Advertorial

Berkenalan dengan Hendi Pratama, Sosok Warek Muda yang Gemar Stand-Up Comedy dan Aktif di Media Sosial

Kompas.com - 12/01/2021, 18:09 WIB

KOMPAS.com - Dosen di perguruan tinggi kerap diidentikkan dengan sosok yang serius, kaku, dan jauh dari pergaulan, apalagi jika merangkap sebagai birokrat kampus. Dua profesi tersebut dipandang jauh dari pergaulan dunia di luar kampus.

Akan tetapi, hal tersebut tampaknya tidak berlaku bagi salah satu dosen sekaligus Wakil Rektor (Warek) Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (Unnes), Hendi Pratama (35). Ia menepis anggapan itu dengan membaur dalam komunitas mahasiswa.

Hendi terlibat aktif dalam komunitas komedi tunggal atau stand-up comedy di Kota Semarang sejak 2015. Pada komunitas inilah, ia belajar memahami kondisi psikologis mahasiswa untuk bekal mengajar.

Menariknya, Hendi terlibat aktif dalam komunitas komedi tunggal atau stand-up comedy di Kota Semarang sejak 2015. Pada komunitas inilah ia belajar bagaimana memahami kondisi psikologis mahasiswa untuk bekal mengajar.

Hendi mengatakan, mahasiswa yang menjadi komedian tunggal haruslah cerdas. Apabila tidak, mereka akan kesulitan untuk memancing tawa dari para penonton.

“Dengan memahami dunia mereka (mahasiswa), saya bisa lebih efektif dalam mentransfer pengetahuan dan keterampilan,” ujar Hendi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (12/1/2021).

Ketika melucu, lanjut Hendi, mahasiswa bisa menyampaikan materi yang kritis dan tajam terkait berbagai hal, mulai dari kondisi politik terkini, permasalahan keluarga, hingga perkuliahan.

Semua itu, kata Hendi, dibungkus dalam lawakan untuk memantik tawa penonton. Dari komunitas tersebut, ia menyadari bahwa melawak bukanlah pekerjaan mudah.

“Selain jam terbang penampilan yang tinggi, banyak pula teknik yang harus dipelajari,” kata Warek Unnes yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Dekan Akademik Fakultas Bahasa dan Seni Unnes periode 2018-2021, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Hubungan Masyarakat Unnes (2015-2018), dan Staf Ahli Bidang Kerja Sama Luar Negeri Unnes (2011-2015) itu.

Untuk terus mengasah keterampilan, Hendi bahkan tampil pada momen open mic yang diadakan komunitasnya hampir setiap Kamis malam. Ia mengaku, tidak selalu berhasil memancing tawa para penonton di awal kariernya sebagai stand-up comedian. Namun, ia merasa beruntung karena terus mendapat dukungan dari anggota komunitasnya.

“Dari sini, saya menyadari bahwa dosen juga harus belajar dari mahasiswa. Selain stand-upcomedy, saya juga ikut bermain game daring dan menonton drama Korea setelah semakin mengenal para mahasiswa,” kata alumnus S2 Universitas Queensland Australia dan S3 Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ini.

Aktif di media sosial

Hendi menambahkan, upaya membaur tersebut ia niatkan untuk lebih memahami dunia mahasiswa dan sebagai inspirasi untuk metode mengajar.

Upayanya juga tidak sekadar membaur di komunitas mahasiswa, Hendi juga aktif di media sosial. Menurutnya, saat ini media sosial telah menjadi portofolio diri karena citra dan profesionalitas seseorang dapat dilihat melalui rekam jejak digital.

“Namun, pada realitasnya, banyak dosen belum menganggap hal tersebut (penting),” imbuh pria kelahiran Semarang yang pernah menjadi Mas Duta Wisata Jawa Tengah pada 2006 dan menjadi juri pada ajang yang sama pada 2017 hingga 2019 ini.

Oleh karena itu, Hendi aktif berbagi motivasi dan inspirasi di berbagai media sosial miliknya, mulai dari Instagram, Facebook, YouTube, hingga Twitter.

Uniknya, masing-masing platform digunakan untuk tujuan yang berbeda. Misal saja, Instagram yang biasa digandrungi remaja dan mahasiswa digunakan untuk berbagi inspirasi lewat unggahan gambar serta video.

Sementara itu, Facebook dengan audiens yang lebih dewasa, Hendi gunakan untuk berbagi kisah inspiratif dan informasi yang bersifat akademis.

“Nah, kalau YouTube, saya gunakan untuk membuat tutorial dan bahan kuliah yang lebih serius. Sedangkan, Twitter biasa saya gunakan untuk diskusi terkait kesetaraan, gender, dan antidiskriminasi,” imbuh Hendi.

Melihat perkembangan yang ada saat ini, Hendi melihat tantangan yang harus dihadapi perguruan tinggi tidaklah mudah. Globalisasi memaksa perguruan tinggi untuk adaptif dalam menyesuaikan kondisi dan tantangan zaman.

Hendi mengatakan, tanpa keinginan setiap masyarakat akademik (civitas academica) untuk terus belajar, mustahil pihak kampus dapat menjawab setiap tantangan global dan membekali alumninya dengan kompetensi unggul.

“Semua itu harus berlandaskan sifat humanis. Sebab, napas perubahan kampus adalah (untuk) mendorong kebaikan bersama, demi bangsa dan negara,” jelas Hendi.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com