KOMPAS.com - Liga Kompas Kacang Garuda U-14 musim 2019-2020 terpaksa dihentikan akibat pandemi Covid-19. Meski demikian, jalan masih panjang. Akhir kompetisi ini hanyalah langkah awal karier para pesepak bola muda.
Penyelenggara LKG terpaksa menghentikan liga musim ini setelah melewati 25 pekan dari total 30 pekan kompetisi akibat situasi darurat pandemi Covid-19 yang terus berkepanjangan dan sulit dipastikan kapan akan berakhir.
”Kami sudah menunda liga selama empat pekan. Tetapi, tidak ada kejelasan kapan pandemi akan berakhir. Karena itu, kami putuskan menghentikan liga agar semua pihak mendapat kepastian,” kata Emilius Caesar Alexey, Direktur Liga Kompas, Jumat (10/4/2020), di Jakarta.
Keputusan itu diambil untuk menjaga keselamatan para pemain, pelatih, staf, dan penonton.
Kebijakan ini sekaligus mendukung pembatasan sosial berskala besar yang ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan surat edaran penghentian kegiatan dari Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Komite LKG lalu memutuskan posisi terakhir klasemen, hingga pekan ke-25, sebagai rujukan penentu para pemenang.
Oleh karena itu, Buperta Cibubur, tim pemuncak klasemen sementara, menjadi pemenang pertama musim ini, diikuti Matador Mekarsari (kedua) dan Siaga Pratama (ketiga).
Caesar menjelaskan, pemberian gelar juara sebelum liga berakhir ini memang kurang ideal.
”Tetapi, kami harus memberi penghargaan bagi tim yang sudah berusaha lebih keras untuk mendapatkan keunggulan dari tim-tim lain,” ungkapnya.
Buperta meraih juara dengan total 52 poin. Mereka unggul 2 poin atas Matador dan 4 poin atas Siaga Pratama.
Buperta bisa dikatakan laik meraih gelar tersebut. Performa mereka konsisten sejak awal musim dan baru kalah sekali sepanjang kompetisi musim ini.
Pelatih Buperta Jumhari Saleh mengatakan senang dan terharu dengan capaian timnya. Namun, dia juga mengaku kurang puas dengan gelar juara prematur itu. Ia merasa timnya belum benar-benar teruji dalam satu kompetisi penuh.
”Sebagai pelatih, tentu kurang puas. Ini, kan, istilahnya juara karena ada musibah hingga dihentikan. Tetapi, tentu kita harus ikut anjuran. Ini, kan, situasi darurat mencakup skala internasional,” ucap Jumhari.
Pelatih Matador Supriyono Prima mengaku kecewa kompetisi dihentikan. Kekecewaan terbesar karena lima laga sisa seharusnya bisa menjadi ”sekolah” terbaik untuk para pemainnya. Laga-laga itu diyakininya akan sangat intens dan bisa menempa mentalitas tim.
Jangan larut kecewa
Meski begitu, Supriyono meminta anak asuhnya tidak larut dalam kekecewaan itu. LKG hanya satu dari puluhan kompetisi yang akan dihadapi para pemain muda ini sepanjang kariernya. Akhir perjalanan musim ini hanyalah titik awal dalam karier panjang mereka.
Karena itu, menjadi tantangan bagi pelatih dan orangtua untuk membangkitkan kembali semangat pemain.
”Semoga (posisi) runner-up bisa memotivasi mereka. Juara hanyalah apresiasi. Perjalanan mereka masih panjang. Juara sebenarnya buat saya bagaimana mereka lebih dewasa, pintar bermain, dan ujungnya bisa memakai jersey tim nasional,” imbuhnya.
Tidak juaranya Matador, menurut Supriyono, juga bisa menjadi pelajaran berharga. Mereka berkali-kali bisa menyusul Buperta seandainya tidak terpeleset dalam pekan-pekan sebelumnya. Namun, kans itu terbuang sia-sia karena kesalahan mereka sendiri.
Dari klasemen bawah liga, diputuskan 2 dari 3 tim di zona degradasi, Metro Kukusan dan Tajimalela FA, boleh mengikuti play off musim depan.
Seharusnya, dalam situasi normal, mereka terdegradasi dan tidak ikut play off. Adapun tim juru kunci, BTC, tetap tidak bisa ikut play off musim 2020-2021 karena melanggar aturan, yaitu pemainnya tampil di dua kompetisi.
Sementara itu, LKG juga batal memberangkatkan tim berisikan para pemain terbaik LKG musim ini ke Piala Gothia 2020 di Swedia. Langkah itu diambil mempertimbangkan situasi pandemi yang masih mengkhawatirkan di negara-negara lain, khususnya Eropa.
”Juli mendatang, kami berharap Covid-19 sudah reda di Indonesia, tetapi belum tentu reda di negara lain. Itu bisa membuat Piala Gothia menjadi gelombang kedua penularan Covid-19. Kami menghindari risiko itu,” ungkap Caesar.
Supriyono menyarankan tim yang berisikan para pemain terbaik LKG pada musim ini tetap dikumpulkan meskipun tidak mengikuti Piala Gothia di Swedia. Itu setidaknya untuk mengapresiasi dan menjaga rasa percaya diri pemain yang selama ini telah berjuang di kompetisi.
”Liga Kompas, kan, pembinaan. Jangan sampai mimpi mereka terhenti. Pastikan psikologisnya tak terganggu. Mungkin mereka bisa ikut tur Indonesia atau ke mana,” tuturnya. (KEL)
Tulisan ini telah terbit di Harian Kompas pada 11 April 2020 (Kompas/Kelvin Hianusa).