Advertorial

Kisah Guru Honorer yang menguliahkan 5 Anak Hingga ke Jepang

Kompas.com - 25/10/2018, 22:16 WIB

Suharni (54 tahun) adalah sosok guru honorer yang pantang menyerah. Setelah suaminya meninggal karena Hepatitis, ia harus menghidupi anak-anaknya dengan penghasilan Rp 165 ribu perbulan. Namun, hal tersebut tak menghalangi tekad Suharni menyekolahkan lima putrinya hingga perguruan tinggi. Bahkan si sulung telah meraih gelar doktor dari Jepang.

”Kalau dihitung secara matematika ndak mungkin ketemu. Tapi matematikanya Allah kan ndak begitu,” tutur Suharni ketika ditanya bagaimana cara membiayai pendidikan putri-putrinya.

Di awal bekerja pada tahun 2005 sebagai guru honorer, gaji yang diterima amat minim. Padahal dia harus membiayai kuliah dua putrinya. Si sulung, Retno  Wahyu Nurhayati Ph.D kala itu kuliah di Institut Pertanian Bogor, dan  putri kedua, Novia Dyah Kusumadewi, di Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo.

”Malam kadang ndak bisa tidur mikir biaya kuliah dan sekolah anak-anak,” kenang guru honorer di SMK Muhammadiyah 6 Gemolong, Sragen, Jawa Tengah ini.

Suami Suharni meninggal pada saat Retno kelas 3 SMP dan si bungsu, Janita Dyah Kusuma berumur dua tahun. Kematian sang suami membuat Suharni harus mengambil alih peran dan tanggung jawab. Dia merangkap sebagai ibu sekaligus ayah.

Untuk menambah penghasilan, Suharni membuka toko kelontong di depan rumah. Sambil menunggu toko, ia menemani anak-anaknya belajar. Dia menggelar tikar untuk belajar bersama.

Jerih payah Suharni mengantarkan seluruh putrinya berkuliah. Ia kini tersenyum bangga ketika Retno, sang sulung berhasil meraih gelar S2 dan S3 di Osaka University, Jepang. Bahkan, pada 2017 lalu, Retno yang bekerja di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mendapatkan penghargaan L’Oreal-Unesco For Women in Science National Fellowship Awards.

Gadis Difabel Juara Piano

- -

Cerita menginspirasi lainnya datang dari Allafta Hirzi Sodiq atau akrab disapa Zizi. Anak sulung pasangan Jafar Sodiq (34) dan Nur Afifah (34) ini merupakan gadis difabel dengan segudang prestasi. Anak kelahiran Jakarta, 29 Mei 2008 ini memperoleh medali emas pada Asia Art Festival kelima di Singapura. Ia juga meraih penghargaan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai The Best Inspiring Survivor Outsanding Talent tahun 2017.

Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga, Sukiman mengatakan keberhasilan Retno dan Zizi tak lepas dari peran keluarga. Kedua orang tuanya terlibat aktif dalam pendidikan anak-anak mereka. “Keluarga adalah pendidik yang pertama dan utama. Pilar keluarga menjadi kunci keberhasilan pendidikan anak,” ujarnya.

Sukiman berharap, pemerintah daerah, masyarakat, perusahaan swasta dan BUMN turut terlibat dalam program pendidikan keluarga. Misalnya dengan menggelar seminar pendidikan keluarga (parenting) bagi masyarakat sekitar wilayah usaha sebagai bagian dari Corporate Social Responsibility (CSR). “Swasta memiliki peran yang amat besar dalam penyebarluasan program pendidikan keluarga. Pemerintah tidak dapat bergerak sendiri, butuh kolaborasi dengan berbagai pihak,” ajak Sukiman.   

Untuk menginspirasi para keluarga lain di Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga memberikan Apresiasi kepada orang tua Retno, Zizi, dan delapan orang tua lain yang dinilai menginspirasi. Selain itu, Kemdikbud juga memberi penghargaan kepada para pemenang lomba jurnalistik dan blog pendidikan keluarga, Sekolah Sahabat Keluarga, dan pemenang lomba film pendek pendidikan keluarga. 

Penghargaan tersebut diberikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada kegiatan Apresiasi Pendidikan Keluarga, di Jakarta 25 Oktober 2018. Penghargaan ini diharapkan dapat menginspirasi keluarga Indonesia untuk terlibat aktif dalam pendidikan anak-anak. Adapun kisah tentang Retno, Antoni dan belasan keluarga inspiratif lainnya dapat dinikmati selengkapnya di laman https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id ***

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com