JAKARTA, KOMPAS.com – Di antara penyakit tidak menular (PTM), asma merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita asma di seluruh dunia pada 2019 mencapai 262 juta jiwa.
Sementara, di Indonesia, setidaknya 4,5 persen atau 11.179.032 penduduk mengidap asma, sebagaimana diberitakan Kompas.com menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Selasa (15/10/2019). Adapun salah satu golongan pengidap penyakit tersebut adalah anak-anak.
Asma merupakan jenis penyakit pernapasan kronis dengan gejala umum sesak napas dan mengi. Kedua reaksi ini terjadi karena paparan alergen, seperti debu, bulu binatang, asap, serbuk sari, makanan, dan udara dingin.
Kendati asma memiliki gejala sesak napas dan mengi, tidak semua anak dengan gejala tersebut dapat dikatakan menderita asma. Perlu ada serangkaian pemeriksaan klinis untuk mendapatkan diagnosis pasti. Diagnosis paling awal dapat dilihat dari riwayat kesehatan keluarga.
Dokter spesialis anak di Mayapada Hospital Bogor BMC, dr Andreas mengatakan, jika salah satu atau kedua orangtua pernah menderita asma dan memiliki bakat alergi, anak berisiko mengidap penyakit serupa.
“Kalau hanya salah satu yang menderita asma dan memiliki bakat alergi, risikonya berkisar 40-60 persen. Namun, jika keduanya punya riwayat tersebut, risiko pada anak bisa naik hingga 90 persen,” jelas dr Andreas saat dihubungi Kompas.com, Jumat (7/5/2021).
Gejala asma pada anak
Kasus asma pada anak umumnya terjadi saat anak berusia dua hingga lima tahun. Namun, reaksi alergi yang menjadi gejala awal penyakit tersebut sudah muncul saat anak berumur di bawah satu tahun.
Asma pada anak usia di bawah satu tahun dapat terlihat dari respons tubuhnya terhadap beberapa jenis makanan. Jika memicu alergi, akan muncul eksem pada kulit anak.
Adapun gejala dermatitis atopik (eksim) ditandai dengan kulit yang bebercak, meradang, terdapat ruam merah, dan terasa gatal.
“Itu (alergi) jika terus berlanjut dari alergi makanan berubah menjadi eksem atau dermatitis atopik. Nah, kalau gejala alergi tersebut masih berlanjut, itu akan menjadi asma atau rhinitis alergika kita sebut allergic march,” jelas dr Andreas.
Selain sesak napas dan mengi, gejala penyakit asma pada anak biasanya juga disertai batuk, tubuh lemas, dan perilaku yang menunjukkan bahwa dirinya tidak nyaman.
Meski begitu, dr Andreas menekankan bahwa tidak semua gejala sesak napas langsung bisa disebut sebagai asma.
“Bedanya sama sesak napas yang lain, kalau asma itu dipastikan karena faktor alergi dan keturunan. Saat pemeriksaan dokter, akan terdengar bunyi mengi,” paparnya.
Begitu pula pada mengi yang terjadi saat anak batuk. Ia mengatakan, mengi tersebut belum bisa dikatakan sebagai gejala asma. Untuk memastikan, perlu ada tes lanjutan ketika ditemukan gejala tersebut.
“Pada anak usia kurang dari dua tahun, gejala mengi juga bisa berindikasi pada bronkiolitis yang biasanya disebabkan infeksi virus,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dr Andreas menjelaskan klasifikasi gejala asma berdasarkan skala, mulai dari ringan hingga berat.
Pada kasus asma ringan, anak masih bisa diajak berbicara dan beraktivitas, meski tetap disertai dengan napas yang berbunyi. Sementara itu, pada derajat sedang, anak akan terlihat mudah lelah, cenderung pendiam, dan tarikan napas menjadi lebih cepat.
Kemudian, pada kasus asma berat, anak sudah tidak bisa melakukan aktivitas apa pun dan hanya duduk dalam kondisi tripod.
“Posisi (tripod) itu duduk dengan kaki bersila. Sementara, kedua tangan menempel di lantai menahan beban tubuh. Si anak sama sekali tidak nyaman jika disuruh untuk tiduran,” jelas dr Andreas.
Kondisi tersebut perlu diwaspadai oleh orangtua. Sebab, gejala asma yang berat akan membuat anak kesulitan bernapas dan berakhir pada hilangnya nyawa.
Penanganan asma pada anak
Bagi orangtua, khususnya yang memiliki riwayat asma dan alergi, segera bawa si kecil ke dokter spesialis anak jika mengalami salah satu atau beberapa gejala yang dituliskan di atas.
Dengan memeriksakan buah hati ke dokter spesialis anak, seperti yang tersedia di Mayapada Hospital, si kecil bisa mendapatkan penanganan yang optimal.
Selain itu, lanjut dr Andreas, orangtua juga perlu memperhatikan frekuensi terjadinya gejala-gejala asma pada anak. Sebab, hal ini akan membantu dokter saat mendiagnosis klasifikasi penyakit tersebut.
Dengan begitu, bila anak dinyatakan positif menderita asma dan penyakit tersebut kambuh, orangtua bisa melakukan penanganan yang telah dianjurkan oleh dokter.
“Misalnya, kalau skala ringan, anak cukup diuap atau diberi obat semprot. Kalau skala sedang dan berat, anak perlu dibawa kembali ke dokter untuk diobservasi lebih lanjut,” terangnya.
Selain itu, orangtua juga perlu melindungi anak dari faktor-faktor pemicu alergi yang dapat menyebabkan asma kambuh.
“Misalnya, anak punya alergi terhadap jenis makanan tertentu. Orangtua wajib menjauhkan makanan tersebut, termasuk olahannya, dari si anak,” ujar dr Andreas.
Biasanya, kata dr Andreas, makanan yang mengandung protein hewani dapat mencetuskan alergi dan asma.
Sebagai informasi, pada kuartal III 2021, Mayapada Hospital akan membuka cabang di Kota Surabaya, Jawa Timur. Tepatnya, berada di Jalan Mayjen Sungkono Nomor 20, Surabaya Timur.
Bagi orangtua yang berdomisili di Kota Surabaya, Anda bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan tersebut untuk memeriksakan anak bila memiliki gejala asma.