Advertorial

Perubahan 3 PSAK Efektif Diterapkan Tahun 2020, Pemerintah dan OJK Gencar Lakukan Sosialisasi

Kompas.com - 16/05/2019, 16:15 WIB

Sosialisasi terhadap perubahan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 mengenai Instrumen Keuangan, PSAK 72 mengenai Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan, dan PSAK 73 mengenai sewa terus gencar dilakukan.

Ketiga perubahan PSAK yang mengacu pada International Financial Reporting Standars (IFRS) 9, 15, dan 16 ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan dan mempermudah investor atau lembaga internasional dalam memahami penyajian laporan tersebut. Ketiga PSAK ini akan diterapkan secara efektif pada tahun 2020 mendatang.

Oleh karena itu, seluruh stakeholder baik itu pemerintah, emiten, dan otoritas di Indonesia perlu melakukan antisipasi dan mitigasi risiko dengan melakukan penyamaan interpretasi dan kompetensi agar proses penyesuaian pada perubahan ini dapat berjalan lancar.

“Standar ini merupakan hasil dari profesi yang diadopsi dari IFRS sebagai bagian dari international best practice. Akan ada 3 bidang yang bersentuhan langsung yakni entitas manajemen, KAP, dan Stakeholder. Kita ingin adanya harmonisasi dari proses perubahan ini, sebab esensinya itu tetap pada kepastian akan perekonomian yang stabil dan berkelanjutan,” kata Mardiasmo selaku Wakil Menteri Keuangan RI.

Hal tersebut dipaparkannya ketika menjadi keynote speaker pada acara diskusi “Implementasi Standar Keuangan Baru PSAK 71, 72, 73” di Hotel JS Luwansa Jakarta pada Kamis (09/05) lalu.

Pembukaan diskusi pun dilanjutkan dengan paparan dari Hoeson selaku Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Gatot Trihargo selaku Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Jasa Konsultasi Kementerian BUMN.

Sesi diskusi yang diisi oleh empat narasumber yang berasal dari empat institusi yakni Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI), PT Telekomunikasi Indonesia, OJK, dan Deloitte Indonesia.

Djohan Pinnarwan selaku Ketua DSAK menyebutkan bahwa perubahan PSAK 71 akan berdampak pada industri keuangan karena IFRS 9 yang diadopsi pada PSAK ini muncul karena fenomena krisis global pada 2008 lalu.

Too late and too little, itu keadaan instrumen keuangan yang ada pada tahun 2008. Dampaknya adalah tidak adanya sinyal dari pasar mengenai tagihan yang tidak collectable atau bisa ditagih sedari awal. Sebab PSAK 55 yang dijadikan acuan sebelumnya hanya mengadakan cadangan jika ada kerugian dari incurred loss,” kata Djohan.

Oleh karena itu, PSAK 71 berprinsip pada expected loss atau kerugian yang diprediksi, sehingga dapat memitigasi risiko kerugian perusahaan. Financial Services Industry Leader dan Audit Advisory Leader Deloitte Indonesia Rosita Sinaga pun menegaskan bahwa penerapan PSAK 71 ini tidak hanya berdampak signifikan pada perusahaan perbankan dan perusahaan pembiayaan, tetapi juga pada perusahaan di luar industri tersebut yang memiliki piutang lebih dari satu tahun.

- -

Selanjutnya, pada PSAK 72 tentang Akuntansi Pendapatan merupakan revolusi besar dalam mengatur model pengakuan pendapatan dari kontrak dengan pelanggan. Poinnya adalah pengakuan pendapatan hanya bisa dilakukan setelah adanya serah terima. Transaksi yang ada diperlakukan sebagai finance lease sehingga pencatatan aset dan liabilitas pada neraca menjadi keharusan. 

“PSAK 72 ini diberlakukan untuk semua industri. Namun, untuk beberapa industri memang terkena pengaruh yang cukup besar seperti ritel, telekomunikasi, atau pengembang, sebab mereka harus menunda pengakuan pendapatan sampai nanti serah terima dilakukan,” kata Rosita.

Rosita pun menganalogikan perubahan pada ketiga PSAK ini seperti piksel pada kamera. Jika dahulu informasi dapat terlihat cantik karena piksel yang digunakan masih belum tajam, sementara sekarang dengan standarisasi yang lebih komprehensif maka cacat sedikit pun akan dapat terlihat.

Sementara itu, penerapan PSAK 73 berkaitan langsung dengan transaksi sewa. Sebelumnya, PSAK 30 dinilai tidak mampu merepresentasikan secara tepat transaksi penyewaan. Model tersebut tidak mensyaratkan penyewa untuk mengakui aset dan liabilitas yang timbul dari sewa operasi. Karenanya, pada PSAK 73 ini setiap transaksi sewa masuk on balance sheet atau dicatatkan dalam neraca.

Dalam kesempatan yang sama, Chief Financial Officer PT Telekomunikasi Indonesia Harry M Zen menceritakan pengalamannya dalam menerapkan PSAK 71 dan 72 sejak tahun 2018. Menurutnya, peran dan komitmen top management sangat penting dalam proses perubahan ini. Dampaknya pun bukan hanya di unit keuangan, namun sampai ke unit bisnis dan legal.

“Kami mulai dari tahun 2016, tetapi itu masih belajar. Intinya jangan takut salah sebab auditornya pun juga belajar. Kami bentuk Satgas pada awalnya. Lalu, 2017 kami buat satu unit yang dedicated untuk fokus pada standar baru ini. Kami butuh 2 tahun untuk mengimplementasikan ini,” kata Harry.

Ia pun melanjutkan bahwa kesulitan yang dihadapi terletak pada volume pekerjaan yang sangat besar. Telkom memiliki unit usaha yang banyak, sehingga belasan ribu kontrak harus diulas satu per satu. Bahkan, satu kontrak bukan hanya terdiri dari satu dokumen karena kerap terjadi amandemen pada kemudian hari.

Dengan kompleksitas tersebut, Harry menegaskan bahwa pekerjaan ini bukan menjadi tanggung jawab bagian keuangan semata karena imbasnya bisa ke sumber daya manusia, organisasi, proses bisnis, marketing, dan IT. Untuk Telkom, bagian keuangan, SDM, dan IT bekerja sama untuk menyelesaikan persoalan ini.

Event ini merupakan kolaborasi Kompas, Kompas 100, Kontan dan didukung oleh PricewaterhouseCoopers (PwC)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com