Pandemi Covid-19 mulai menyerang sendi-sendi ekonomi di berbagai sektor, salah satunya industri minyak dunia.
Dilansir Kompas.com, harga minyak acuan AS West Texas Intermediate (WTI) anjlok ke level negatif untuk pertama kalinya sepanjang sejarah pada Senin (20/4/2020) waktu setempat.
Pada akhir perdagangan Senin, harga minyak tersebut ditutup pada angka -37,63 dollar AS per barel. Tak adanya ruang penyimpanan di AS menjadi salah satu penyebab terjun bebasnya harga minyak.
Merespon situasi tersebut, PT Pertamina (Persero) meningkatkan optimalisasi di berbagai aspek untuk menjaga produksi hulu migas pada tahun 2020 berada di level normal.
Selain itu, Pertamina juga memprioritaskan upaya efektivitas biaya pada aktivitas yang tidak terkait langsung dengan produksi dan penambahan cadangan migas.
Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H. Samsu menyampaikan, Pertamina terus memantau perkembangan situasi global sambil terus menjalankan rencana untuk tetap berupaya mengejar target produksi hulu migas.
Kondisi saat ini, ujar Dharmawan, telah mengakibatkan berbagai konsekuensi secara operasional maupun finansial.
Adapun konsekuensi tersebut diantaranya seperti terganggunya mobilitas dan jadwal pergantian pekerja lapangan, terhambatnya logistik dan interaksi dengan para stakeholder serta kemungkinan menurunnya pendapatan dari sektor hulu.
“Apresiasi yang luar biasa kepada seluruh pekerja hulu Pertamina yang telah berkomitmen penuh mencari solusi dan menjalankannya dengan baik sehingga operasional terus berjalan,” ungkap Dharmawan dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (21/4/2020).
Dharmawan menambahkan, prioritas sektor hulu Pertamina saat ini adalah optimalisasi dan efektivitas biaya sambil merencanakan ulang anggaran dan kegiatan di hulu migas.
Demi mendukung langkah tersebut, Pertamina mendorong seluruh anak perusahaan hulu meningkatkan sikap cost awareness dan cost consciousness pada semua lini aktivitas operasional.
“Seluruh anak perusahaan hulu diharapkan dapat melakukan optimalisasi aset atau fasilitas yang ada, baik di internal maupun antara anak perusahaan melalui sharing facility, sehingga diharapkan dapat meminimalkan pengadaan baru,” pungkas Dharmawan.
Optimalisasi ini, ujar Dharmawan, juga dapat dilakukan dengan memperkuat strategi pengadaan yang lebih terintegrasi dan menjalankan inovasi substitusi material dengan tetap memperhatikan prinsip Health, Safety, Security, and Environmental (HSSE).
Selain itu, seluruh rencana kerja pun harus ditinjau kembali agar keekonomian proyek hulu migas saat ini terjaga.
Secara operasional, aktivitas pada sumur eksplorasi dan sumur eksploitasi akan diturunkan masing-masing sebesar 35 persen dan 25 persen.
Kemudian, aktivitas pada sumur yang memberikan kontribusi langsung pada produksi akan dipertahankan sepanjang memberikan pertimbangan biaya dan keuntungan yang baik.
Adapun aktivitas tersebut termasuk kegiatan workover yang menjadi tulang punggung untuk mempertahankan level produksi sumur.
Langkah adaptasi yang dilakukan Pertamina diharapkan dapat menurunkan biaya operasional sektor hulu dari 5,52 miliar dollar AS menjadi 4,44 miliar dollar AS.
Sementara itu, biaya investasi dapat dioptimalkan sebesar 24 persen, dari 3,7 miliar dollar AS menjadi 2,8 miliar dollar AS.
“Kami harus beradaptasi dengan kondisi apapun, baik saat harga minyak mentah melonjak tinggi maupun menurun tajam. Dan untuk kondisi sekarang, kami pun optimis dapat melewati masa sulit ini dengan baik dan terus berupaya menjaga produksi hulu migas tahun ini tetap dapat tercapai diatas 894 MBOEPD,” tutup Dharmawan.