Advertorial

Koleksi Ulos Tua Langka Akan Dipamerkan di Museum Tekstil Jakarta

Kompas.com - 16/09/2018, 15:37 WIB

JAKARTA – Siapa yang tidak mengenal Ulos. Kain tenun khas Batak yang sangat cantik. Biasanya Ulos dipakai pada acara adat atau keagamaan. Nah, keindahan motif kain tenun Ulos, akan dipamerkan di Museum Tekstil, Jakarta, 20 September - 7 Oktober 2018. Barang yang ditampilkan adalah koleksi pribadi milik Devi Pandjaitan bersama Kerri Na Basaria. 

Pameran ini adalah persembahan Yayasan Del dan Tobatenun, serta didukung Kementerian Pariwisata. Tema yang diusung adalah Ulos, Hangoluan, & Tondi. Rencananya, Menteri Pariwisata Arief Yahya akan membuka acara keren tersebut tanggal 19 September 2018.  

Pameran merepresentasikan sebuah karya tenun yang menjadi simbol ikatan kasih sayang, restu dan persatuan dalam setiap tahapan kehidupan masyarakat Batak. 

"Hangoluan yang berarti Kehidupan dan Tondi berarti Jiwa. Hal ini menggambarkan kain Ulos merupakan gambaran kehidupan dan jiwa masyarakat Batak," jelas Devi Pandjaitan, Jumat (14/9). 

Ditambahkannya, pameran berkolaborasi dengan salah satu interior desainer muda Indonesia, Mita Lukardi. Yang artinya, pameran akan dikemas segar dan menarik. Kain-kain Ulos akan ditampilkan dalam berbagai bentuk instalasi dekor. Detailnya menceritakan tahapan kehidupan. 

"Sangat diharapkan pameran dapat menarik minat anak muda untuk lebih menghargai budayanya. Salah satu instalasi modern yang ada di pameran adalah motif Ulos yang tertuang di anyaman rotan sepanjang 25 meter," tuturnya. 

Kegiatan ini, dilakukan untuk melestarikan budaya. Selain itu untuk menanam rasa cinta terhadap kain tenun Ulos kepada generasi muda. Pameran ini juga ditujukan untuk memperkenalkan Ulos kepada masyarakat luas dan mendorong masyarakat untuk menggunakan kain bermotif Ulos dalam berbagai acara, seperti layaknya batik. 

Sementara itu, Plt Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kementerian Pariwisata RI NW Giri Adnyani mengatakan, Ulos lebih dari sekadar tradisi. Menurutnya, Ulos tidak mudah lekang karena panas dan tidak lapuk karena hujan.  

"Ulos tidak hanya menyimpan tradisi Batak yang kental dan sarat makna, tapi juga prestise dari moderenisasi proses akulturasi," ujar Giri. 

Tidak hanya Indonesia, lanjut Giri, sejumlah museum dan universitas di Singapura, Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda bahkan ikut melakukan kajian tentang ulos. Karena dianggap unik dan sangat tua. 

"Karya seni ini dianggap memiliki makna yang tinggi. Dominasi warna hitam, merah, dan putihnya dinilai punya daya pikat. Warna merah melambangkan keberanian, putih melambangkan kesucian, dan hitam melambangkan kekuatan," tukasnya. 

Menteri Pariwisata Arief Yahya, menilai Ulos adalah kebanggan Indonesia. Bahkan, saat IMF Meeting di Washington DC beberapa waktu lalu, Ulos Harungguan dipakai oleh para Pemimpin Keuangan dari berbagai negara yang hadir di sana. 

“Sudah pasti kita sangat bangga. Bayangkan, karya tangan-tangan terampil para penenun, bisa ter-ekspose di perhelatan penting keuangan dunia,” paparnya.

Menpar pun mengajak masyarakat untuk datang ke Museum Tekstil dan menyaksikan pameran ini. 

“Kalau mau tau lebih dalam mengenai perjalanan sejarah pertenunan Ulos Batak yang sudah berusia puluhan tahun, ajak keluarga dan teman-teman untuk melihat kehebatan karya-karya dari para penenun. Kapan lagi bisa melihat koleksi Ulos Batak yang sudah berumur puluhan tahun di satu lokasi,” ajak Menpar.  

Menteri asal Banyuwangi ini menilai Ulos tidak mudah lekang dengan panas, dan tidak lapuk dari hujan. “Ulos, tidak hanya menyimpan tradisi Batak yang kental dan sarat makna,” jelasnya.

Ulos memang terlihat istimewa. Ditemukan fakta bahwa ulos merupakan suatu produk penting asal salah satu peradaban tertua di Asia. Usianya diperkirakan sudah 4.000 tahun. Ulos bahkan disebut-sebut telah ada jauh sebelum bangsa Eropa mengenal tekstil.  

"Ulos juga disebut sebagai representasi dari semesta alam. Di masa lampau, perempuan-perempuan Batak bangga menenun, memakai, dan mewariskannya kepada keluarga sebagai suatu pusaka," tuturnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com