Advertorial

Curahan Hati Pengusaha Money Changer di Bali yang Terdampak Covid-19

Kompas.com - 24/04/2020, 13:49 WIB

Pulau Dewata tak lagi ramai dikunjungi wisatawan sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Imbasnya semua bisnis pariwisata di Bali menjadi lumpuh, termasuk usaha penukaran valuta asing (money changer).

Alvian Sampow (46) adalah salah satunya, pemilik usaha money changer di kawasan Jimbaran, mengaku pendapatan bisnisnya menurun sangat signifikan semenjak virus corona penyebab Covid-19 meluas hingga ke Bali.

“Dampaknya besar sekali apalagi buat pariwisata. Covid-19 ini membuat usaha turun banget, bisa nol pendapatan dalam sehari, karena tamunya sudah tidak ada yang menukar, sudah tidak ada,” ungkapnya.

Pria asal Manado ini menceritakan sebelum wabah Covid-19 meluas, bisnis penukaran valas yang dijalankannya selalui ramai oleh pengunjung baik domestik maupun turis luar negeri, sehingga menghasilkan pendapatan yang relatif besar.

Pada situasi normal, Alvian bisa mengantongi omset sekitar Rp 500 ribu per hari atau sekitar Rp 12 juta hingga Rp 15 juta per bulan.

Bahkan untuk meningkatkan usahanya, Alvian bekerja sama dengan money changer skala besar guna memenuhi kebutuhan valas.

“Usaha money changer bukan usaha satu-satunya, kadang-kadang saya juga mengantar tamu, tetapi sekarang tamunya saja sudah tidak ada. Paling orang domestik yang menukar uang, tetapi juga sekarang terpengaruh imbauan physical distancing,” pungkasnya.

Sepinya kunjungan wisatawan dan turunnya permintaan akan penukaran valuta asing membuat bapak dari tiga orang anak ini memutar otak.

Alvian pun berupaya mendapatkan pemasukan lain dengan mencoba-coba dagang online. Pasalnya, pendapatan dari usaha money changer tak lagi dapat diandalkan Alvian untuk mencukupi kebutuhan keluarga, pun untuk memenuhi kewajiban di bank.

Alvian yang tengah dihadapkan pada situasi sulit mendapatkan titik terang saat dirinya tidak sengaja menonton sebuah berita di televisi.

Tayangan televisi itu menginformasikan bahwa pemerintah memberikan kelonggaran kredit baik yang diberikan oleh perbankan ataupun industri keuangan non bank, berupa penundaan cicilan hingga satu tahun dan juga penurunan bunga.

Di saat itulah, Alvian yang merupakan nasabah Bank BRI selama 11 tahun ini, menghubungi kantor cabang terdekat untuk mengajukan keringanan pinjaman.

“Waktu nonton TV, saya melihat berita pemerintah ada relaksasi keringanan, dari situ saya langsung mengajukan ke BRI,” imbuhnya.

Selama pengajuan keringanan Alvian mengaku bahwa prosesnya relatif mudah dan cepat, sehingga dirinya tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan relaksasi kredit tersebut.

Dia menambahkan bahwa keringanan yang didapatnya sangatlah menguntungkan untuk perkembangan bisnisnya.

“Keringanan yang diberikan sangat membantu, karena pemasukan menurun. Jadi kalau otak sudah tenang tidak perlu mikir harus bayar pinjaman begini-begini, kerja bisa fokus ya, walau penghasilannya tidak seperti biasanya,” ujar Alvian.

Dia berharap wabah Covid-19 segera berlalu agar aktivitas pariwisata dan ekonomi kembali pulih, sehingga roda bisnis money changer dan usaha sampingannya dapat kembali bergeliat.

"Sekarang ini nasabah-nasabah juga sangat terbantu adanya program dari BRI ini dan semoga saja COVID - 19 bisa selesai. Jadi bisa berusaha lagi kerja lagi, untuk sekarang ini memang terbantu sekali dengan adanya program ini," tambah Alvian.

Pada kebijakan relaksasi kredit, BRI sebagai bank yang concern terhadap pemberdayaan sektor UMKM, memberikan keringanan bagi pelaku usaha yang mengalami penurunan usaha akibat wabah Covid-19.

Hal tersebut sebagai wujud nyata bahwa BRI terus mendukung keberlangsungan usaha sektor UMKM dan meningkatkan layanan kepada nasabahnya di tengah kondisi yang menantang akibat pandemi Covid-19.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com