Advertorial

Launching Survei Partisipasi Politik dan Lingkungan, Generasi Melek Politik Ajak Gen Z dan Milenial untuk Lebih Kritis

Kompas.com - 19/04/2021, 18:48 WIB

KOMPAS.com – Beberapa tahun belakangan, isu permasalahan lingkungan mulai mendapat banyak perhatian oleh dunia internasional.

Berbagai bencana alam yang terjadi juga ditenggarai tak lepas dari kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh ulah manusia, mulai dari deforestasi, banjir, kebakaran hutan, sampai pencemaran air sungai.

Di Indonesia sendiri, permasalahan lingkungan menjadi problem krusial yang seolah tiada habisnya. Salah satu problem yang kerap terjadi adalah deforestasi atau upaya penebangan area hutan untuk dialihfungsikan menjadi lahan tidak berhutan secara permanen guna mendukung aktivitas manusia.

Biasanya, aktivitas deforestasi ditujukan untuk membuka lahan perkebunan secara ilegal oleh korporasi maupun masyarakat setempat.

Berdasarkan pemberitaan Kompas.com, Kamis (28/5/2020), luas hutan Indonesia sekitar 99,6 juta hektare (ha) pada 2011. Namun, angka itu semakin menurun setiap tahunnya.

Hal itu tak lepas dari laju kerusakan hutan Indonesia yang mencapai sekitar 610.375,92 ha per tahun. Angka itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan laju kerusakan hutan terbesar ketiga di dunia.

Untuk kasus per wilayah, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) termasuk salah satu provinsi dengan laju deforestasi tinggi.

Mengutip laman kalbarprov.id, Provinsi Kalbar rata-rata mengalami deforestasi hingga 68.8000 ha per tahun dengan degradasi hutan mencapai 10.800 ha per tahun.

Tak berhenti di situ, Provinsi Kalbar juga menjadi langganan kebakaran hutan dan lahan. Pada 2019, area hutan dan lahan seluas 151.900 ha mengalami kebakaran, seperti dikutip dari situs sipongi.menlhk.go.id.

Kasus serupa juga dialami Provinsi Riau. Dikutip dari situs Komiu.id, sejak awal 2021 sampai Maret 2021 saja, telah terjadi kebakaran yang melahap sekitar 657,71 ha hutan di delapan daerah di Riau.

Provinsi Kalbar dan Riau hanya beberapa sampel dari maraknya aksi deforestasi di berbagai wilayah lain di Indonesia. Jika terus dibiarkan, hutan Indonesia bakal semakin tergerus.

Tingginya angka deforestasi beserta dampak yang diakibatkannya mendorong organisasi nonprofit Generasi Melek Politik untuk memberikan awareness kepada anak-anak muda.

Adapun awareness yang dimaksud terkait hubungan antara visi misi pemimpin di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serta Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) dan isu lingkungan.

Visi dan misi calon pemimpin di Pilkada maupun Pilpres terkait lingkungan hidup dinilai krusial untuk menurunkan angka deforestasi, banjir, dan kebakaran hutan.

Selain itu, organisasi nonprofit tersebut juga menyadari bahwa suara anak muda bisa menjadi agen perubahan, baik untuk ruang lingkup daerah, nasional, maupun internasional.

Karenanya, Generasi Melek Politik mengadakan survei bertajuk “Partisipasi Politik Anak Muda Terhadap Isu Lingkungan”.

Generasi Melek Politik memaparkan laporan hasil survei Partisipasi Politik dan Lingkungan dari Gen Z dan Milenial.DOK. Generasi Melek Politik Generasi Melek Politik memaparkan laporan hasil survei Partisipasi Politik dan Lingkungan dari Gen Z dan Milenial.

Survei tersebut dilakukan di empat provinsi Indonesia yang rawan deforestasi, banjir, dan kebakaran hutan. Provonsi itu adalah Gorontalo, Riau, Kalbar, dan Sulawesi Tengah.

Nantinya, hasil survei tersebut dapat dijadikan landasan pembuatan program kerja oleh kandidat pemimpin, mulai dari bupati, gubernur, sampai presiden.

Diikuti 2.217 responden berusia 17-30 tahun, survei tersebut menggunakan metode kuantitatif dan focus group discussion (FGD) secara daring.

