Advertorial

KLHK Reposisi Area Eks PLG Menjadi Kawasan Pangan Terpadu, Modern, dan Berkelanjutan

Kompas.com - 19/06/2020, 05:09 WIB

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)  menyelenggarakan diskusi bertajuk Pembahasan Tinjauan Perspektif Keilmuan dalam Pengembangan Ketahanan Pangan Nasional Berkelanjutan di area bekas Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Kalimantan Tengah. 

Diskusi yang diselenggarakan Kamis (18/6/2020) tersebut  membahas penyempurnaan dan penajaman implementasi rekomendasi KLHS.  Selain itu, dalam diskusi juga dipaparkan rencana pemulihan lahan gambut yang menjadi proyek strategis nasional. 

Sesuai dengan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah, diskusi berlangsung secara virtual. Wakil Menteri LHK Alue Dohong memimpin diskusi dan menghadirkan sejumlah akademisi sebagai narasumber. 

Para akademisi tersebut berasal dari Universitas Palangka Raya, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Tanjung Pura, dan Universitas Mulawarman. 

Hadirnya para akademisi sebagai narasumber diharapkan dapat memberi pandangan mengenai pengembangan ketahanan pangan nasional berkelanjutan di lahan eks PLG Kalimantan Tengah dari sudut pandang keilmuan. 

Turut hadir pula Direktur Jendral Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PTKL) Sigit Hardiwinarto, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) MR Karliansyah, dan Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead. 

"Diskusi kali ini merupakan upaya tukar pikiran atau brainstorming untuk mendapatkan perspektif dari para ahli terkait aspek tanah gambut, kehutanan dan ekosistem, lingkungan hidup, dan sosial ekonomi-budaya," ujar Wamen Alue Dohong. 

Pada kesempatan tersebut, Wamen Alue Dohong menegaskan perlunya kesamaan persepsi antara semua pihak terkait terminologi pengembangan pangan, seperti istilah pangan, kedaulatan pangan, dan ketahanan pangan. Baik dalam konteks kebijakan, rencana, ataupun program pengembangan pangan di eks PLG. 

Dengan demikian, lanjut Alue, semua pihak yang terlibat memahami narasi dan konsep program pengembangan pangan secara jelas. 

"(Objek) Pengembangan pangan yang dimaksud di sini tidak hanya padi saja, tapi lebih luas. Selain komoditas pertanian, ada perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dan perairan sebagaimana diformulasikan dalam UU No. 18 tahun 2012 tentang pangan," katanya. 

Dalam diskusi tersebut, Wamen Alue Dohong juga membahas mengenai dampak Covid-19 terhadap upaya pengembangan kedaulatan dan ketahanan pangan nasional. 

Pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan lanskap politik ekonomi pangan akibat disrupsi pada proses produksi, konsumsi, dan distribusi pangan antar negara dan wilayah. Hal ini menyebabkan terjadinya kekurangan pasokan dan kelangkaan pangan. 

“Akibat adanya disrupsi Covid-19, beberapa negara seperti India, China, Thailand, dan Vietnam cenderung mengubah kebijakan pengadaan pangannya. Semula in-ward and out-ward looking policy, kini menjadi lebih in-ward looking policy. Ini dilakukan untuk perlindungan dan pengamanan kebutuhan pangan domestik masing-masing,” jelasnya. 

Kondisi ini, lanjutnya memaksa Indonesia melakukan hal yang sama demi memperkuat ketahanan pangan dalam negeri. Intensifikasi dan ekstensifikasi produk pangan dilakukan agar ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan pangan nasional dalam jangka pendek, menengah, dan panjang terjamin.  

Untuk mendukung kebijakan tersebut, eks PLG di Kalimantan Tengah, yang jadi lokasi diskusi, menjadi opsi lokasi pengembangan pangan nasional. 

Eks PLG Kalimantan Tengah dipilih dengan pertimbangan aspek historis kebijakan, perencanaan program, pengalaman pengelolaan gambut, dan ketersediaan lahan yang relatif luas. 

