Setelah pengembangan infrastruktur yang ditekankan pada tahun lalu, pada tahun ini pembangunan dan penguatan karakter SDM Indonesia menjadi fokus pemerintah. Hal ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy saat pembukaan perayaan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di lobi Gedung A, Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Jakarta,Jumat (26/4/2019).
“Tanggung jawab Kemendikbud dalam pengembangan SDM di Indonesia adalah pertama ditekankan pada penguatan karakter yang ditekankan pada pendidikan level prasekolah, SD, dan SMP. Sementara itu, untuk persiapan kerja ditekankan pada jenjang SMK dan SMA. Ini merupakan peta jalan pembangunan manusia Indonesia untuk menyongsong masa depan yang lebih baik,” jelas Muhadjir.
Dalam rangka pembangunan SDM Indonesia tersebut, salah satu langkah pemerintah adalah dengan merevitaliasi pendidikan vokasi. Mengapa? Sebab, tenaga kerja yang berdaya saing dan terampil salah satu di antaranya dilahirkan dari pendidikan dan pelatihan vokasi yang bermutu serta relevan dengan tuntutan dunia usaha dan industri (DU/DI) yang terus menerus berkembang. Namun, data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017 menunjukkan, proporsi pengangguran terbesar adalah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 9,84 persen.
Melihat kondisi tersebut, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menginstruksikan perombakan sistem pendidikan dan pelatihan vokasi, dan pemerintah harus melakukan reorientasi pendidikan dan pelatihan vokasi ke arah demand driven. Melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016, Presiden menegaskan perlunya revitalisasi SMK untuk meningkatkan kualitas SDM.
Inpres tersebut menugaskan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk membuat peta jalan pengembangan SMK; menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai pengguna lulusan (link and match).
Selain itu, Kemdikbud juga bertugas untuk meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan SMK; meningkatkan kerja sama dengan kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, dunia usaha dan dunia industri; serta meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK; dan membentuk kelompok kerja pengembangan SMK.
Revitalisasi SMK diberlakukan untuk bidang kemaritiman, pertanian, industri kreatif, pariwisata, teknologi rekayasa, energi pertambangan, teknik informasi dan komunikasi, kesehatan dan pekerjaan sosial, serta bisnis manajemen.
Sementara itu, untuk isu strategis yang diprioritaskan terdapat enam hal, yakni penyelarasan dan pemutakhiran kurikulum; inovasi pembelajaran; pemenuhan dan peningkatan profesionalitas guru dan tenaga kependidikan; dan kemitraan sekolah dengan DU/DI dan perguruan tinggi; standardisasi sarana dan prasarana utama; dan penataan/pengelolaan kelembagaan.
Secara teknis, program revitalisasi pendidikan vokasional akan dilakukan oleh Kemdikbud dengan merevitalisasi sebanyak 569 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang terdiri dari 300 SMK revitalisasi utama dan 269 SMK yang disentuh dengan program revitalisasi lainnya. Selain itu, ada sebanyak 3.000 SMK yang akan mendapatkan program pengembangan pendidikan vokasi lainnya.
Revitalisasi SMK saat ini
Sekitar tiga tahun terakhir, Kemendikbud beserta stakeholder terkait menjalankan revitalisasi pendidikan vokasi SMK. Direktur Pembinaan SMK Kemdikbud M Bakrun menyampaikan tantangan yang dihadapi dalam revitalisasi SMK ini adalah ketersediaan dukungan anggaran yang memadai untuk mendukung bidang garapan revitalisasi terutama untuk standarisasi sarana prasarana.
“Oleh karena itu, upaya yang dilakukan adalah kami melakukan advokasi agar pihak-pihak terkait bisa mendukung revitalisasi SMK termasuk kami mendukung Kementerian Perindustrian yang menginisiasi pemberian super tax deduction bagi perusahaan yang berkontribusi dalam program vokasi/revitalisasi SMK. Hal tersebut dimaksudkan agar menarik industri untuk lebih berperan dan memberikan dukungan kepada SMK,” terang Bakrun.
Meski terdapat tantangan, capaian yang cukup membanggakan mulai dirasakan sejak terlaksananya revitalisasi SMK pada 2017. Dari salah satu isu strategis, yaitu kemitraan sekolah dengan DU/DI dan perguruan tinggi misalnya. Sebanyak 3.930 SMK yang terdiri dari 655 SMK induk dan 3.275 SMK aliansi telah melakukan Penyelarasan Kejuruan yang link and match dengan dunia industri melalui penyiapan kurikulum implementasi di SMK serta optimalisasi kerja sama dengan DU/DI.
Mereka terdiri dari 90 SMKBidang Kemaritiman, 90 SMKBidang Pariwisata, 160 SMKBidang Agribisnis dan Agroteknologi, 215 SMKBidang Teknologi dan Rekayasa, Energi dan Pertambangan, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bisnis dan Manajemen, serta Seni dan Industri Kreatif. Selain menambah jaringan kemitraan dengan DU/DI, Kemendikbud juga melakukan upaya sertifikasi untuk meningkatkan rekognisi daya saing kerja di dalam maupun di luar negeri.
“Kami juga berkoordinasi dan berkolaborasi dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan tentunya didukung secara penuh oleh Kemenaker. Saat ini sudah ada 863 LSP-P1 SMK yang telah mendapatkan lisensi dari BNSP. Kami mendorong agar tahun ini bisa bertambah menjadi 1.200 LSP-P1 SMK yang terlisensi, sehingga akses sertifikasi kompetensi bagi SMK terus bertambah. Sejumlah 142 kompetensi keahlian di SMK telah tersedia skema sertifikasi kompetensi kualifikasi level II dan III,” papar Bakrun.
Selain itu, untuk memperkuat keahlian para lulusan SMK, Indonesia yang diwakilkan Kemdikbud melaksanakan program kerja sama dengan Belanda, khususnya untuk pengembangan SMK Bidang Pertanian. Hal ini merupakan komitmen berkelanjutan dan telah disepakati bahwa dukungan kedua belah pihak untuk dua SMK yang menjadi pilot project akan dilakukan selama tiga tahun dan dimulai sejak 2018 lalu.
“Teaching factory di SMK pilot project telah berjalan dengan baik. Di SMKN 5 Jember produknya berupa benih tanaman buah-buahan yang berstandar industri. Sedangkan di SMKN 2 Subang, produknya berupa sayur-sayuran yang langsung di pasarkan melalui supermarket mitra SMK atau secara langsung ke masyarakat. Dan juga, sesuai komitmen tahun ini, kami dalam proses mengidentifikasi bersama pihak Belanda untuk scaling up pilot project ke-30 SMK,” jelas Bakrun.
Sementara itu, semenjak revitalisasi SMK dilakukan, secara perlahan tapi pasti adalah tingkat penyerapan kerja lulusan SMK yang makin meningkat tiap tahun. Pada 2016, lulusan SMK yang terserap kerja berjumlah 12,1 juta, pada 2017 meningkat menjadi 12,5 juta, dan pada 2018 mencapai jumlah 13,6 juta.
Artikel ini ditulis oleh Achdiyati Sumi