Advertorial

Arbain Rambey dan National Geographic Buktikan Kualitas Fotografi vivo V15

Kompas.com - 15/04/2019, 15:48 WIB

Fotografi sudah menjadi aktivitas lumrah pada era ini. Siapa pun, di mana pun, dan kapan pun dapat mengabadikan momen yang dimiliki. Tren ini terjadi karena meningkatnya kualitas dan fitur yang ada pada kamera smartphone. Akan tetapi persepsi masyarakat terhadap standarisasi foto yang baik masih didasarkan pada alat fotografi yang digunakan, yakni kamera DSLR atau mirrorless. Kamera smartphone masih dipandang sebelah mata dikarenakan adanya anggapan bahwa fungsi utama smartphone adalah sebagai alat komunikasi, bukan fotografi.

Oleh karena itu, belum lama ini PT Vivo Mobile Indonesia (Vivo Indonesia) dan National Geographic Indonesia mengadakan kontes foto online bertema “Go Wider Go Up”  untuk menunjukkan kapabilitas kamera smartphone yang dapat menandingi DSLR atau mirrorless. Dari sebanyak 7.795 karya fotografi yang masuk pada kontes foto online tersebut, akhirnya terpilih 20 finalis yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Pameran fotografi ?Go Wider Go Up? yang digelar selama lima hari berturut-turut pada 9-14 April 2019 di Kota Kasablanka, Jakarta Selatan.KOMPAS.COM/Iswara Aji Pratama Pameran fotografi ?Go Wider Go Up? yang digelar selama lima hari berturut-turut pada 9-14 April 2019 di Kota Kasablanka, Jakarta Selatan.

Para finalis kemudian ditantang untuk menggunakan vivo V15 dalam mengabadikan momen di daerah tempat tinggal masing-masing. Dalam penugasan ini, setiap fotografer diharuskan untuk memanfaatkan salah satu keunggulan vivo V15, yaitu fitur wide angle. Tidak disangka, semua hasil karya para finalis melebihi ekspetasi pihak penyelenggara, baik itu dari segi angle maupun komposisi foto. Begitu juga dengan kreativitas serta kualitasnya.

Untuk memperlihatkan bakat para finalis dan juga kemampuan sesungguhnya dari kamera vivo V15, semua foto dipamerkan selama lima hari berturut-turut, tepatnya pada 9-14 April 2019, di Kota Kasablanka, Jakarta Selatan. Kualitas ketajaman dan warna foto yang dihasilkan tidak berbeda dengan DSLR atau mirrorless. Wajar saja, sebab vivo V15 dilengkapi dengan 32MP Pop-Up Camera dan AI Triple Camera.

Tidak hanya itu saja, smartphone ini juga dilengkapi dengan tiga kamera belakang, yaitu 12MP Dual-Pixer Sensor yang mampu menangkap hasil jernih dalam keadaan cahaya minim, 8MP AI Super Wide-Angle, dan 5MP Depth Camera. Ditambah lagi dengan tiga jenis lensa, yakni normal, wide, dan bokeh.   

Enam dari 20 hasil karya para finalis kontes fotografi ?Go Wider Go Up? yang digelar selama lima hari berturut-turut pada 9-14 April 2019 di Kota Kasablanka, Jakarta Selatan.KOMPAS.COM/Iswara Aji Pratama Enam dari 20 hasil karya para finalis kontes fotografi ?Go Wider Go Up? yang digelar selama lima hari berturut-turut pada 9-14 April 2019 di Kota Kasablanka, Jakarta Selatan.

Pada hari terakhir pameran, vivo Indonesia dan National Geographic Indonesia juga mengadakan acara talkshow bertema “Smartphone Photography”. Bertempat di Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, talkshow ini menghadirkan dua pembicara terkemuka, yaitu Arbain Rambey selaku fotografer senior Harian Kompas dan Didi Kaspi selaku Pemimpin Redaksi National Geographic Indonesia pada Minggu (14/4/2019).

Pembahasan dimulai dengan penyebab lambatnya tren fotografi smartphone yang kemudian dilanjutkan tips-tips dalam mengambil foto dengan menggunakan smartphone agar gambar yang dihasilkan berkualitas baik.

 “Kemarin saya ke Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur. Saya cuma bawa vivo V15. Hasil fotonya? Tidak berbeda dengan DSLR. Kamera smartphone sekarang sudah canggih, Banyak fitur yang bisa kita gunakan untuk mendukung hasil foto yang baik,” kata Arbain.

