Advertorial

Pelaku UMKM Mulai Rasakan Nikmatnya Program PEN

Kompas.com - 29/07/2020, 11:00 WIB

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 yang melanda dunia memberi tekanan berat kepada perekonomian negara. Banyak pelaku usaha raksasa dunia terpaksa menutup gerai karena tak kuat menahan beban operasional yang terus membengkak. Ribuan karyawan pun menganggur sebagai imbasnya.

Lantas, bagaimana dengan pelaku usaha kecil? Penopang ekonomi negara ini pun ikut terkena imbasnya. Sebab, pemerintah mewajibkan para pengusaha untuk meminimalisasi interaksi manusia dalam menjalankan bisnisnya.

Di tengah kondisi pandemi ini, banyak pelaku usaha yang banting setir guna bertahan di masa-masa sulit. Salah satunya Sofia Rahayu (55), pelaku usaha konveksi suvenir di bilangan Jakarta Selatan.

Sofia telah merintis usahanya sejak 30 tahun lalu. Mulai dari suvenir pernikahan, tahlilan, hingga perusahaan. Bermodalkan satu mesin jahit saat memulai usaha, kini ia mampu menghasilkan omzet hingga Rp 4 miliar per bulan dan memiliki 60 pegawai tetap dan 40 pegawai harian.

Ia mengambil program kredit usaha rakyat (KUR) dari Bank BNI sebagai tambahan modal agar bisnisnya berjalan sesuai rencana. Ia telah melunasi kredit tersebut sebelum pandemi muncul.

Pandemi Covid-19 pun berimbas pada usaha Sofia. Selama empat bulan terakhir, pendapatan Sofia turun hingga 75 persen. Ia perlu memutar otak agar dirinya tidak merumahkan para pegawainya.

“Melihat permintaan alat perlindungan diri (APD) sangat besar dan reseller juga banyak, jadi saya mencoba memproduksi APD dengan harga Rp 50 ribu,” ujar Sofia dalam keterangan tertulis, Selasa (28/7/2020).

Bak durian runtuh, ia mendapat banyak pesanan. Selain dari reseller, Sofia pun mendapat pesanan dari pengusaha, komunitas, dan pribadi yang ingin menyumbangkan APD untuk kegiatan sosial.

Namun demikian, Sofia harus mengerem kembali usahanya dikarenakan harga bahan baku untuk APD melambung tiga kali lipat. Belum lagi regulasi terbaru dari pemerintah terkait klasifikasi APD, dimana produk Sofia termasuk level 1. Hal itu membuat banyak bahan baku APD menganggur di konveksi milik Sofia.

Akhirnya, Sofia memproduksi Jaket Pelindung Diri (JPD) serta tas lipat pengganti plastik, dengan bahan baku yang ada di konveksinya tersebut.

Ia pun mendapat angin segar pada awal Juli silam setelah pengajuannya Kredit Modal Kerja (KMK) dari Bank BRI disetujui dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

“KMK sebesar Rp 500 juta tersebut rencananya akan dibelikan mesin HF dengan Seam Seal Tape sebagai alat press APD maupun JPD. Mesin itu bisa menekan ongkos produksi. Bunga yang cukup ringan dari kredit ini pun sangat membantu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) seperti kita,” tambah Sofia.

Dewi Katmujiwati, pemilik usaha kafe dan bengkel di Ciracas, Jakarta Timur pun berbagi kisah yang sama dengan Sofia. Sempat “kucing-kucingan” dengan Satpol PP, akhirnya Ia pun menutup usahanya selama tiga bulan.

“Omzet kafe dan bengkel turun drastis sampai 50 persen. Mau tidak mau saya harus merumahkan sementara teman-teman yang bekerja di kafe dan bengkel, digantikan oleh anak saya. Untuk pengelolaan kafe, saya banyak dibantu anak, karena anak muda kan lebih melek digital ya,” ujar Dewi.

Dewi menuturkan, omzet kafe dan bengkel biasanya sekitar 9-10 juta per bulan. Kedua usaha itu memiliki beban operasional yang besar. Belum lagi usaha kafenya yang harus tutup selama empat bulan.

Setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilonggarkan, Dewi memberanikan diri kembali mengajukan pinjaman ke Bank BNI. Sebelumnya, ia telah mengajukan KUR di Bank BNI dan melunasi kreditnya.

Tak disangka, Dewi mendapatkan fasilitas pinjaman Kredit Modal Kerja (KMK) dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 150 juta. Ia pun diberikan bunga yang sangat kecil ketimbang saat dirinya mengajukan pinjaman KUR.

Dorongan pemerintah

Berbagai stimulus untuk UMKM yang dicanangkan oleh pemerintah tentunya perlu dukungan dari berbagai pihak, baik perbankan hingga penjamin.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, UMKM menjadi prioritas utama dalam pemulihan ekonomi nasional.

“Perbankan sebagai salah satu penyalur kredit kepada UMKM tetap menerapkan prinsip kehati-hatian di tengah resiko tingginya gagal bayar,” ungkapnya.

Airlangga menambahkan, peran penjaminan kredit yang sangat diperlukan menjadi alasan KMK tersebut dijamin pemerintah.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, seluruh aspek untuk dunia usaha terutama untuk UMKM sekarang didukung dan diberikan bantuan dan dilindungi pemerintah.

“Tujuan dari pembangunan ekonomi adalah agar kita bisa melakukan perlindungan dan pemulihan ekonomi akibat adanya dampak negatif Covid-19,” imbuhnya.

Sri Mulyani menambahkan, apa yang dilakukan pemerintah untuk pemulihan ekonomi, terutama untuk UMKM ini angkanya Rp 123,46 triliun. Ia berharap anggaran ini bisa berputar dan betul-betul dinikmati oleh UMKM.

Selain itu, ungkap Sri Mulyani, pemerintah memberikan penjaminan kredit modal kerja sebesar Rp 5 triliun. Premi untuk penjaminan kreditnya dibayarkan oleh pemerintah, dengan penjamin Askrindo dan Jamkrindo.

Direktur Operasional Ritel Askrindo Anton F. Siregar menjelaskan, Askrindo mendukung penuh program PEN karena perlu percepatan pemulihan ekonomi yang terdampak oleh pandemi Covid-19.

“Penugasan pemerintah ini kami jalankan sebaik-baiknya, seperti halnya kami menjalankan program penjaminan KUR yang sampai saat ini masih terus berlangsung,” terangnya.

Anton menambahkan, melalui program PEN tersebut, ekonomi diharapkan bisa pulih lebih cepat.

Hadirnya berbagai stimulus yang diberikan pemerintah kepada pada pelaku UMKM dan program PEN diharapkan menjadi cahaya terang, guna membuat roda usaha para UMKM kembali berputar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com