Advertorial

Vaksinolog: Proses Pembuatan Vaksin Berjenjang Agar Kualitas Terjaga

Kompas.com - 21/10/2020, 12:50 WIB

KOMPAS.com - Spesialis penyakit dalam dan vaksinolog dr Dirga Sakti Rambe, MSc, SpPD mengatakan bahwa vaksin dibuat secara berjenjang, berlapis, dan bertingkat.

Hal itu disampaikan dalam forum dialog “Lindungi Diri Saat Pandemi” yang digelar Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) beberapa waktu lalu.

“Jangan dibayangkan obat-obat dicampur di mangkok (terus jadi). (Prosesnya) mulai dari menumbuhkan virus atau bakteri, memanen, formulasi, dicuci sampai jutaan kali, sampai hasil akhir jadi vaksin,” kata Dirga menurut keterangan pers yang diterima Kompas.com, Selasa (20/10/2020).

Ia menjelaskan bahwa proses pembuatan vaksin terbilang rumit dan tidak main-main agar kualitasnya terjaga. Selain itu, menurutnya proses pembuatan vaksin sangat panjang.

Prosesnya dimulai dari saat para peneliti menetapkan untuk membuat vaksin. Selanjutnya, vaksin diuji coba pada hewan percobaan untuk memastikan keamanan dan efektivitasnya.

“Kalau sudah terbukti efektif dan aman baru diuji manusia. Itu disebut uji klinis fase I, II, dan III. Nanti, sekalipun sudah ada izin edar, tetap di-monitoring pada fase keempat,” paparnya.

Panjangnya proses pembuatan ini dilakukan demi memastikan keamanan vaksin saat diberikan ke manusia.

Bahkan saat sudah mendapat izin edar, keamanan vaksin terus diawasi oleh berbagai lembaga, seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, dan World Health Organization (WHO).

Dirga menjelaskan, dalam kasus luar biasa seperti pandemi Covid-19, industri kesehatan dapat mempercepat proses penemuan vaksin tetapi tidak mengabaikan prinsip kehati-hatian dan keamanan.

“Kalau bicara soal vaksin, bagaimana cara membuat vaksin, membuat vaksin amat sangat sulit karena vaksin diberikan kepada orang sehat. Vaksin itu bukan obat, vaksin diberikan untuk pencegahan,” tambahnya.

Efek samping vaksin

Pada kesempatan tersebut Dirga juga menyampaikan prinsip imunisasi, yaitu untuk merangsang kekebalan pada tubuh tanpa harus mengalami sakit terlebih dahulu.

Ia menegaskan, efek samping pemberian vaksin tetap ada. Bagaimanapun semua produk medis memiliki efek yang ditimbulkan terhadap tubuh.

“Jangankan obat, kalau makan nasi kebanyakan bisa diabetes. Minum air kebanyakan, (bisa) mengganggu fungsi ginjal. Efek samping vaksin 95 persen sifatnya ringan dan lokal. Paling sering nyeri di bekas suntikan,” katanya.

Efek samping seperti demam diakui Dirga bisa saja terjadi, tetapi jumlahnya sangat kecil. Menurutnya, demam karena vaksinasi merupakan hal yang wajar sebagai pertanda bahwa vaksin bekerja dan sistem imunitas terstimulasi.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com