KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) menggelar webinar bertajuk “Literasi Digital untuk Generasi Layar Sentuh!” untuk 14 kabupaten/kota di wilayah DKI Jakarta dan Banten, Senin (21/6/2021).
Sebagai informasi, kegiatan tersebut merupakan bagian dari seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital yang digelar untuk meningkatkan literasi digital masyarakat Indonesia. Adapun tema besar yang diusung dalam rangkaian webinar ini di antaranya adalah Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital.
Kominfo mengundang sejumlah ahli dan profesional sebagai pemateri webinar, di antaranya perwakilan Indonesia Association of Public Administration (IAPA) Trisno Sakti Herwanto SIP, MPA, aktivis Kepemudaan Lintas Iman Novita Sari, Dosen Universitas Indonesia Dr Ahmad Ibrahim Badry, dan perwakilan Kaizen Room Denisa N Salsabila.
Ada empat tema yang dibahas pada webinar tersebut, yakni digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.
Pada materi pembuka, Trisno Sakti Herwato mengatakan bahwa generasi layar sentuh membuat masyarakat menjadi lebih reflektif.
“Dalam artian, aksi kita kini reaktif dan akan merespons di dunia digital tanpa berpikiran lebih lanjut, serta ingin merespons secepat-cepatnya,” kata Trisno dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (22/6/2021).
Selain itu, Trisno juga mengingatkan bahwa perilaku di ruang publik digital sama seperti di dunia nyata, yakni terdapat ranah publik yang berkaitan dengan kepentingan bersama serta ranah privat yang bersifat individu.
“Ranah privat pun masih bisa berisiko meninggalkan jejak digital. Misalnya, kebocoran database atau mengumbar pesan pribadi seseorang. Meski percakapan pada aplikasi adalah ranah privat, tetap terdapat kemungkinan besar bocor ke ranah publik (melalui berbagai cara), seperti forward dan screenshot pesan, serta screen recording,” jelas Trisno.
Perlu disadari, lanjut Trisno, aplikasi percakapan sering kali dikombinasikan dan dilengkapi fitur media sosial agar semakin bersifat publik.
Ia mengingatkan masyarakat untuk membatasi informasi ke orang lain dan mewaspadai tautan yang mencurigakan.
Sementara itu, Novita Sari dalam pemaparannya menjelaskan bahwa dalam survei Digital Civility Index oleh Microsoft pada 2020, sebanyak 47 persen netizen Indonesia tergolong pernah ikut bullying atau perundungan, dengan 19 persen menjadi target perundungan.
“Berdasarkan lintas generasi, generasi milenial dan Gen Z merupakan kelompok yang paling sering dijadikan target, diikuti dengan Gen X dan Boomers. Hal ini menunjukkan bahwa etika dan etiket sangat diperlukan dalam berinteraksi di dunia digital,” ujar Novita.
Selanjutnya, Dr Ahmad Ibrahim Badry mengatakan bahwa pilar digital culture bermanfaat agar generasi muda dapat membayangkan budaya digital masa depan, termasuk model interaksinya.
“Budaya digital di masa yang akan datang bertumpu kepada teknologi-teknologi terbaru yang dikembangkan di dalam information communication technology (TIK). Dalam mempersiapkan kemajuan budaya digital tersebut terdapat hal-hal yang harus dipahami, seperti perubahan interaksi sosial budaya di dunia siber,” imbuh Dr Ahmad.
Sebagai contoh, lanjut Dr Ahmad, kombinasi dari komunikasi interaktif yang ada di dunia siber akan mengubah banyak pola sosial budaya yang terjadi sekarang ini. Misalnya, dengan berinteraksi sepenuhnya dengan mesin (robot), mengeksplorasi kemungkinan blended reality yang mengaburkan realita, atau mencoba menjadi setengah cybernetic organism (cyborg).
Narasumber terakhir, Denisa N Salsabila, menyampaikan bahwa terdapat sejumlah alasan utama masyarakat Indonesia dalam mengakses internet, yakni untuk menerima informasi terbaru, pekerjaan, menghabiskan waktu luang, sosialisasi, pendidikan, hiburan, dan bisnis.
Ia menambahkan, karakteristik masyarakat digital adalah cenderung tidak menyukai aturan yang mengikat atau tidak suka diatur-atur karena mudahnya kebebasan berekspresi di internet.
“Kita senang mengekspresikan diri, khususnya melalui platform media sosial. Kita juga terbiasa untuk belajar bukan dari instruksi, melainkan dengan mencari,” jelasnya.
Terkait itu, Denisa mengingatkan masyarakat untuk menerapkan prinsip tangkas berinternet, yaitu cerdas, cermat, tangguh, bijak, dan berani.
Saat sesi tanya jawab, ada pun peserta webinar yang bertanya mengenai upaya pemerintah untuk menyaring game online agar dibatasi penggunaannya.
Pertanyaan itu dijawab oleh Trisno. Ia mengatakan bahwa interaksi yang terlalu besar dengan dunia digital dan gawai memang tidak sehat.
“Contohnya, radiasi dari device dapat mengganggu jaringan otak kita. Jika dikaitkan dengan pemerintah, dunia digital berkembang lebih pesat daripada aturan terhadap hal tersebut,” jelas Trisno.
Ia menambahkan, masyarakat dapat membantu pemerintah untuk memberi saran terkait dunia siber melalui Badan Siber dan Sandi Negara yang mengurus aktivitas kejahatan di dunia maya.
Seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital terbuka bagi semua masyarakat yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital. Setiap tema yang dihadirkan dapat mendukung kesiapan masyarakat Indonesia dalam bermedia digital secara baik dan etis.
Rangkaian webinar tersebut akan terus diselenggarakan hingga akhir 2021. Para peserta juga akan mendapatkan e-certificate atas keikutsertaan webinar. Untuk info lebih lanjut, silakan pantau akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.