Advertorial

Listrik, Fintech, dan Desa Jadi Tiga Aspek Penting Dalam Meningkatkan Daya Saing Industri Indonesia

Kompas.com - 09/11/2018, 11:40 WIB

Teknologi kini tengah mendekonstruksi berbagai nilai. Status quo dari pakem-pakem lama yang telah dibangun pun perlu dirumuskan kembali. Tidak heran bila stabilitas ekonomi menjadi sebuah mitos. Risiko bisnis yang semakin besar, kekacauan, diskontinuitas, dan ketidakpastian adalah resiko yang mengintai dan menuntut setiap organisasi untuk selalu siaga setiap saat.

Walaupun demikian, perubahan teknologi ini memberikan peluang tersendiri bagi Asia, khususnya Indonesia untuk muncul sebagai kekuatan ekonomi baru. Berdasarkan data yang dihimpun oleh World Bank, sejak reformasi hingga tahun 2016 lalu, peringkat produk domestik bruto (PDB) Indonesia mengalami kenaikan dari urutan ke-27 ke posisi 16. World Bank bahkan memprediksi Indonesia dapat memasuki peringkat 10 besar di tahun 2030 mendatang.

Agar prediksi tersebut menjadi kenyataan, daya saing industri perlu ditingkatkan oleh semua para pemangku kepentingan. Adaptasi terhadap revolusi industri 4.0 dan iklim investasi yang ramah pun menjadi dua syarat mutlak yang harus dipenuhi.

Pemenuhan kebutuhan listrik

Tercatat pada Juni 2018 ini, rasio elektrifikasi di Indonesia telah mencapai 97,13 persen. Artinya, tersisa 2,87 persen wilayah di Indonesia yang belum tersentuh listrik. Syamsul Huda mengungkapkan bahwa pihaknya secepat mungkin akan meningkatkan rasio ini menjadi 100 persen.

“Untuk meningkatkan jumlah investasi, ada 10 parameter, salah satunya supply listrik di negara terkait. Oleh karena itu, PLN sejak tahun 2015 telah berfokus membuat proyek 35.000 MW dan berusaha meningkatkan rasio elektrifikasi demi kemajuan Indonesia,” kata Syamsul Huda selaku Direktur PT PLN (Persero) ketika menjadi pembicara dalam salah satu rangkaian acara Kompas100 CEO Forum 2018 yang berkolaborasi dengan Bukalapak. BukaTalks yang dilaksanakan di Plaza City View, Jakarta (06/11/18) lalu mengangkat tema Indonesia 2030: Berenergi dan Berdaya Saing.

Selain itu, tugas PLN dalam mendorong pertumbuhan industri dan ekonomi adalah meningkatkan keandalan listrik di Indonesia.Pasokan listrik di tiap daerah akan terus ditingkatkan sehingga menjadi berlapis. Dengan demikian, pemadaman yang disebabkan oleh gangguan atau pekerjaan pemeliharaan tidak akan terjadi lagi.

“Listrik memudahkan kehidupan kita, bukan hanya untuk hal konsumtif seperti menonton televisi dan bermain gadget., tetapi juga hal produktif lainnya seperti membuat usaha berbasiskan energi listrik. Era internet ini menjadi peluang tersendiri bagi generasi muda untuk berkontribusi dalam kemajuan sosial ekonomi Indonesia,” tutur Syamsul.

PLN juga  terus berupaya mendorong roda perekonomian bisnis dan industri utk mnigkatkan iklim invesitasi. Selain menyediakan infrastruktur kelistrikan di sisi hulu, Di sisi hilir juga PLN menyediakan Layanan Satu Pintu untuk meningkatkan pelayanan.

World Bank pun menyatakan, Tingkat kemudahan mendapat listrik (getting electricity) di Indonesia meningkat setiap tahunnya, yakni dari peringkat 61 pada 2016, menjadi peringkat 38 pada 2018. Getting Electricity sendiri merupakan salah satu indikator survey kemudahan berbisnis (ease of doing business). Artinya, dengan semakin mudahnya konsumen mendapatkan listrik, maka semakin mudah pula mereka berbisnis di Indonesia.

