Advertorial

Jangan Sepelekan Stres pada Perempuan, Penyakit Jantung Bisa Mengintai Anda

Kompas.com - 01/06/2021, 21:50 WIB

KOMPAS.com – Pengelolaan stres yang tidak baik hingga depresi dapat memicu masalah pada jantung dan pembuluh darah. Pasalnya, tekanan psikologis dapat menyebabkan pelepasan katekolamin dan glukokortikoid ke dalam darah yang akhirnya meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah.

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr. Ika K Dhanudibroto, SpJP menjelaskan bahwa angka kejadian depresi pada perempuan lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan laki-laki.

Tingginya tingkat stres pada perempuan berkaitan dengan komorbiditas, status fisik dan mental, konflik dalam keluarga, tanggung jawab mengurus keluarga serta kesulitan finansial. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah.

“Penyakit jantung yang berkaitan dengan stres yakni dikenal dengan ‘Broken Heart Syndrome’ atau ‘Takotsubo Cardiomyopathy’. Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki, terutama pada fase menopause, dan dicetuskan oleh stres emosional ,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (18/5/2021).

Menurut dr Ika, gejala yang dialami adalah mirip dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK) akut, tetapi pada evaluasi lanjutan tidak ditemukan sumbatan arteri koroner yang bermakna. Kelainan ini menyebabkan gangguan fungsi jantung yang segmental, tetapi bersifat sementara, pemulihannya pun sempurna dan cepat.

“Gejalanya mirip dengan serangan jantung. Biasanya, dipicu oleh stres yang ekstrim. Misalnya, satu minggu yang lalu suaminya baru saja meninggal. Ia pun mengalami depresi, benar-benar seperti orang yang broken heart,” kata dr Ika.

Meski bisa pulih dengan sendirinya, pasien ini memerlukan pendampingan dan rehabilitasi yang baik untuk menekan stres yang dialami.

Terlepas dari Broken Heart Syndome, prevalensi PJK ternyata juga lebih tinggi pada perempuan.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia pada 2013 menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, prevalensi PJK pada perempuan adalah 1,6 persen. Sementara pada laki-laki, prevalensinya hanya 1,3 persen.

Jika dibandingkan laki-laki, pertumbuhan persentase penyakit kardiovaskular pada perempuan 10-20 tahun lebih lambat. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan biologis perempuan dengan laki-laki. Hormon estrogen yang dominan pada tubuh perempuan memperkecil risiko penyakit tersebut.

“Jadi, dengan adanya hormon estrogen, sebenarnya wanita diuntungkan karena dapat melindungi dari PJK. Itulah mengapa dengan meningkatnya usia dan menurunnya kadar estrogen setelah menopause, risiko PJK pada perempuan baru meningkat ,” ujar dr Ika.

Gejalanya sulit dikenali

Sayangnya, pasien perempuan biasanya sulit mengenali gejala penyakit jantung yang dirasakannya. Hal tersebut disebabkan gejala kardiovaskular pada perempuan mirip dengan penyakit lain.

Berbeda dengan laki-laki yang merasakan nyeri pada dada, gangguan jantung pada perempuan tidak memiliki gejala yang khas. Oleh sebab itu, banyak yang mengabaikan keluhan tersebut.

Pada umumnya, gejala yang dirasakan ialah napas pendek, keringat berlebih, nyeri pada ulu hati, mual, dan lelah berlebihan. Gejala-gejala tersebut mirip dengan gejala penyakit gastroesophageal reflux disease (GERD). Bahkan, tidak sedikit perempuan yang beranggapan bahwa gejala tersebut merupakan gejala masuk angin biasa.

“Karena keluhannya tidak khas, seringkali pasien mengabaikannya, hal ini menyebabkan keterlambatan diagnosis dan tatalaksana,” ungkap dr. Ika.

Selain itu, lanjut dr. Ika, bias gender dan budaya yang ada di masyarakat Indonesia membuat kesadaran akan kesehatan jantung pada perempuan masih rendah.

“Banyak orang beranggapan kesehatan suami atau laki-laki sebagai pencari nafkah lebih penting daripada perempuan, banyak pula profesional medis yang beranggapan PJK adalah penyakit kaum laki-laki,” imbuhnya.

Maka dari itu, kata dr. Ika, mencegah dan memodifikasi faktor risiko yang menyebabkan penyakit jantung sangatlah penting dilakukan.

Faktor risiko penyakit jantung ialah hipertensi, diabetes, obesitas, kebiasaan merokok, hiperkolesterolemia, dan riwayat penyakit jantung pada keluarga.

Mencegah penyakit jantung

Cara untuk mencegah penyakit jantung ialah dengan memperbaiki gaya hidup. Upaya ini bisa dilakukan dengan mengatur pola makan yang sehat dan berolahraga secara rutin, serta stop merokok.

Namun, untuk menjaga kesehatan jantung, olahraga tidak boleh dilakukan sembarangan, tidak boleh over trained. Dokter Ika merekomendasikan untuk berolahraga dengan intensitas sedang selama 150 menit per minggu.

Selain itu, dr. Ika mengatakan, jika memiliki faktor risiko, seperti hipertensi dan diabetes, maka tekanan darah dan kadar gula darah pun wajib dikontrol untuk mencapai target yang direkomendasikan dokter.
Begitu pula bagi mereka yang memiliki masalah dengan kolesterol dan obesitas, mereka harus menurunkan kadar kolesterol dan melakukan diet yang sehat.

Pola makan yang dianjurkan mencakup buah-buahan, sayur-sayuran, makanan rendah lemak, tinggi potasium dan kalsium, serta pembatasan asupan garam 2,4 gram per hari.

Tak lupa, dr. Ika juga menyarankan para perempuan untuk menghindari stres. Perbanyak aktivitas fisik dan dukungan sosial agar dapat meningkatkan kepercayaan diri dan dapat mengelola stres dengan baik.

Meski demikian, jika Anda memiliki faktor risiko atau gejala yang mengarah kepada gangguan jantung, dr.Ika menyarankan untuk segera berkonsultasi ke dokter. Hal ini dimaksudkan agar pasien segera mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.

“Jadi, dokter akan melakukan anamnesis seksama, pemeriksaan fisik, kemudian elektrokardiografi (EKG), serta bila perlu USG jantung dan uji latih jantung. Dengan demikian, dapat diketahui apakah keluhan tersebut berkaitan dengan penyakit jantung atau bukan,” terangnya.

Anda dapat mengunjungi Cardiovascular Center yang dimiliki oleh Mayapada Hospital Jakarta Selatan. Cardiovascular Center di rumah sakit tersebut dilengkapi fasilitas untuk mendeteksi dini penyakit jantung, mulai dari diagnosis, perawatan, advance treatment kateterisasi dan operasi jantung, hingga rehabilitasi jantung terpadu.

Dengan dokter spesialis jantung dan vaskular, bedah jantung, dan profesional rehabilitasi jantung yang berstandar internasional, Mayapada Hospital menjadi tempat yang tepat untuk Anda mulai memeriksakan kesehatan jantung.

Sebagai informasi, pada kuartal III 2021, Mayapada Hospital akan membuka cabang di Kota Surabaya, Jawa Timur. Tepatnya, berada di Jalan Mayjen Sungkono nomor 20, Surabaya Barat.

Dengan demikian, Anda yang berada di Surabaya dan sekitarnya dapat memeriksakan kesehatan pada fasilitas kesehatan ini.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com