Reposisi pengembangan pangan di eks PLG 

Wamen Alue Dohong mengungkapkan perlu ada reposisi pengembangan pangan di eks PLG. Nantinya reposisi dilakukan dengan memperhatikan minimal enam dimensi  secara komprehensif dan terintegrasi. 

Enam dimensi tersebut adalah pengembangan wilayah, hutan, lahan gambut, SDM, teknologi, dan tata kelola (governance). 

"Berdasarkan enam dimensi tadi, kami ingin pengembangan pangan ini menjadi salah satu program strategis nasional. Program dilakukan dengan menerapkan pertanian terpadu, modern, dan berkelanjutan, yang berpusat pada pembangunan manusia (human centered development) dengan dukungan SDM yang profesional, teknologi terkini, serta tata kelola yang baik," tuturnya. 

Diskusi diselenggarakan dengan mengutamakan protokol kesehatan di eks PLG Kalimantan Tengah. (DOK. KLHK) Diskusi diselenggarakan dengan mengutamakan protokol kesehatan di eks PLG Kalimantan Tengah.

Untuk memberikan dukungan terhadap pengembangan lahan pangan nasional di area Eks-PLG Provinsi Kalimantan Tengah, KLHK melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Cepat. 

Dirjen PKTL Sigit Hardwinarto menyampaikan kajian tersebut dilakukan berdasarkan pendekatan analisis secara cepat (rapid assessment), proses desk study dari dokumen yang cukup banyak sejak awal 1990-an hingga sekarang, serta review berbagai kebijakan, rencana, dan program. 

Selain itu, tim juga melakukan analisis spasial dari berbagai informasi geospasial tematik, dialog atau focus group discussion (FGD), dan konsultasi terbatas dengan berbagai pihak terkait. 

"Metodologi yang dilakukan ini berlangsung melalui beberapa tahap, untuk mendapatkan rumusan yang tepat. Kami juga berkonsultasi dengan pihak-pihak terkait," ujar Sigit. 

Sigit menjelaskan KLHS Cepat akan ditindak lanjuti dengan langkah-langkah konsultasi publik yang lebih luas dan verifikasi lapangan untuk penyempurnaannya. PTKL juga tengah melakukan kajian mengenai kesesuaian lahan dengan jenis tanaman pangannya. 

Pemulihan ekosistem gambut 

Sementara itu, Dirjen PPKL MR Karliansyah menyampaikan KLHK telah menyusun strategi pemulihan ekosistem gambut. Strategi tersebut meliputi perbaikan tata kelola air, rehabilitasi dan revegetasi, serta peningkatan perikehidupan masyarakat setempat. 

Hal ini dilakukan sehingga selanjutnya masyarakat setempat dapat melaksanakan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di wilayahnya secara mandiri. 

"Pelaksanaan pemulihan ekosistem gambut di Eks PLG akan menjadi kunci dalam mendukung pengembangan ketahanan pangan nasional di lokasi tersebut secara berkelanjutan," katanya. 

Karliansyah menjelaskan bahwa area eks PLG berada pada delapan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dengan total luas 1,47 juta hektare. Sementara luasan yang  termasuk kategori harus dipulihkan dengan sangat segera karena berstatus rusak berat hingga sangat berat luasnya 36.936 hektare. 

Kerusakan tersebut banyak disebabkan oleh pembangunan kanal yang tidak sesuai kontur, sehingga menyebabkan kekeringan dan kebakaran, subsidensi lahan, serta terekspos pirit. Kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap keberlanjutan tanaman pangan yang akan dibudidayakan. 

"Kami akan menerapkan pengalaman keberhasilan pemulihan lahan gambut sebelumnya di lahan konsesi maupun masyarakat, dengan merangkul mereka (masyarakat). Kita bersama melakukan pembenahan jaringan kanal. Cara ini sudah terbukti lebih cepat membasahi kembali lahan gambut. Semua dilakukan dengan pengawasan ketat dan metode yang benar," tutur Karliansyah. 

Selanjutnya Kepala BRG Nazir Foead menyampaikan bagaimana pengalaman BRG dalam mengajak masyarakat agar ikut partisipasi merestorasi lahan gambut. 

