Advertorial

Yakin Masker Medis yang Dipakai Sudah Sesuai Standar?

Kompas.com - 19/04/2021, 09:00 WIB

CIKARANG, KOMPAS.com – Masker menjadi benda yang wajib dimiliki oleh setiap orang di masa pandemi Covid-19. Pasalnya, masker merupakan alat pelindung diri (APD) yang utama untuk mencegah risiko terpapar virus corona.

Pada awal masa pandemi, APD tersebut sempat sulit ditemukan di pasaran. Sebab, jumlah permintaan masker tidak berbanding dengan ketersediaannya. Akibatnya, masker menjadi barang langka.

Setahun berselang, jumlah suplai masker di pasaran kian berlimpah. Jenis dan kualitasnya pun beragam, mulai dari masker kain, hybrid, masker medis 3 lapis dan 4 lapis, hingga masker medis berstandar N99 dan N95.

Dari berbagai jenis masker tersebut, masker medis 3 lapis menjadi pilihan mayoritas orang. Selain lebih nyaman, masker ini diklaim lebih aman dan bersih karena sifatnya yang sekali pakai (disposable).

Meski demikian, yakin masker yang dibeli dan dipakai sudah sesuai standar?

Pada dasarnya masker medis punya standar tersendiri. Itulah sebabnya, masyarakat tidak bisa sembarangan dalam memilih masker medis. Untuk mengetahuinya, masyarakat perlu paham standar kesehatan untuk masker medis yang sesuai dengan kebutuhan agar saluran pernapasan benar-benar terlindungi.

Saat ini, ada tiga standar uji masker medis menurut American Standard Testing and Material (ASTM), yakni bacterial filtration efficiency (BFE), particle filtration efficiency (PFE), dan viral filtration efficiency (VFE). 

BFE merupakan standar untuk mengukur efisiensi filtrasi masker. Untuk mengukurnya, para peneliti menggunakan aerosol biologis bakteri Staphylococcus aureus dengan ukuran bervariasi, mulai dari 1 mikron hingga 5 mikron sebagai materi uji. Efisiensi filtrasi maksimum yang ditentukan dalam metode BFE adalah 99,9 persen.

Sementara, PFE atau efisiensi filtrasi partikel mengukur kemampuan masker dalam menyaring partikel submikron, salah satunya adalah virus. ASTM menetapkan ukuran partikel uji PFE, yaitu 0,1 mikron, dengan efisiensi filtrasi sebesar 95 persen.

Dari penjelasan tersebut, masker medis setidaknya perlu memenuhi standar BFE dan PFE jika yang dibutuhkan adalah pencegahan virus corona. Sebab, virus corona berukuran supermini, yaitu hanya 0,12 mikron.

Masker medis yang aman

Berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), masker medis minimal terdiri dari tiga lapis (ply). Lapisan pertama terbuat dari bahan non-woven, lapisan kedua filter meltblown (plastik), dan lapisan ketiga sama dengan lapisan pertama, yaitu non-woven.

Selain itu, masker medis juga harus dilengkapi tali pengait (earloop) dan kawat hidung.

Sayangnya, standar ASTM tadi yang menjadi ketentuan masker medis efisien untuk mencegah diri dari bahaya virus, belum benar-benar menjadi perhatian masyarakat. 

Di pasaran pun, masih terdapat masker yang hanya menjadikan BFE sebagai tolok ukur keamanan satu-satunya.

Merespons fenomena tersebut, PT Top One Plastindo (TOP) berinisiatif memproduksi masker medis dengan brand Kaisin. Masker ini dibuat sesuai dengan ketentuan ASTM, yaitu memenuhi standar uji PFE dan BFE.

Presiden Direktur PT Top One Plastindo Ko Kuo Ching mengatakan, untuk melindungi saluran pernapasan dari virus corona, dibutuhkan masker medis yang mampu menyaring partikel berukuran submikron.

“Salah satu parameter pengujian masker medis adalah uji lolos saring partikel atau PFE,” ujar Ko kepada Kompas.com, Kamis (8/4/2021).

Ko menjelaskan, pihaknya memiliki alat yang disebut particle filter efficiency testing machine. Alat ini menguji PFE dan BFE pada komponen filter meltblown.

PT Top One Plastindo memiliki alat yang disebut particle filter efficiency testing machine. Alat ini berfungsi untuk menguji filtrasi PFE dan BFE pada masker dengan bahan filter meltblown. Dok. KOMPAS.com/Yakob Arfin PT Top One Plastindo memiliki alat yang disebut particle filter efficiency testing machine. Alat ini berfungsi untuk menguji filtrasi PFE dan BFE pada masker dengan bahan filter meltblown.

Pada prinsipnya, imbuh Ko, uji PFE dan BFE pada komponen meltblown dilakukan sebelum proses produksi.

“Filter meltblown dipaparkan partikel dengan ukuran-ukuran spesifik untuk menguji daya filtrasi PFE dan BFE. Dari situ, dapat diketahui persentase kinerja masker dalam menyaring partikel,” jelasnya.

Proses uji PFE dan BFE dilakukan dengan metode sampling. Setiap dua jam sekali, sampel komponen meltblown akan diambil untuk diuji. Setiap gulungan bahan meltblown dites sebelum masuk ke tahap produksi.