Peran penting sektor financial technology

Di sisi lain, kehadiran financial technology (fintech) juga turut berperan dalam meningkatkan daya saing industri di Indonesia. Model bisnis ini memberikan layanan yang tidak dapat dipenuhi oleh bank konvensional yang dibatasi oleh regulasi. Padahal, kebutuhan keuangan (funding cap) di Indonesia mencapai Rp 1.649 triliun, sementara bank hanya mampu memenuhi Rp 660 triliun. Terdapat jurang sebesar Rp 998 triliun yang masih perlu dipenuhi. Di posisi itulah fintech hadir untuk mengisi kekosongan tersebut sehingga kebutuhan masyarakat akan modal bisa dipenuhi.

“Peran fintech adalah mendemokratisasi financial solution. Kita mempertemukan supply dan demand. Sampai saat ini, fintech sudah mendistribusikan dana sebesar 7 trilun dalam kurun waktu 2 tahun. Angka tersebut tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan dampak ekonomi yang dihasilkan,” kata Benedicto Haryono selaku CEO KoinWorks di kesempatan yang sama.  

Ia pun menambahkan bahwa sejauh ini setiap investee di platform-nya mendapatkan kenaikan profit mencapai 60 persen per bulan. Jadi bisa disimpulkan bahwa hadirnya fintech pun membantu menggerakkan roda ekonomi di Indonesia.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM)

Namun, peran pemerintah dan pihak pengusaha pun perlu diiringi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Dibutuhkan manajemen SDM yang baik agar kemajuan tidak tersentralisasi di kota-kota besar saja. Banyuwangi adalah salah satu contoh konkret bagaimana sumber daya manusia yang berkualitas bisa dibentuk dan dikelola sehingga memajukan daerahnya.

Abdullah Azwar Anas selaku Bupati Banyuwangi menyadari bahwa untuk menciptakan terobosan, Banyuwangi harus fokus kepada aspek tertentu, misalnya alam dan kebudayaan. Dua aspek tersebut menjadi nilai jual utama yang perlu dikembangkan agar citra Banyuwangi bisa terangkat di mata dunia.

“Dulu Banyuwangi dikenal sebagai tempat dukun santet. Tetapi kami mau ubah citra itu. Experience marketing menjadi strategi yang kita pilih. Kita buat acara internasional agar para turis asing mau datang ke sini,” tuturnya.

Akan tetapi, strategi marketing yang jitu pun tidak cukup jika fakta di lapangantidak sesuai dengan apa yang dipromosikan. Karenanya, pemerintah daerah Banyuwangi memulainya dengan berfokus pada pengelolaan sumber daya manusia melalui kampung digital yang menjadi tempat bagi anak muda untuk mengasah kreativitasnya.

Pada tahap selanjutnya, dilaksanakan festival tingkat internasional seperti Gandrung Sewu dan Tour De Banyuwangi. Tidak seperti di kota-kota besar yang menggunakan event organizer, Banyuwangi mengandalkan anak mudanya untuk mengorganisir keseluruhan acara. Dengan demikian, mereka akan mendapatkan pengetahuan dari pengalaman tersebut.

Pengelolaan sumber daya manusia yang baik pada akhirnya membuat Banyuwangi mampu bersaing secara global. Hingga saat ini, Banyuwangi telah memiliki77 acara rutin berskala internasional setiap tahunnya. Penerbangan domestik dan internasional pun terus dibuka di bandara Banyuwangi. Pada akhirnya, pendapatan per kapita masyarakat Banyuwangi pun meningkat. Contohnya di industri batik yang tadinya Rp 5-10 juta per bulan menjadi Rp 200 juta per bulan.

“Konsistensi, skala prioritas, dan pengelolaan SDM yang baik menjadi tiga syarat utama yang harus kita terapkan untuk kemajuan sosial ekonomi di Indonesia. Saya pun percaya bahwa ke depannya akan terjadi desentralisasi, desa akan memiliki peran penting bagi kemajuan industri di negeri ini,” pungkas Anas.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com