Advertorial

Pengusaha Perlu Tahu, Begini Caranya Menjaga Produktivitas Karyawan Saat WFH

Kompas.com - 06/11/2020, 08:18 WIB

KOMPAS.com – Beberapa tahun lalu, orang masih menganggap bekerja dengan sistem remote adalah tren di masa depan. Itu pun, pengaplikasiannya tak dapat diterapkan pada seluruh jenis industri. 

Meskipun masih menjadi prediksi, siapa yang sangka kalau kemungkinan itu datang lebih cepat. Pandemi yang melanda dunia pada tahun ini menjadi alasannya. 

Ambil contoh di Indonesia, Dinas Tenaga Kerja Transmisi dan Energi Provinsi DKI Jakarta mencatat, 4.074 perusahaan di Jakarta telah memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH). Data itu didapat dari perusahaan yang mendaftarkan sampai dengan 3 Juni 2020. 

Adapun jumlah tenaga kerja yang harus mengikuti konsekuensi itu mencapai 1.068.806 dari hampir seluruh jenis industri. 

Bukan tidak mungkin jumlah itu sudah jauh bertambah menyusul pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kembali di Ibu Kota pada 14 September 2020. 

Meskipun dianggap menjadi solusi yang mudah dan menyenangkan, bekerja dengan sistem WFH tetap memiliki tantangan. 

Karyawan perlu beradaptasi dulu. Tidak mudah, apalagi jika pemberlakuannya tiba-tiba seperti saat ini. Belum lagi kalau rumah dan alat yang dipakai sebagai pendukung bekerja tidak memenuhi standar kenyamanan untuk melakukan aktivitas ini. 

Jika kasusnya demikian, produktivitas karyawan bisa menurun. Padahal, perusahaan menuntut kinerja selayaknya yang bisa dihasilkan saat bekerja di kantor. Akibatnya, laju bisnis perusahaan pun terganggu. 

Sebelum hal itu terjadi, pengusaha perlu tahu bagaimana caranya menjaga produktivitas karyawan saat WFH. Kompas.com telah merangkumnya dari berbagai sumber. 

  1. Bekomunikasi aktif dua arah dan percaya pada karyawan.

Karyawan yang jarang diajak berkomunikasi cenderung tidak memiliki motivasi untuk melakukan pekerjaan secara optimal. 

Pada penelitian yang dilakukan oleh Holmes Report 2019 disebutkan, metode komunikasi dapat berdampak langsung pada produktivitas karyawan. 

Dalam paparannya, mereka menyebut kerugian perusahaan akibat hambatan komunikasi di Amerika Serikat bisa mencapai 26.041 dollar AS atau lebih dari Rp 387 juta jika dirupiahkan memakai kurs saat ini per karyawan per tahun. 

Agar hal itu tidak terjadi, pimpinan perusahaan harus membangun komunikasi dua arah. Saat karyawan diberikan kesempatan mengemukakan pendapat, atasan bakal tahu bagaimana cara membangun motivasi dalam ekosistem bekerja sesuai dengan preferensi karyawan. 

Selain itu, penuhi juga hak mereka untuk mendapatkan informasi terusan dari atasan tertinggi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya. 

  1. Bangun target dan percayakan manajer untuk memimpin tim 

Ketahuilah, tiap divisi di perusahaan punya cara sendiri untuk menyelesaikan pekerjaan. 

Untuk itu, percayakan pada manajer untuk menyiasati bagaimana cara yang ia dan tim pakai agar pekerjaan dapat selesai dengan efektif. 

Tak harus dipukul rata, karena tiap bidang pekerjaan punya tantangan sendiri. Dalam artikel yang ditulis Jennifer Robison berjudul ‘COVID-19 Has My Teams Working Remotely: A Guide for Leaders’ dikatakan, dalam sistem bekerja yang baru atau dalam hal ini secara virtual, manajer adalah orang yang paling tahu keadaan tim. 

Manajer bertanggung jawab penuh atas kinerja timnya. Keadaan pandemi yang memengaruhi alur kerja bisa membuat mereka stres karena harus cepat mencari solusi. 

Apalagi, tipe manajer berbeda-beda. Tidak bisa dinegasikan bahwa ada manajer yang mengukur kinerjanya dengan harus hadir secara fisik untuk melatih dan memantau operasional karyawan. 

