Advertorial

Urgensi Regulasi Perlindungan Data Pribadi, Indonesia Digital Association (IDA) Gandeng Asosiasi Big Data Indonesia

Kompas.com - 07/11/2020, 16:42 WIB

KOMPAS.com – Peraturan pengelolaan data pribadi telah dinanti berbagai pihak di Tanah Air. Peraturan ini nantinya memberi payung hukum terkait pengelolaan dan penggunaan data pribadi untuk kepentingan komersial.

Regulasi tersebut kini sedang dibahas dengan mengadopsi General Data Protection Regulation (GDPR) yang dikeluarkan oleh Uni Eropa untuk melindungi data pribadi masyarakat.

Secara global, para pelaku industri sepakat bahwa GDPR bisa menjadi gold standard dalam penyusunan peraturan pengelolaan data pribadi.

Chairman Indonesian Digital Association (IDA) Dian Gemiano mengungkapkan bahwa pelaku industri digital di Indonesia perlu memahami prinsip-prinsip dasar dalam GDPR.

“IDA berinisiatif untuk mengadakan sebuah webinar membahas GDPR dalam konteks data governance dan operationalcompliance untuk para anggota IDA dan industri periklanan digital secara umum,” kata Gemi dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Jumat (6/11/2020).

Dalam webinar bertajuk Act or React: Towards Personal Data Protection Regulation, IDA akan menggandeng Asosiasi Big Data Indonesia (ABDI) dengan menghadirkan Chairman ABDI Rudi Rusdiah dan Founder & CEO Kontrak Hukum Rieke Caroline sebagai pembicara.

Sebagai informasi, ABDI terlibat langsung dalam penyusunan data governance dengan pemerintah Indonesia untuk menelurkan regulasi perlindungan data pribadi yang relevan dengan kondisi terkini.

Gemi menilai, para pelaku industri digital advertising di Indonesia perlu memahami GDPR karena akan sangat berguna untuk mempersiapkan strategi pengelolaan dan monetisasi first party data yang lebih efektif.

Terlebih, Google secara bertahap akan menghapus third party cookies dari browser Chrome dalam dua tahun ke depan.

Sebagai informasi, third party cookies di dunia digital advertising merupakan sarana penting untuk penelusuran (tracking) data pengguna antar-website yang berbeda.

Fasilitas itu biasanya dipakai pelaku industri untuk melakukan kampanye dengan re-marketing atau re-targeting.

Kampanye tersebut umum digunakan oleh situs-situs e-commerce untuk mendorong transaksi.

Gemi menambahkan, penghapusan third party cookies dari browser Chrome di Indonesia akan berdampak signifikan bagi pelaku industri digital Tanah Air.

Menurut Statcounter, per September 2020, pangsa pasar browser Chrome Indonesia sudah mencapai 77,5 persen.

Sementara itu, Google memperkirakan terjadinya penurunan pendapatan programmatic advertising publisher global dari perubahan tersebut, yaitu sekitar 52 persen, akibat penghapusan bertahap third party cookies di browser Chrome.

Para pelaku industri periklanan digital, kata Gemi, baik publisher, ad networks maupun perusahaan teknologi periklanan harus mengantisipasi perubahan.

“Caranya, dengan mengakselerasi kemampuan mengelola dan memonetisasi first party data,” tambahnya.

Kendati demikian, pengelolaan first party data ini akan bersinggungan secara langsung dengan area-area data privacy (pengelolaan data pribadi) yang sangat sensitif dan kompleks. Apalagi, saat ini belum ada regulasi yang mengatur hal tersebut.

Ketidakhadiran payung hukum yang sesuai akan menimbulkan sejumlah masalah, baik secara operasional maupun etika.

Oleh karena itu, Gemi mendorong pemerintah agar membahas regulasi perlindungan data pribadi secara serius.

Melalui webinar yang diadakan Senin (9/11/ 2020), pukul 16.00 WIB, para pelaku industri dapat memiliki pemahaman yang sama mengenai GDPR. 

Selain itu, pelaku industri ikut mengawal pemerintah dalam menyusun peraturan pengelolaan data pribadi yang adil untuk semua pihak.

Untuk mengikuti webinar, silakan melakukan pendaftaran langsung melalui link ini http://bit.ly/webinarIDA.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com