh kota wisata yang mampu mengolah sampah menjadi nilai tambah. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com