Daripada hanya menetapkan target, pimpinan tertinggi perusahaan bisa memberi dukungan pada manajer, misalnya dengan berinvestasi pada pelatihan pengembangan manajemen dan pembinaan. Beri mereka waktu untuk meng-upgrade diri dan beradaptasi dengan tenggat waktu yang disepakati. 

Dengan begitu, mereka bisa percaya diri membangun tim lewat komunikasi dan koordinasi jarak jauh. Mereka bisa mencari tahu selama proses, apa yang benar-benar dibutuhkan oleh tim. 

  1. Berstrategi sampai menemukan sistem yang paling tepat 

Mungkin sulit bagi perusahaan untuk menerapkan sistem bekerja jarak jauh dengan lancar dalam waktu dekat. Apalagi, ada dampak kerugian materi yang membayangi. 

Pada dasarnya, wajar jika perusahaan mengalami kerugian di masa transisi ini. Anggap saja sebagai nilai investasi yang harus dibayarkan. 

Dalam survei hasil publikasi PwC pada 15 Juni 2020 yang mendata para pimpinan perusahaan bidang keuangan di Amerika Serikat mendapati, 68 persen dari mereka mengatakan dampak positif dan keuntungan sistem bekerja jarak jauh akan terasa dalam jangka panjang. 

Karenanya, mereka harus tanggap dan sabar dengan segala prosesnya. Meski demikian, tiap keputusan yang diambil harus punya dasar strategi. 

  1. Dukung dengan perangkat dan teknologi yang dapat memudahkan pekerjaan 

Hal terpenting dari pekerjaan adalah hasil. Sayangnya, saat WFH, karyawan kerap menemui kendala-kendala teknis, mulai dari perangkat yang tak mendukung, internet tidak stabil, kebutuhan data yang hanya dapat diakses dari dalam kantor, sampai alur kerja yang berantakan. 

Agar produktivitas tetap terjaga, cari solusi untuk kendala-kendala tersebut. 

Satu hal lagi yang mesti juga dipersiapkan adalah kebutuhan berkolaborasi. Tidak semua pekerjaan hanya membutuhkan koordinasi karyawan perorangan. 

Ada kalanya mereka harus berkolaborasi dan berkoordinasi dengan banyak orang, baik di divisi yang sama maupun divisi lainnya. Bahkan, tak menutup kemungkinan ke depan kolaborasi harus dilakukan dengan klien dari perusahaan lain. 

Kalau industrinya berbasis teknologi, hal-hal seperti itu bukanlah tantangan karena biasanya sudah dipertimbangkan sejak awal. 

Sayangnya, bagi perusahaan yang masih mengadopsi sistem bekerja konvensional, hal tersebut jadi hambatan. 

Maka dari itu, memanfaatkan collaboration tools untuk kemudahan penyelesaian pekerjaan bisa menjadi jalan keluar. 

Collaboration tools adalah platform yang dapat dipakai oleh perusahaan agar karyawannya dapat saling terhubung dan berkoordinasi langsung untuk menyelesaikan pekerjaan tanpa harus berganti-ganti aplikasi. Dengan begitu, para pekerja bisa berinteraksi dan saling memberi feedback langsung di dalamnya. 

Adapun contoh collaboration tools yang sudah tersedia di Indonesia adalah Lark. Dalam platform ini, karyawan bisa berinteraksi dengan rekan kerja melalui banyak fitur mulai dari Messenger untuk kebutuhan komunikasi, Document Sharing untuk berbagi dokumen, Virtual Meeting untuk kebutuhan rapat, hingga menetapkan target di kalender secara real-time

Memakai Lark, perusahaan tak perlu lagi mencari tahu apa yang tengah dibutuhkan karyawan. Sebab, dengan konsep One-Stop Working Application, Lark didesain untuk memberi kemudahan dalam mengerjakan remote working pada satu aplikasi. 

Dengan begitu, pekerjaan dapat diselesaikan dengan efektif. Perusahaan pun tak perlu lagi khawatir soal produktivitas karyawan. Jika ingin mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai Lark, bisa langsung mengunjungi official website-nya di sini.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com