Beberapa upaya yang dilakukan adalah mengubah perilaku dan menggali kembali kearifan lokal. Selain itu, melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, serta para inovator lokal dalam menerapkan pertanian ramah gambut dan berkelanjutan. 

Nazir Foead pada kesempatan tersebut menyampaikan apresiasinya atas saran dan dukungan dari para ahli di lapangan. 

"Terimakasih atas sumbang saran dan dukungan di lapangan dari para ahli khususnya para pakar dari Universitas-Universitas yang selama ini banyak membantu kerja-kerja pemerintah, khususnya BRG," ucap Nazir. 

Didukung oleh pakar dan akademisi 

Upaya pengembangan pangan ini, kata Nazir memerlukan masukan dan keterlibatan berbagai pihak. Pertemuan yang diselenggarakan ini, merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan tinjauan dan masukan untuk penyempurnaan KLHS dan rencana pemulihan gambut dari berbagai aspek keilmuan terkait. 

Beberapa pakar yang menjadi narasumber dalam diskusi tersebut antara lain adalah Rektor sekaligus Pakar Lingkungan Universitas Palangka Raya Dr. Andrie Elia, Pakar Gambut Universitas Palangkaraya Prof. Dr. Salampak Dohong, Pakar Sosial Universitas Palangkaraya Prof. Kumpiady Widen,  dan Dekan Fakultas Kehutanan sekaligus Pakar Gambut Universitas Lambung Mangkurat Dr. Kissinger. 

Selain itu ada juga Pakar Sosial Universitas Lambung Mangkurat Dr. Sidharta Adyatma, Dekan Fakultas Kehutanan sekaligus Pakar Gambut Universitas Mulawarman Prof. Rudianto, Pakar Lingkungan Universitas Mulawarman Prof. Marlon Aipassa, Pakar Gambut Universitas Tanjungpura Prof. Dr. Gusti Zakaria, Kepala PPLH sekaligus Pakar Lingkungan Universitas Tanjungpura Ir. Endang Mulyani, M.T., dan Pakar Sosial Universitas Tanjungpura Dr. Agus Yuliono. 

Wamen Alue Dohong menyampaikan apresiasi untuk paparan yang disajikan para pakar. Ia juga memberikan kesimpulan bahwa pada prinsipnya kalangan pakar dari berbagai universitas di Kalimantan tersebut mendukung rencana pengembangan pangan nasional oleh pemerintah. 

Khususnya pengembangan pangan nasional yang dilakukan secara terpadu, modern, dan berkelanjutan yang berpusat pada pembangunan manusia. Tentunya juga dengan dukungan SDM, teknologi, dan tata kelola yang baik. 

Pengembangan pangan juga dilakukan dengan memperhatikan sejumlah catatan penting terkait tata kelola air yang ketat, pemulihan gambut untuk konservasi dan jasa lingkungan, dan prioritas optimalisasi lahan mineral dan bergambut secara bertahap dengan luasan yang sesuai. 

Catatan penting tersebut juga terkait pengembangan komoditas pangan dalam arti luas termasuk perikanan dan peternakan, penguatan kelembagaan dan partisipasi masyarakat lokal, adopsi nilai-nilai kearifan dan budaya lokal, peningkatan koordinasi, sinkronisasi dan komunikasi antar kementerian, lembaga, dan daerah, prioritas penguatan SDM dan keahlian lokal serta trust building masyarakat lokal. 

Pada akhir diskusi, Wamen Alue Dohong juga menegaskan kembali bahwa fokus pengembangan bukan hanya padi dalam artian sempit melainkan pengembangan pangan dalam arti luas. Pengembangan pangan juga dipadukan dengan pengelolaan ekosistem berkelanjutan dan pemulihan ekosistem gambut untuk memperkuat jasa lingkungan. 

Hal lain yang perlu diperhatikan menurutnya adalah penguatan institusi lokal dan pembangunan wilayah pedesaan, pembangunan komunikasi, dan strategi akulturasi budaya. Keempat hal tersebut menjadi  kunci untuk menciptakan kohesi sosial guna mendukung keberhasilan program strategis nasional pengembangn pangan tersebut.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com