Berdasarkan hasil survei tersebut, mayoritas Gen Z dan Milenial menganggap bahwa isu lingkungan merupakan isu yang sangat penting bagi mereka.

Setidaknya, terdapat empat permasalahan lingkungan utama yang menjadi perhatian dari responden, yakni sampah yang menumpuk, sungai tercemar, banjir, dan kerusakan hutan.

Menurut responden, penyebab utama masalah lingkungan adalah kurangnya pendidikan lingkungan sehingga pemahaman dan kesadaran masyarakat akan isu lingkungan pun minim.

Selain itu, peraturan yang ada mengenai lingkungan tidak dilaksanakan sebagaimana semestinya oleh pemerintah setempat. Mulai dari perencanaan hingga peraturan terkait penegakan hukum di bidang sumber daya alam dan lingkungan tidak dijalankan dengan baik.

Segelintir pihak yang tidak bertanggung jawab juga memanfaatkan ketidakpedulian pemerintah atas permasalahan tersebut.

Akibatnya, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan menyebabkan kerusakan lingkungan jangka panjang.

Lebih lanjut, mayoritas responden yang berpartisipasi aktif dalam organisasi lingkungan di daerah masing-masing mengaku sudah menyampaikan aspirasi mengenai isu lingkungan di wilayahnya melalui media sosial. Namun, respons pemerintah terhadap aspirasi anak muda masih tergolong rendah.

Sebagai informasi, hasil survei dan olah data yang dilakukan Generasi Melek Politik tersebut telah dirilis secara daring dalam acara bertajuk “Launching Survei Partisipasi Politik Anak Muda Terhadap Isu Lingkungan”, Sabtu (10/4/2021).

Acara itu dihadiri oleh Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M Syarif, Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari Gita Syahrani, Ambassador Generasi Melek Politik Siak, Riau, Noza Rahmad, dan Ambassador Generasi Melek Politik Kalbar Florentini Delly sebagai penanggap hasil survei.

Selain melalui survei, FGD yang dilakukan bersama surveyor juga menemukan fakta bahwa kebijakan yang sudah disusun oleh pemerintah terkadang tidak diketahui ataupun tidak dapat diakses oleh masyarakat.

Hal tersebut menyulitkan masyarakat untuk mengetahui sejauh mana isu lingkungan diperhatikan oleh pemerintah sekaligus menutup akses keterlibatan anak muda dalam pembuatan kebijakan dikarenakan ruang aspirasi yang terbatas.

Dari hasil olah data survei dan FGD, Generasi Melek Politik merekomendasikan lima kesimpulan sebagai berikut.

Pertama, pemerintah daerah (pemda) perlu melakukan sosialisasi terhadap kebijakan lingkungan yang sedang dibuat maupun yang sudah dibuat. Dengan begitu, anak muda bisa terlibat dalam penyusunan kebijakan dan juga pelaksanaan kebijakan tersebut.

Kedua, tidak hanya melibatkan aspirasi anak muda secara reguler dalam membangun kebijakan lingkungan atau kebijakan pembangunan yang memiliki dampak pada lingkungan, pemda juga menjadikan masukan dari anak muda sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan.

Ketiga, anak muda harus membangun komunikasi yang lebih efektif kepada pemangku kebijakan terkait dengan aspirasi isu lingkungan di daerah.

Keempat, membentuk wadah bagi anak muda daerah untuk mengeluarkan aspirasi dan pendapat terkait isu lingkungan kepada para pembuat kebijakan.

Kelima, pemda perlu melakukan pendidikan lingkungan kepada anak muda di daerah supaya mereka memahami pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan.

Dari hasil survei tersebut, diharapkan anak muda menyadari bahwa suara mereka mahal sehingga harus lebih kritis dalam memilih pemimpin daerah, seperti bupati dan gubernur.

Sementara bagi setiap pemangku kepentingan, diharapkan untuk membuat forum aspirasi terbuka yang dapat dimanfaatkan anak muda untuk menyampaikan keluh-kesah, pendapat, aspirasi, dan gagasan program kerja untuk menurunkan deforestasi, kebakaran hutan, serta banjir.

Untuk mengunduh hasil riset Generasi Melek Politik, silakan kunjungi tautan berikut http://bit.ly/risetGMP2021.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com