Penyusunan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi topik yang santer didiskusikan di berbagai lapisan masyarakat. KUHP yang dinilai merupakan warisan kolonial ini tengah digodok perubahannya agar sesuai dengan kondisi negara masa kini. Kendati mengundang pro dan kontra hingga dihentikan proses pengesahannya beberapa waktu lalu, polemik ini di sisi lain membuka ruang diskusi, khususnya bagi komunitas akademik serta ahli dan praktisi hukum.
Hal ini pun mengundang perhatian Universitas Katolik Parahyangan (Unpar). Menanggapi kondisi ini, Fakultas Hukum Unpar dan Lembaga Kepresidenan Mahasiswa (LKM) Unpar menggelar diskusi publik bertajuk “Polemik Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana”. Diskusi ini diselenggarakan di Aula FH Unpar Kampus Ciumbuleuit pada Rabu (30/10) lalu.
Acara ini dihadiri oleh sejumlah narasumber yang berasal dari berbagai latar belakang, seperti anggota Tim Perumus RKUHP Barda Nawawi Arief, Anggota Komisi III DPR RI Junimart Girsang, Peneliti ICJR Anggara Suwahju, dan dosen FH Unpar Agustinus Pohan. Hasil dari diskusi ini kemudian akan dijadikan masukan bagi pemerintah dalam merumuskan RKUHP.
“Sistem hukum pidana sebagai perwujudan politik hukum sudah seharusnya dibentuk dengan penjiwaan UUD 1945,” tutur Liona.
Lebih lanjut, Liona menegaskan perlunya dirumuskan sistem hukum yang sesuai dengan kondisi kebangsaan Indonesia saat ini. KUHP yang sedianya telah hadir sejak era kemerdekaan Indonesia ini perlu mendapatkan penyegaran yang sesuai dengan konteks masyarakat yang ada sekarang. Segala perubahan yang terjadi pun perlu dijawab dengan transformasi dalam bidang ilmu hukum pidana untuk memahami sistem dan politik hukum pidana baru.
“Bagaimana kita memformulasikan supaya RKUHP yang baru ini bsia menggantikan RKUHP ‘kolonial’ menjadi KUHP yang ‘millennial’,” lanjutnya.