Advertorial

Melindungi Bumi dengan Energi Terbarukan dan Konservasi

Kompas.com - 27/09/2019, 15:33 WIB

Saat ini, bumi menghadapi ancaman serius berupa kerusakan lapisan ozon dan perubahan iklim. Jika dibiarkan dan terus terjadi, semua kehidupan di muka bumi dapat musnah.

Kerusakan lapisan ozon menjadi ancaman serius karena fungsinya menghalangi radiasi ultraviolet dari matahari yang berbahaya bagi tanaman, hewan dan manusia menjadi terganggu.

Sementara itu, perubahan iklim mengakibatkan perubahan pola cuaca. Cuaca menjadi lebih ekstrem dan terjadi peningkatan temperatur di bumi. Dampaknya, antara lain, kemarau menjadi lebih panjang, curah hujan menjadi lebih tinggi, badai lebih sering terjadi, banjir ekstrem, serta kenaikan permukaan dan suhu air laut.

Yang akan terkena dampak paling besar akibat peningkatan suhu dan permukaan laut adalah wilayah pesisir pantai dan negara-negara kepulauan. Tentu saja ribuan pulau kecil dan wilayah pesisir pantai yang dimiliki Indonesia akan tenggelam sebagai dampak dari perubahan iklim tersebut.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan perubahan iklim telah memengaruhi setiap negara di setiap benua. Ini mengganggu ekonomi nasional dan memengaruhi kehidupan, merugikan banyak orang, masyarakat, dan negara pada hari ini, bahkan lebih banyak lagi pada masa depan.

- -
Energi terbarukan

Perubahan iklim dan kerusakan lapisan ozon disebabkan oleh peningkatan gas rumah kaca (GRK) salah satunya yang utama adalah emisi karbon dioksida (CO2).

Satu sumber terbesar peningkatan emisi karbon dari sektor energi adalah selama ratusan tahun manusia terus menerus melepaskan CO2 ke atmosfer dari pembangkit listrik menggunakan bahan bakar fosil, seperti batu bara, gas bumi, dan minyak bumi.

Saat ini, hampir semua negara termasuk Indonesia telah mulai memanfaatkan energi terbarukan sebagai pengganti energi fosil yang, dari sisi proses maupun penggunaannya, telah merusak lingkungan hidup serta memicu terjadinya perubahan iklim.

Sebagai upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dari sektor, Indonesia menghadirkan energi terbarukan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

PLTA yang dibangun oleh PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) tersebut untuk menggantikan peran pembangkit listrik tenaga diesel yang berbahan bakar fosil pada saat beban puncak di Sumatera Utara.

PLTA Batang Toru merupakan bagian dari pelaksanaan komitmen Pemerintah RI dalam Paris Agreement untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29 persen dengan usaha sendiri pada 2030.

Communications & External Affairs Director NSHE Firman Taufick mengatakan, PLTA Batang Toru ikut berkontribusi terhadap komitmen tersebut dengan mengurangi emisi karbon dioksida minimal sebesar 1,6 juta ton per tahun. Jumlah ini setara dengan kurang lebih kontribusi penyerapan karbon oleh 120.000 hektar wilayah hutan.

“Dengan memakai energi air, PLTA Batang Toru juga akan berkontribusi terhadap penghematan devisa sebesar 400 juta dollar AS per tahun karena tidak perlu lagi mengimpor bahan bakar diesel (fuel cost avoidance ),” kata Firman.

Kelebihan lain dari PLTA Batang Toru adalah menggunakan konsep run of the river system, mirip seperti micro hydro. Sistem operasionalnya disesuaikan dengan debit air yang mengalir di sungai. Tipe run of the river system tidak membendung air seperti halnya tipe PLTA reservoir, tetapi memanfaatkan air yang mengalir secara alamiah.

Berbeda dengan PLTA lain yang harus membangun waduk raksasa (reservoir) dengan luas area genangan ribuan hektar, PLTA Batang Toru hanya memerlukan kolam harian (daily pond) dengan penambahan area genangan hanya seluas 66 hektar. Dengan demikian, dampak terhadap aliran sungai di bagian hilir sangat minim, fluktuasi aliran sungai hampir tidak berbeda dengan kondisi normal.

Selain itu, pembangunannya menggunakan konsep irit lahan, hanya menggunakan lahan seluas 122 hektar dengan rincian yaitu luas bangunan 56 hektar dan luasan genangan maksimal 66 hektar. Lahan yang akan dipergunakan sebagai tapak struktur permanen tersebut setara 0,07 persen dari keseluruhan kawasan ekosistem Batang Toru. [*]

- -
Aksi PLTA Batang Toru Peduli Konservasi

Saat memakai energi air untuk pembangkit listrik, secara otomatis pengelola PLTA harus menjaga kelestarian ekosistem sekitarnya untuk menjaga kualitas dan kuantitas air yang menjadi bahan baku operasinya.

