Kilas

Hari Perdamaian Internasional Jadi Momentum Jaga Persatuan Bangsa

Kompas.com - 22/09/2018, 17:00 WIB

KOMPAS.com - Tepat pada Jumat (21/9/2018) kemarin, seluruh dunia memperingati International Peace Day atau Hari Perdamaian Internasional.

Peringatan yang selalu dirayakan setiap tahun ini hadir sebagai bentuk dedikasi seluruh umat manusia dalam menjaga perdamaian dunia. Selain itu, peringatan dilaksanakan sebagai pengingat akan dampak kekerasan dan perang.

Nyoman Shuida selaku Deputi Bidang Koordinasi Kebudayaan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengamini hal itu.

Menurut dia, Hari Perdamaian Internasional merupakan momentum yang tepat untuk menjaga perdamaian. Terlebih menjelang masa kampanye pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang akan mulai berlangsung sejak Minggu (23/9/2018).

“Menjelang tahun politik 2019, saya mengajak kita semua untuk selalu menjaga iklim persatuan sebagai sebuah bangsa. Kita memiliki keberagaman budaya, kepercayaan, dan cara pandang, itu semua adalah aset yang bisa memperkuat kita sebagai bangsa," kata Nyoman di Jakarta, Jumat (21/9/2018).

Dalam keterangan pers yang Kompas.com terima, Sabtu (22/9/2018), Nyoman kemudian meminta semua pihak untuk menjadi teladan dalam menyemai nilai-nilai toleransi.

Ia pun menceritakan kegiatan hasil kerja sama Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) dengan Paritas Institut dalam membangun budaya toleran. Salah satunya adalah lokakarya Penggerak Perdamaian di berbagai daerah di Indonesia.

(BACA JUGA: Terbukti, KKN Tematik Revolusi Mental Ubah Masyarakat Jadi Lebih Baik)

Contohnya di Purwokerto. Kata dia, di sana banyak pemuda bangsa yang antusias untuk membangun dialog dan memupuk toleransi.

"Para pemuda lintas iman di sana saling berkunjung ke berbagai tempat ibadah dan pesantren dengan misi membangun keharmonisan dan perdamaian antar umat beragama. Semangat mereka perlu ditiru,” tutur Nyoman.

Sikap seperti itu, lanjut dia penting ditekankan karena negara ini mutlak merupakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila.

Oleh karena itu, Nyoman mengatakan bahwa tugas kita semua adalah untuk terus meningkatkan perilaku yang mendukung kehidupan demokrasi Pancasila.

Ia pun mengingatkan untuk terus merawat budaya damai di NKRI agar tidak dirusak dengan praktik-praktik intoleran yang sarat dengan kekerasan oleh beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab.

Untuk mencegah hal yang seperti itu terjadi, Nyoman mengingatkan akan pentingnya tenggang rasa dan menahan diri untuk tidak berbuat menyakiti orang lain, baik dalam bentuk fisik maupun verbal.

“Mengamalkan Pancasila itu bisa dimulai dari hal yang sederhana. Misalnya biasakan untuk membantu, senyum dan sapa tanpa memandang perbedaan identitas ataupun pandangan politik,” pungkasnya.

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com