Advertorial

Banyak Mitos Beredar, Ini Fakta Sebenarnya tentang Vaksin

Kompas.com - 16/11/2020, 21:52 WIB

KOMPAS.com – Saat ini, berbagai negara di dunia tengah melakukan penelitian untuk menemukan vaksin Covid-19. Di Indonesia, vaksin Sinovac yang rencananya akan dipakai telah memasuk uji tahap III.

Sayangnya, di tengah proses tersebut, masih ada saja mitos beredar seputar vaksin di masyarakat. Mereka meragukan keamanan dan kemanjuran vaksin Covid-19 yang masih dalam proses pengujian.

Padahal, vaksinasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mencegah infeksi penyakit menular tertentu. Vaksinasi juga sudah terbukti efisien dan efektif karena telah teruji sehingga digunakan ilmu kedokteran. Beberapa penyakit yang sudah ada vaksinnya dan masih dipakai hingga kini, misalnya, polio, hepatitis B, campak, rubella, BCG, influenza, dan HPV.

“Mitos seputar vaksin cukup banyak. Masyarakat harus pandai memastikan informasi yang benar. Hal yang tidak masuk akal harus kita tinggalkan. Terutama harus hati-hati untuk membagikannya dengan orang lain,” ujar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Cissy Kartasasmita dalam rilis yang diterima Kompas.com, Senin (16/11/2020).

Menurut Cissy, vaksin memiliki manfaat untuk menjaga kesehatan. Jika imunisasi dilakukan pada banyak orang, akan timbul kondisi yang disebut dengan imunitas populasi atau herd immunity.

“(Vaksinasi) akan melindungi orang lain yang belum atau tidak bisa diberi vaksin, seperti bayi  atau orang dengan penyakit gangguan imun,”  ujar Cissy pada acara dialog produktif Keamanan Vaksin dan Menjawab Mitos dengan Fakta, yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin.

Menurut Cissy, penolakan yang luas terhadap vaksin Covid-19 justru menghambat terciptanya kekebalan kelompok yang diinginkan. Sebagai informasi, cakupan imunisasi minimal untuk mencapai herd immunity Covid-19 adalah 70 persen dari jumlah populasi.

Sebelum digunakan ke masyarakat, kata Cissy, sebuah vaksin telah melewati banyak tahap penelitian untuk memastikan keamanan dan kemanjurannya. Contohnya, penelitian vaksin Covid-19 Sinovac di Indonesia.

Saat ini, penelitian vaksin tersebut telah memasuki tahap uji klinis fase III dan telah diujicobakan ke 1.620 relawan. Penelitian itu juga dikawal langsung oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Pelaksanaan uji klinis itu harus dilakukan dengan memenuhi aspek ilmiah dan menjunjung tinggi etika penelitian sesuai pedoman cara uji klinis yang baik.

Sejauh ini, hasil uji klinis fase III menyatakan bahwa vaksin Sinovac aman dan tidak ditemukan reaksi berlebihan. Laporan keamanan uji klinis vaksin fase I dan II pun menunjukkan hasil baik dan telah dipublikasikan lewat jurnal internasional.

Terkait pertanyaan tentang proses pembuatan vaksin yang cepat, Cissy mengatakan bahwa keberadaan teknologi, kemampuan sumber daya yang maju, serta ketersediaan biaya ikut mempercepat proses tersebut.

Sementara itu, Cissy menjelaskan, selama uji klinis fase III tidak ditemukan efek samping yang berat pada relawan penerima vaksin Sinovac.

“Informasi atau berita mengenai ada yang meninggal, sakit berat, sakit punggung, itu tidak terbukti dari hasil uji klinis vaksin Covid-19. Setelah dilakukan penelitian, kejadiannya ternyata tidak berhubungan langsung dengan vaksinasi,” papar Cissy.

Dalam kesempatan yang sama, Cissy juga mengimbau orangtua untuk tetap rutin memberikan vaksin kepada anak-anak dan balita di masa pandemi guna mencegah timbulnya wabah penyakit lain. Hingga saat ini, ada 12 program imunisasi nasional yang diberikan gratis pada anak-anak dan balita.

“Paling rawan di sini campak. Campak sangat mudah menular. Imunisasi pada bayi itu yang paling utama. Jadi, tidak betul bayi tidak boleh diimunisasi,” kata Cissy.

Meski begitu, imbuh Cissy, vaksin hanya salah satu cara untuk melindungi diri dari infeksi penyakit. Masyarakat harus tetap menerapkan perilaku 3M, yakni memakai masker, menjaga jarak aman secara disiplin, serta mencuci tangan memakai sabun dan air mengalir.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com