Advertorial

Harga Minyak Turun, MTI Jatim Desak Pemerintah Turunkan Harga BBM

Kompas.com - 04/05/2020, 13:31 WIB

KOMPAS.com – Desakan kepada pemerintah untuk menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) kembali muncul. Setelah DPR, desakan tersebut kali ini datang dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur.

Bambang Haryo Soekartono (BHS), Ketua MTI Jawa Timur, mengatakan desakan yang diajukan pihaknya bukan tanpa alasan. Harga minyak mentah dunia saat ini terus anjlok hingga di bawah 30 dollar Amerika.

Bambang menjelaskan, di masa pandemi ini, pemerintah harus menurunkan harga BBM, khususnya solar subsidi dan nonsubsidi, karena akan berdampak pada perekonomian masyarakat.

Sementara itu, harga BBM untuk kendaraan pribadi, seperti premium, menurut BHS, tidak perlu diturunkan. Hal ini dilakukan untuk membatasi warga bergerak saat pandemi Covid-19.

“Kami mendesak pemerintah menurunkan harga BBM solar industri. Ini waktunya pemerintah menyelamatkan rakyat dan perekonomian karena harga minyak dunia jarang anjlok seperti sekarang ini,” terang Bambang.

Bambang yang juga Bakal Calon Bupati Sidoarjo menjelaskan, penurunan BBM solar industri akan memberikan efek berantai. Di antaranya, penurunan ini akan menghidupkan kembali dunia industri dan transportasi yang terpuruk karena Covid-19.

Menurut Bambang, bila sektor industri dan transportasi hidup, perekonomian rakyat pun turut tergugah. Sebab, hal tersebut akan meminimalisasi pemutusan hubungan kerja yang dilakukan perusahaan.

“Yang tak kalah pentingnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) bakal bergeliat lagi serta perekonomian tidak bertambah terpuruk," imbuhnya.

Pemerintah, lanjut BHS, harus memperhatikan desakan tersebut. Sebab, kebutuhan dasar sektor industri adalah BBM. Terlebih, biaya BBM ini merupakan beban terbesar dari biaya produksi. Nilainya mencapai 30 hingga 60 persen dari total biaya produksi.

"Pemerintah harus memperhatikan dan mempertimbangkan multiplayer effect saat harga solar industri diturunkan sesuai harga sebenarnya. Desakan ini agar perekonomian tetap membaik dan daya beli masyarakat terdongkrak (naik)," tegasnya.

Bukan itu saja, menurut mantan anggota DPR RI periode 2014-2019 ini, jika solar diturunkan, otomatis juga berdampak pada penurunan harga listrik. Sebab, 20 persen sumber listrik disuplai dari tenaga diesel berbahan bakar solar. Terlebih, harga batu bara yang juga sumber energi untuk listrik pun juga sudah anjlok drastis.

Penurunan tarif listrik tersebut juga turut membantu perekonomian rakyat. Bahkan, mampu membuat dunia usaha dan UMKM tetap bertahan di masa sulit.

“Hal ini bisa berimbas pada daya beli masyarakat tetap stabil. Begitu juga sektor dunia pariwisata, hotel dan restoran akan merasa terbantu sehingga tidak akan ada kasus PHK karyawan," paparnya.

Oleh karena itu, politikus Partai Gerindra tersebut meminta Presiden Joko Widodo untuk mendesak Menteri ESDM dan Pertamina agar menurunkan harga solar subsidi dan nonsubsidi sesuai harga internasional yang berkisar Rp 3.000 per liter.

“Kalau Pak Presiden bisa menurunkan harga solar subsidi dan nonsubsidi, Pak Presiden Jokowi akan menunjukkan kinerjanya yang pro rakyat sekaligus membuktikan Nawacitanya,” pintanya.

Penurunan harga solar subsidi dan nonsubsidi bakal mempermudah transportasi dan distribusi logistik. Dengan demikian, logistik bisa tersalurkan ke semua wilayah Indonesia dengan harga murah.

“Karena itu, harga energi solar industri harus dikurangi. Saat ini, waktunya pemerintah menunjukkan kebijakannya yang pro rakyat agar bisa menyelamatkan rakyat di tengah pandemi Covid-19," ujar BHS.

Sebagai pembanding, negara-negara penghasil minyak seperti Malaysia, Rusia, Brunei Darussalam, dan Amerika Serikat sudah mematok harga BBM di rentang Rp 2.000 hingga Rp. 4.000 per liter.

Indonesia pun sudah selayaknya menyesuaikan dan menurunkan harga BBM, khususnya solar subsidi dan nonsubsidi.

BHS menegaskan, pemerintah harus berani membuat kebijakan yang tepat soal energi. Sebab, bukan hanya harga minyak dan batu bara yang anjlok, harga gas pun ikut turun drastis.

Perlu diketahui, per Senin (04/05/2020), harga gas alam sudah berada di bawah 2 dollar AS, tepatnya 1,96 dollar per MMBtu. Menurut Bambang, sebagai negara penghasil gas alam terbesar di Asia, sepatutnya harga gas ikut turun.

Bambang menilai, bila harga gas ikut turun, harga pupuk juga ikut turun 50 persen. Hal ini tentu membantu iklim dunia pertanian.

“Dengan demikian, dapat menyemarakkan hasil komoditas pangan di Indonesia. Karena produksi pupuk 70 persen membutuhkan gas sebagai biaya pokok produksi," tandasnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com