JAKARTA, KOMPAS.com - Milenial adalah terminologi generasi manusia yang lahir dalam rentang 1980-an sampai 2000-an.
Generasi tersebut jamak diperbincangkan oleh banyak kalangan di dunia dan kerap menjadi konsentrasi pada berbagai bidang karena keunikannya.
Disebut unik lantaran milenial lahir di tengah perkembangan peradaban yang cukup mencolok, khususnya dari segi teknologi digital atau bisa dikatakan mereka ini adalah generasi 'melek teknologi'.
'Melek teknologi' ditambah dengan semakin mudahnya dalam mengakses berbagai informasi membuat generasi milenial rentan terpapar banyak hal, salah satunya isu radikalisme.
Sebuah studi global yang diwartakan oleh Kompas.com, Jumat (17/5/2019) menyebutkan, internet sedikitnya memberikan beberapa dampak dalam penyebaran paham radikal.
Geliat penyebaran radikalisme pun dianggap semakin kuat dan meluas, bahkan sampai ke badan atau lembaga pemerintahan.
Dilansir Kompas.com, Selasa (9/7/2019), Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengatakan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melaporkan dua juta karyawan badan usaha milik negara (BUMN) berpotensi terpapar radikalisme.
Temuan BNPT tersebut tentu tidak bisa dianggap enteng, apalagi untuk Kementerian BUMN. Pasalnya, ini bisa mengancam Pancasila yang menjadi dasar negara dan falsafah bangsa Indonesia.
Usai menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan BNPT pada Maret 2019, Menteri BUMN Rini M. Soemarno menginstruksikan seluruh BUMN untuk melakukan upaya menangkal paham radikal di lingkungannya.
Dari banyaknya BUMN, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Persero menjadi yang pertama melaksanakan instruksi tersebut.
Adapun RNI merupakan BUMN yang bergerak di empat bidang usaha, yaitu agroindustri, farmasi dan alat kesehatan, perdagangan dan distribusi, serta properti, dengan total 11 anak perusahaan bernaung di bawahnya.
Menjawab instruksi Kementerian BUMN, RNI lantas mengimplementasikannya melalui kegiatan Launching Millenials RNI dengan tajuk 'Millenial Rising' di Gedung RNI, Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Direktur Utama RNI Didik Prasetyo mengungkapkan, selain karena instruksi Kementerian BUMN, acara ini bertujuan untuk membangun soliditas Millennials RNI dalam menghadapi persaingan bisnis di era teknologi informasi.
Pasalnya, saat ini 30 persen karyawan RNI merupakan generasi millennials yang tentunya memiliki peran yang sangat penting bagi kemajuan RNI.
Menurut Didik, dalam 11 tahun ke depan generasi millennials akan menjadi motor penggerak utama yang akan membawa perekonomian Indonesia ke arah lebih baik.
“Ini berdasarkan survei PricewaterhouseCoopers (PwC), pada 2030 posisi perekonomian Indonesia akan menempati peringkat kelima dunia,” ujar Didik.
Terkait hubungan milenial dengan teknologi informasi, Didik menuturkan, saking dekatnya mereka dengan gadget dan banyaknya informasi tersebar di sana, namun tidak didukung dengan literasi yang baik, maka informasi negatif sekalipun terserap begitu saja. Inilah yang bisa mengancam nasionalisme.
Atas pertimbangan tersebut, RNI menggandeng BNPT guna memaparkan langsung soal bahaya paham radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme yang dapat mengikis rasa cinta kepada Tanah Air
Lebih lanjut Didit menjelaskan, usai sosialisasi paham radikalisme, rencananya RNI akan membuat MoU dengan BNPT untuk memasukkan kurikulum Bela Negara.
"Nanti kita akan follow up melalui MoU dengan BNPT agar memasukkan pendidikan Bela Negara pada program pendidikan dan pelatihan (diklat) jenjang karir," terang Didit.
Adapun kurikulum tersebut nantinya akan diberikan kepada seluruh karyawan di 11 anak perusahaan yang bernaung di bawah bendera RNI.
Cakupannya pun luas, mulai dari jenjangBasic Management Development Program (BMDP),Middle Management Program Development (MMDP), hingga Strategic Management Development Program (SMDP).
"Harapannya, kurikulum Bela Negara dapat menumbuhkan kembali rasa nasionalisme dalam diri generasi milenial, khususnya pada lingkungan RNI Group," pungkas Didit.