KOMPAS.com - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) yang diwakili Direktur e-Government, Bambang Dwi Anggono menghadiri rangkaian acara SIAP SPBE, pengenalan command center yang digelar Inixindo Jogja bersama Blue Power Technology.
Dalam acara itu, ia memaparkan bagaimana harusnya penyelenggaraan smart city di hadapan perwakilan BKD, Bappeda, dan Diskominfo seluruh Indonesia di kantor Inxindo Jogja pada 19 Juli 2019.
“Untuk menuju smart city diperlukan smart government, smart living, smart environment, smart society, smart economy, dan smart branding,” ujar pria yang akrab disapa Ibenk itu.
Ia melanjutkan, indikator keberhasilan Smart city tidak hanya bergantung sehebat apa layanan e-Gov, tetapi juga konsep penyelenggaraan kawasan melalui upaya-upaya yang inovatif. Smart city juga harus dari people. Hal inilah yang sering dilupakan oleh penyelenggara.
Pentingnya tenaga ahli di untuk mengendalikan sistem
Sebuah instansi harus mempunyai tenaga ahli yang mampu mengendalikan sistem. Ia mencontohkan ada banyak data center yang dikelola beberapa dinas di kabupaten atau kota, tetapi tidak semua memiliki ahli data center yang tersertifikasi.
Hal serupa juga terjadi pada pengelolaan software dan sistem e-Government dengan tidak adanya programer yang tersertifikasi. SDM dan sistem harus berjalan beriringan. Akan tetapi, saat ini banyak sekali instansi yang tidak punya tenaga ahli.
Ibenk memberikan contoh lain ketika ada sebuah situs web di suatu instansi, tetapi penanggung jawabnya dipindahkantugaskan ke bagian atau instansi lain. Hal itu membuat situs web yang awalnya berjalan regular menjadi terbengkalai.
Oleh karena itu menurut Ibenk, perlu sekali adanya SDM atau tenaga ahli untuk mengelola semua elemen yang dibutuhkan oleh e-Government. Smart City hanya akan terwujud dengan adanya smart people di belakangnya.