Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) menilai pandemi Covid-19 akan mengubah pola bisnis industri hulu migas ke depan.
Dampak yang langsung terlihat adalah turunnya permintaan minyak global secara signifikan yang berakibat harga minyak turun drastis dan semua tangki penampung yang tersebar di dunia dalam posisi penuh.
Deputi Kajian dan Opini IATMI Benny Lubiantara menyampaikan, IATMI mendorong dan siap mendukung pemerintah dan pelaku industri hulu melakukan langkah cepat yang diperlukan untuk mengantisipasi persaingan di era yang sama sekali berbeda.
Ia menuturkan pada tahun 2015 dan 2016, harga minyak juga mengalami penurunan cukup tajam karena kelebihan pasokan akibat munculnya produsen baru minyak serpih (shale oil) AS.
“Namun, kondisi tahun 2020 ini jauh lebih kompleks, karena kombinasi mendadak hilangnya permintaan yang signifikan akibat pandemi Covid-19 dan produksi minyak global yang masih berlimpah,” imbuhnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (12/5/2020).
Sebagai bagian dari industri migas global, industri hulu migas Indonesia terdampak langsung akibat situasi pandemi saat ini.
Sebelumnya, ketika harga minyak turun drastis, SKK Migas, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) bersama dengan industri penunjang melakukan berbagai upaya efisiensi biaya yang cukup berhasil.
“Pada kondisi Covid-19 ini, IATMI melihat perlunya kembali didorong upaya-upaya ekstra dari semua pemangku kepentingan agar industri hulu migas tetap dapat survive beroperasi,” pungkas Benny.
Menghadapi kondisi tersebut, IATMI merekomendasikan beberapa kebijakan, strategi dan upaya yang perlu dilakukan dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
Menurut Benny, kebijakan, strategi dan upaya yang perlu dilakukan dalam jangka pendek yakni dukungan kelangsungan operasional sektor hulu migas agar tetap berjalan.
“IATMI mendorong agar Pertamina, sebagai BUMN Migas milik negara yang memiliki 36 persen kontribusi produksi nasional, terus berkomitmen untuk tetap menjaga keberlangsungan industri hulu migas nasional dengan mempertahankan produksi di level yang aman dengan biaya operasi yang efisien,” imbuhnya.
Benny menambahkan, harga minyak rendah memang menurunkan margin keuntungan perusahaan sektor hulu migas. Namun demikian, mempertahankan kegiatan operasional hulu migas agar tetap berjalan merupakan upaya menjamin tetap berlangsungnya efek berganda (multiplier effects) pada keseluruhan bisnis proses migas bagi perekonomian nasional.
Sementara itu, Sekjen IATMI Hadi ismoyo menambahkan bahwa ada pertimbangan teknis reservoir dimana terkadang tidak selalu mudah memilih opsi menutup sumur. KKKS tentu akan terus melakukan upaya-upaya efisiensi.
Di samping itu, tetap diperlukan dukungan pemerintah melalui Kementerian ESDM serta kementerian dan lembaga terkait berupa stimulus fiskal.
Hal tersebut bertujuan untuk mendorong kegiatan dalam jangka pendek agar tetap dapat berlangsung. Dukungan stimulus fiskal tersebut bisa saja bersifat sementara, selama periode tertentu akibat dampak Covid-19 ini.
Terkait kebijakan, strategi dan upaya jangka menengah serta jangka panjang, IATMI menilai bahwa era Covid-19 ini harus dijadikan momentum bagi pemangku kepentingan di sektor hulu migas untuk lebih ramah investor, memangkas proses perizinan, koordinasi dan birokrasi yang selama ini berdampak terhadap ekonomi biaya tinggi.
“Saat ini semua negara-negara produsen minyak sedang menyiapkan skema atau model bisnis migas baru dalam rangka memperbaiki daya saing negara tersebut,” tutup Benny.