Jika memenuhi standar filtrasi maksimal, lanjut Ko, gulungan filter meltblown dinyatakan layak untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan masker.

Setelah masker medis dirangkai secara utuh, proses uji PFE dan BFE kembali dilakukan. Bila memenuhi standar filtrasi, masker layak untuk diedarkan.

Selain pengujian PFE dan BFE, PT Top One Plastindo juga melakukan uji dengan liquid penetration testing machine untuk memastikan masker tidak tembus cairan maupun dropletDok. PT Top Onle Plastindo Selain pengujian PFE dan BFE, PT Top One Plastindo juga melakukan uji dengan liquid penetration testing machine untuk memastikan masker tidak tembus cairan maupun droplet

Tak berhenti di situ, setiap masker medis Kaisin juga diuji kemampuannya untuk menahan cairan. Pengujian dilakukan menggunakan liquid penetration testing machine. Kemudian, uji inhalasi juga dilakukan dengan menggunakan air resistance testing machine.

“Uji air resistance penting dilakukan untuk menunjang kenyamanan (pengguna) sehingga tetap bisa bernapas dengan baik, sedangkan uji liquid penetration memastikan masker tidak tembus cairan maupun droplet,” terang Ko.

Utamakan higienitas

Demi menjaga masker tetap higienis hingga sampai ke tangan konsumen, setiap helai masker produksi PT TOP dibungkus dengan plastik steril kedap udara. Dengan demikian, kondisi dan kualitas masker tetap terjaga hingga saat akan digunakan.

Selain alasan higienitas, tujuan pengemasan setiap helai masker dengan plastik adalah untuk menjaga fungsi static yang terdapat pada lapisan kedua, yaitu filter meltblown.

Seperti disinggung di atas, masker medis terdiri dari tiga lapisan. Lapisan pertama berbahan non-woven berfungsi untuk menahan dan menyaring partikel-partikel yang berukuran besar.

Sementara, lapisan kedua, yaitu filter meltblown berperan penting untuk menahan partikel yang berukuran lebih kecil seperti virus.

Adapun komponen utama pada filter meltblown adalah static yang berfungsi layaknya magnet untuk mengikat partikel supermini. Dengan adanya static, maka partikel-partikel kecil tidak dapat tembus ke lapisan ketiga.

Untuk menjaga kinerja static agar tetap berfungsi optimal, PT TOP membungkus setiap helai masker dengan plastik kedap udara. Dengan demikian, air dan suhu lembab akan tertahan sehingga tidak merusak kinerja static pada masker Kaisin.

“Karena itu, masker Kaisin berkualitas bagus karena komponen static pada filter meltblown tetap terjaga. Lapisan kedua (meltblown) bisa dikatakan aman bila static yang digunakan berkualitas,” imbuh Ko.

Selain itu, upaya penunjang keamanan lainnya yang dilakukan oleh PT TOP adalah implementasi proses quality control secara ketat dalam produksi masker medis.

PT TOP memastikan kondisi kesehatan dan kebersihan pekerja serta higienitas mulai dari lingkungan pabrik, mesin, hingga proses pengemasan.

Seluruh karyawan bagian produksi wajib mengunakan APD lengkap, mulai dari masker, face shield, sarung tangan, dan baju hazmat. Ini dilakukan demi menjaga masker tetap steril dan meminimalisasi kontaminasi partikel berbahaya. Dok. PT Top Onle Plastindo Seluruh karyawan bagian produksi wajib mengunakan APD lengkap, mulai dari masker, face shield, sarung tangan, dan baju hazmat. Ini dilakukan demi menjaga masker tetap steril dan meminimalisasi kontaminasi partikel berbahaya.

Ko menjelaskan, sebelum memasuki area produksi, karyawan bagian produksi wajib melakukan cek suhu tubuh, mencuci tangan, wajib mengenakan sarung tangan, masker, maupun face shield, dan baju hazmat.

"Ini demi menjaga kualitas dan higienitas masker. Karyawan bahkan dilarang menggunakan bedak dan parfum karena akan berpengaruh terhadap kualitas sekaligus meminimalisasi kontaminasi partikel kosmetik,” jelasnya.

Dengan menerapkan standar tersebut, masker Kaisin PT TOP berhasil mengantongi standar keamanan sejumlah lembaga. Adapun lembaga luar negeri seperti Centexbel, Nelson Labs, dan Taiwan Textile Research Institute.

Sementara, untuk dalam negeri, PT TOP mendapat ISO 13485-2016, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Standardisasi Nasional (BSN), dan Laboratorium Kualitas Udara Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB).

“Saya berharap, dengan memproduksi masker yang berstandar uji PFE dan BFE, masyarakat dapat terproteksi dengan maksimal dan terhindar dari paparan virus corona,” ujar Ko.

Selain itu, Ko juga mendorong lembaga pemerintah untuk meningkatkan standar uji masker medis pada seluruh produsen masker. Tak hanya mengacu pada uji BFE, tetapi juga PFE pada seluruh produsen masker.

Pemerintah, lanjut Ko, harus turun tangan melakukan audit langsung pabrik-pabrik masker secara berkala. Hal ini bertujuan untuk memastikan kualitas masker yang beredar di pasaran.

“Kami terbuka kepada berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum untuk mengetahui langsung bagaimana proses produksi masker medis yang sesuai standar aman,” terangnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com