Advertorial

Posyandu Berikan Informasi untuk Dorong Masyarakat Pantau Kondisi Ibu Hamil dan Balita di Masa Pandemi

Kompas.com - 08/12/2020, 14:34 WIB

KOMPAS.com – Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada akhir 2019 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 298.058 pos pelayanan terpadu (posyandu), tetapi baru 65,42 persen yang aktif. Angka ini masih jauh dari target nasional yaitu 80 persen. Pada 2020, cakupan diperkirakan turun karena kegiatan posyandu sebagian besar dihentikan selama pandemi.

Hal tersebut menyusul adanya aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dibuat untuk menghindari terjadinya kerumunan orang. Dampaknya, ibu hamil dan balita yang biasanya terpantau perkembangannya menjadi tertunda. Ini bisa berakibat buruk mengingat ibu hamil dan balita merupakan kelompok rentan.

Mengingat pentingnya peran posyandu, aktivitas pemantauan pertumbuhan balita sebagai bagian dari program pencegahan stunting tetap harus dijalankan.

Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas (ratas), Rabu (5/7/2020) yang meminta agar posyandu dibuka kembali dengan memerhatikan protokol kesehatan. Hal terpenting, posyandu tidak terletak pada zona merah, oranye, dan kuning.

Tempat mencuci tangan yang disediakan di depan puskesmas (Dok. Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI) Tempat mencuci tangan yang disediakan di depan puskesmas

Sebagai informasi, langkah awal yang paling penting untuk memastikan anak bertumbuh sehat dan cerdas adalah dengan pemenuhan gizi sejak dini, yaitu saat masih dalam kandungan sampai berusia dua tahun atau 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).

Makanan selama periode tersebut dapat memengaruhi fungsi intelektual, memori, konsentrasi, dan emosi anak di kemudian hari.

Selama ini, posyandu punya fungsi untuk memantau perkembangan anak selama masa tumbuh kembang itu secara rutin. Ibu bersama balita yang datang ke posyandu akan diperiksa mulai dari berat badan, tinggi badan, hingga kondisi tumbuh kembang. Di posyandu juga, balita bisa mendapatkan vaksinasi, makanan bergizi, dan juga vitamin sesuai dengan program pemerintah.

“Posyandu berperan memantau tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan hingga kesehatan ibu menyusui. Jika posyandu tidak berjalan, berarti akan menunda pemantauan kondisi dari 1.000 hari pertama kehidupan,” demikian dari keterangan tertulis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang diterima Kompas.com, Senin (7/12/2020).

Oleh karena itu, meski tidak beroperasi, posyandu harus tetap melaksanakan fungsi penggerakan agar masyarakat tetap bisa memantau kesehatan ibu dan anak.

Caranya, dengan memberikan masyarakat informasi tentang pemantauan kesehatan ibu dan anak, gizi, imunisasi, keluarga berencana, serta peningkatan perilaku hidup sehat dan kegiatan tambahan sehingga kegiatan tersebut dapat dilakukan secara mandiri.

Selain itu, ibu dan balita yang ingin melakukan konsultasi dan pemeriksaan langsung bisa melakukan janji temu kunjungan ke rumah atau di fasilitas pelayanan kesehatan.

Kegiatan lain yang tidak kalah penting adalah survei kesehatan berbasis masyarakat di posyandu untuk membantu menyusun intervensi kegiatan di masa pandemi. Survei kesehatan dapat menjadi data dasar dalam mengubah perilaku masyarakat. Hal ini dapat dilaksanakan dengan bantuan satuan tugas di wilayah desa/kecamatan/RW/RT.

Kepala Puskesmas Wanasari dr Kristina Br Ginting mengungkapkan, kesuksesan kegiatan pemantauan perkembangan anak di masa pandemi sangat terbantu dengan keberadaan kader posyandu.

“Para kader mendatangi rumah sasaran yang tidak datang ke posyandu untuk memperoleh informasi kondisi balita melalui janji temu sebelumnya,” ujar Kristina.

Selain itu, keberadaan posyandu juga bisa meningkatkan pemberdayaan masyarakat dengan mengadakan tiga aktivitas, seperti persiapan dan pelaksanaan hari buka posyandu, pemberian budidaya ikan dalam ember (budikdamber) untuk dikelola bersama, dan peningkatan peran lembaga yang ada.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com