Advertorial

Teknologi RDF, Inovasi Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan Pertama di Cilacap

Kompas.com - 22/07/2020, 15:17 WIB

KOMPAS.com – Sampah menjadi masalah pelik yang kerap muncul setiap tahun dan susah ditangani. Pasalnya, volumenya kian bertambah seiring pertumbuhan penduduk.

Berdasarkan Laporan Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2018, timbunan sampah di Indonesia sudah mencapai 65,2 juta ton per tahun pada 2016. Timbunan sampah diprediksi akan bertambah hingga lebih dari 5,9 juta ton pada 2025.

Pemerintah pun telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi persoalan tersebut dengan target pengurangan sampah sebesar 30 persen pada 2030.

Salah satunya adalah dengan membangun lebih banyak tempat pengelolaan sampah menggunakan berbagai teknologi yang ramah lingkungan di seluruh Indonesia.

Selasa (21/7/2020), pemerintah meresmikan tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) pertama yang dapat menghasilkan sumber energi terbarukan dengan teknologi Refuse-Derived Fuel (RDF) di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Sebagai informasi, teknologi RDF di TPST tersebut menggunakan metode biodrying dalam mengolah sampah. Metode biodrying adalah pengeringan secara biologis yang disertai dengan aerasi. Secara umum, drying berarti proses mengurangi kandungan air dalam material.

Setelah sampah dicacah dan kandungan airnya berkurang, hasilnya dapat digunakan sebagai sumber energi ramah lingkungan pengganti batu bara. Tak hanya sampah kertas, sampah plastik dan organik pun dapat diolah menjadi bahan bakar alternatif ini.

Pembangunan fasilitas RDF yang bernilai investasi sebesar Rp 90 miliar tersebut merupakan hasil kerja sama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kedutaan Besar Denmark melalui DANIDA, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cilacap, serta PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SBI).

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan berharap proyek percontohan RDF di Cilacap bisa menjadi titik balik pengelolaan sampah di Indonesia yang selama ini masih menjadi permasalahan pelik.

“Jadi, RDF ini satu langkah yang sangat hebat dan saya juga senang sekali (Indonesia) bisa buat ini. Kami semua sudah bersepakat untuk membikin copy RDF ini. Jadi, 28 ribu ton sampah per hari bisa diselesaikan,” kata Menko Marves dalam sambutannya pada peresmian fasilitas RDF di Cilacap secara virtual.

Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen yang turut hadir dalam acara peresmian juga menyampaikan apresiasinya kepada seluruh pihak yang berhasil mengembangkan teknologi pengolahan sampah RDF pertama di Indonesia.

“Terobosan dan inovasi seperti inilah yang harus terus kita lakukan dan kembangkan bersama dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ada,” kata Taj Yasin.

Taj Yasin berharap seluruh perusahaan swasta di Jateng yang menggunakan energi batu bara dapat berpindah menggunakan RDF yang lebih ramah lingkungan.

Fasilitas RDF pertama ini berdiri di atas lahan seluas 3 hektare milik Pemkab Cilacap. Operasional TPST tersebut dijalankan oleh Pemkab Cilacap bersama SBI.

Setiap hari, TPST RDF Cilacap mampu mengolah 120 ton sampah yang menghasilkan 60 ton RDF siap pakai sebagai energi terbarukan. Hasil RDF akan disalurkan ke kiln semen SBI sebagai bahan bakar alternatif pengganti batu bara.

Peninjauan fasilitas RDF di Cilacap, Jawa Tengah. (Dok. SIG) Peninjauan fasilitas RDF di Cilacap, Jawa Tengah.

Pengembangan RDF ke berbagai wilayah

Pembangunan TPST RDF di Cilacap merupakan tahap awal upaya pemerintah dalam mengurangi timbunan sampah di Indonesia.

Melalui Kemenko Marves, saat ini pemerintah sedang memetakan potensi serta membuat aturan-aturan teknis dalam mendorong pemanfaatan teknologi RDF di berbagai daerah. Meski demikian, TPST RDF hanya ditargetkan untuk daerah-daerah yang menghasilkan sampah kurang dari 200 ton per hari.

Tak mau menunggu lama, Luhut pun menekankan agar TPST RDF dimasukkan ke dalam program pembangunan pemerintah tahun ini atau paling lambat pada tahun depan.

Untuk itu, Luhut mengimbau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) segera mengkaji dan memaparkan model RDF versi buatan dalam negeri agar bisa menekan biaya pembuatan.

“Nanti BPPT (akan) terlibat. Jadi, semua buatan dalam negeri, buatan anak bangsa. Cost-nya tadi disampaikan Rp 70 hingga 80 miliar. Tapi nanti kalau dibikin di BPPT dan bikin lebih banyak, saya kira cost-nya juga bisa turun,” tutur Luhut.

Terkait hal tersebut, Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Danis Hidayat Sumadilaga menjelaskan, saat ini pihaknya dan BPPT sedang mengembangkan fasilitas RDF karya anak bangsa di beberapa wilayah, di antaranya Tuban dan Banyumas.

“Kami harapkan bahwa operasionalisasi fasilitas RDF ini jadi titik balik pengelolaan sampah di Indonesia (kategori) kelas menengah sehingga bisa sebagai alternatif solusi (pengelolaan sampah),” ujar Danis.

Tak hanya bisa digunakan pabrik semen, RDF juga dapat menjadi bahan bakar alternatif di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Dalam perhitungan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, pemanfaatan RDF dapat mengurangi kebutuhan batu bara sebesar 3 persen di PLTU.

“Memang akan sangat membantu, lebih murah dari biaya batu bara dan juga bisa dipakai dengan dibakar pada suhu 2.000 derajat Celcius,” jelas Arifin.

Oleh karena itu, Kementerian PUPR, Kementerian ESDM, dan PT Indonesia Power akan segera merealisasikan pemanfaatan RDF.

Adapun, menurut kajian Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemanfaatan teknologi RDF dapat menyediakan energi alternatif untuk 34 titik industri semen dan lebih dari 50 PLTU di seluruh Indonesia.

Pada peresmian TPST RDF Cilacap tersebut, hadir pula Menteri Kelautan dan Perikanan Eddy Prabowo, Bupati Cilacap H. Tatto Suwarto Pamuji, Bupati Banyumas H. Ahmad Husain, Direktur Produksi PT Semen Indonesia Persero Tbk., serta Presiden Direktur PT Solusi Bangun Indonesia Tbk.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com