Dalam hal ini, PLTA Batang Toru telah secara aktif juga ikut menjaga dan mempertahankan program kelestarian kawasan Ekosistem Batang Toru melalui program peduli konservasi, termasuk satwa liar di dalamnya. Program tersebut dilaksanakan atas kerja sama dengan berbagai pihak, yaitu pemerintah daerah, akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat.

“Kami menyadari upaya konservasi kawasan ekosistem Batang toru tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga harus menjadi upaya bersama berbagai pihak,” kata Communications & External Affairs Director NSHE Firman Taufick.

Kemitraan dan dukungan berbagai pihak tersebut sangat penting karena dampak dari kerusakan ekosistem dirasakan semua pihak, termasuk satwa liar yang ada di dalam ekosistem. Program kemitraan terkini yang dilakukan adalah PLTA Batang Toru dengan PanEco (LSM internasional dari Swiss). Kemitraan tersebut atas keinginan kedua pihak yang memiliki tujuan yang sama dan di daerah konservasi yang sama untuk mendukung pemerintah Indonesia melestarikan ekosistem Batang Toru, termasuk spesies orangutan di dalamnya.

Nota kesepahaman(MoU) antara NSHE dan PanEco ditandatangani di Jakarta pada 22 Agustus 2019. MoU didukung sepenuhnya oleh Direktorat Jenderal (Dirjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Berdasarkan MOU tersebut, PT NSHE, PanEco, dan pemerintah Indonesia berkomitmen untuk langkah-langkah berupa membangun koridor habitat untuk menyambung kembali populasi orangutan Tapanuli yang sudah terfragmentasi. Mempertahankan konektivitas di area populasi orangutan berisiko terfragmentasi dan menjaga kelestarian hutan.

Kader konservasi

Upaya PLTA Batang Toru dalam konservasi ekosistem Batang Toru, termasuk satwa liar di dalamnya dilakukan juga dengan mengadakan pelatihan serta membentuk kader konservasi berbasis kearifan lokal.

Program yang mendapat dukungan penuh dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Wilayah III Sumatera Utara tersebut melibatkan sembilan desa di Kecamatan Sipirok dan Marancar. Pelatihan digelar pada 30 April–1 Mei 2019 di Dusun Sitandiang, Desa Bulu Mario, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan.

Firman berharap pelatihan tersebut dapat meningkatkan keterampilan masyarakat dalam rangka melindungi keberlangsungan hidup orangutan di Batang Toru.

Sementara itu, M Nasir Siregar, yang telah 15 tahun mengabdikan diri dalam perlindungan orangutan di Tapanuli Selatan, mengatakan, selama ini masyarakat Tapanuli Selatan sudah memiliki kearifan lokal dalam menjaga kelestarian alam, termasuk satwa liar di dalamnya seperti orangutan.

Aksi nyata lainnya yang telah dilakukan PLTA Batang Toru adalah memperkenalkan upaya konservasi kepada generasi muda. Dalam program ini, PLTA Batang Toru bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, BBKSDA Sumatera Utara, dan sejumlah lembaga melakukan edukasi kepada 300 siswa di Kabupaten Tapanuli Selatan mulai dari tingkat TK hingga SMA.

Bupati Tapanuli Selatan Syahrul M Pasaribu sangat mengapresiasi keterlibatan siswa dalam kegiatan ini. Ia berharap kegiatan edukasi yang melibatkan generasi muda dapat berjalan secara berkesinambungan karena prinsip edukasi adalah mengubah perilaku sehingga tertanam kebiasaan.

Guna menjaga ekosistem makin lestari, PLTA Batang Toru melakukan penanaman pohon Meranti Merah dan Meranti Batu di kawasan Batang Toru. Berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN), kedua tanaman ini termasuk dalam kategori spesies langka.

Penanaman kedua spesies langka ini dilakukan sekaligus dalam rangka memperingati Hari Bumi Sedunia 2019. Aksi nyata pada April 2019 tersebut dilakukan bersama dengan pemerintah daerah, akademisi, LSM, dan semua pihak.

Wakil Bupati Tapanuli Selatan Aswin Siregar mengatakan, pemerintah kabupaten dan masyarakat Tapanuli Selatan berkomitmen dan terus berupaya untuk menggunakan energi terbarukan, dan turut serta melakukan penghijauan dan penanaman pohon langka. Hal ini karena dapat membantu menjaga cadangan air dan penyerapan emisi karbon.

Selain penanaman pohon, PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) selaku pelaksana Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru melakukan kerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan guna meningkatkan kapasitas pengetahuan mahasiswa dan akademisi dalam isu mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Program-program konservasi tersebut juga menjadi bagian dari penerapan kajian ESHIA (Environmental, Social, and Health Impact Assessment), yang merupakan studi yang menjadi acuan bagi PLTA dalam menjalankan konservasi sumber daya alam yang disebut sebagai biodiversity action plan. [*]

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com