Arbain pun menambahkan bahwa soal teknologi, semua kamera punya kualitas yang sama. Perbedaan hanya terletak pada sensor saja. Kelemahan yang ada dalam smartphone terdapat pada posisi kameranya. Masalah lainnya adalah intensitas penggunaan kamera smartphone yang tinggi tidak diiringi dengan perawatan rutin. Padahal, para pengguna smartphone hanya  perlu membersihkan smartphone dari minyak wajah atau debu, khususnya di area sekitar lensa.

Pada praktiknya, proses pengambilan gambar pada smartphone harus dilakukan dengan tenang agar gambar tidak blur. Sebab, fitur shutter speed yang ada belum sebaik kamera DSLR. Itulah kenapa foto-fotoyang bertema atau berkaitan dengan olahraga berkecepatan tinggi masih belum bisa ditangkap secara layak menggunakan kamera smartphone.

“Setiap barang pasti punya kelemahan, oleh karena itu kita harus tahu cara mengakalinya. Misalnya untuk lawan backlight, karena jarak lensa dengan sensor dekat, kita harus atur sendiri gelap terang gambar dengan menekan layar hp untuk menyesuaikan cahaya. Tetapi saya percaya bahwa ke depannya perkembangan teknologi akan menghilangkan masalah ini,” kata Arbain.

Sementara itu, Didi menjelaskan bahwa tren fotografi melalui smartphone menjadi lambat karena terjadi mental block di dalam diri masyarakat. Padahal, jumlah foto yang diunggah ke dalam internet mencapai 95 juta per harinya dan sekitar 80 persen berasal dari perangkat smartphone. Hal ini membuktikan bahwa aktivitas fotografi telah menjadi tren yang signifikan dan akan menjadi habit ke depannya.

“Memfoto dengan menggunakan kamera smartphone bukan hal remeh. Sama seperti DSLR atau mirrorless, kita perlu tahu komposisinya. Apalagi kita terbiasa melihat dengan viewfinder dan harus diganti ke layar, itu perlu penyesuaian,” kata Didi.

Penggunaan smartphone untuk memfoto atau merekam gambar menjadi krusial ketika keadaan lingkungan yang tidak mendukung. Kondisi ramai orang dan gelap membuat kamera konvensional tidak dapat bergerak secara leluasa. Namun, dari segi profesi, misalnya wartawan, kamera smartphone sangat membantu mereka dalam bekerja.

“Karena mindset kita soal smartphone dan kamera DSLR membuat kita banyak kehilangan momen berarti. Kita menjadi terbatas dalam mengeksplorasi peristiwa. Padahal, smartphone lebih unggul dari segi keringkasan dan didukung oleh aplikasi lain untuk mengedit dan menyebarkan sebuah gambar,” tutur Didi.

Fografer senior dari Harian Kompas, Arbain Rambey, bersama Pemimpin Redaksi National Geographic Indonesia, Didi Kaspi, pada sesi talkshow dalam rangkaian acara ?Go Wider Go Up? yang digelar pada Minggu (14/4/2019) lalu di Kota Kasablanka, Jakarta Selatan.KOMPAS.COM/Iswara Aji Pratama Fografer senior dari Harian Kompas, Arbain Rambey, bersama Pemimpin Redaksi National Geographic Indonesia, Didi Kaspi, pada sesi talkshow dalam rangkaian acara ?Go Wider Go Up? yang digelar pada Minggu (14/4/2019) lalu di Kota Kasablanka, Jakarta Selatan.

Hadir pada kesempatan yang sama, General Manager for Digital and Partnership PT Vivo Mobile Indonesia Fachryansyah Farandy mengatakan bahwa vivo selalu menciptakan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, sebuah teknologi tidak hanya dikatakan canggih, tetapi juga mampu berkontribusi secara nyata terhadap aktivitas penggunanya.

Misalnya saja lima tahun ke belakang, vivo lebih fokus pada teknologi kamera untuk selfie. Oleh sebab itu, kamera yang disematkan pada smartphone-nya memiliki kualitas megapixel besar dan didukung oleh beragam lensa. Pada akhir 2017, permintaan masyarakat pun bergeser ke kamera belakang. Maka vivo pun menciptakan fitur kamera belakang yang mumpuni dalam menghasilkan gambar terbaik.

“Kemudahan untuk pengguna bukan lagi fokus kami, karena vivo sudah melakukannya dari awal. Sekarang kami ingin para pengguna bisa eksplorasi teknologi vivo Artificial Intelligence yang dapat membuat hasil foto menjadi lebih impresif,” ujar Fachry. (IAP)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com