KOMPAS.com –PT Pertamina (Persero) terus mendorong percepatan program gasifikasi sebagai inisiatif strategis menyambut transisi energi melalui sinergi subholding. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan utilisasi liquefied natural gas (LNG) domestik.
Upaya tersebut diwujudkan melalui kerja sama antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) atau PGN sebagai subholding gas dan PT Pertamina International Shipping (PIS) sebagai subholding Shipping dan Integrated Marine Logistic Company, Jumat (25/6/2021). Tujuannya, untuk optimasi pengelolaan dan LNG nasional yang terintegrasi di Pertamina Group.
Sinergi tersebut ditandai dengan penandatanganan head of agreement (HoA) kerja sama mengenai penyediaan LNG carrier (kapal LNG) dan fasilitas bunkering LNG oleh Direktur Utama PGN M Haryo Yunianto dan Direktur Utama PIS Erry Widiastono. Proses penandatangan HoA disaksikan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.
Kerja sama tersebut diproyeksikan akan meningkatkan pemanfaatan volume LNG hingga 270 billion british thermal unit per day (BBTUD).
Adapun kolaborasi tersebut meliputi dua hal. Pertama, penyediaan LNG carrier oleh PIS dan sarana pendukungnya untuk memenuhi kebutuhan proyek serta kegiatan trading LNG PGN.
Kedua, penyediaan LNG dan fasilitas bunkering oleh PGN guna mengonversi kapal-kapal PIS yang berbahan bakar minyak (BBM) menjadi bahan bakar berbasis LNG. Pilot project ditargetkan pada lima kapal support vessel (new build) milik PIS.
Kolaborasi tersebut tidak saja berimplikasi secara bisnis, tetapi juga sebagai wujud komitmen penerapan environmental, social and governance (ESG) di Pertamina Group dalam rangka mengurangi emisi karbon atau dekarbonisasi.
Pada kesempatan itu, Nicke menyampaikan, kerja sama internal ini menjadi captive market serta akan membawa hal positif bagi PGN dan PIS. Kerja sama ini pun akan berlanjut ke subholding lain. Dengan demikian, peran kedua subholding dalam persaingan pasar eksternal semakin kuat.
Menurutnya, sinergi tersebut sangat diperlukan. Sebab, di masa depan PGN akan berperan penting dalam transisi energi di Indonesia. Khususnya, dalam energi hijau yang memerlukan resources besar dan tidak dapat dikerjakan sendiri.
“Bagi PIS, penyediaan LNG dan fasilitas LNG bunkering untuk mendukung PIS dalam mengoperasikan eco-green vessel sejalan dengan penerapan standar global International Maritime Organization (IMO) 2020," ujar Nicke dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Jumat.
Lebih lanjut, imbuh Nicke, kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan tidak menjadi hambatan bagi PGN untuk membangun pipa ke seluruh wilayah Indonesia, khususnya Indonesia bagian tengah dan bagian timur dengan skema virtualpipeline.
"Virtual pipeline akan disinergikan dengan LNG vessel milik PIS. Ini sama halnya dengan transmission gas pipeline yang akan menghasilkan captive market sehingga PGN dapat mengembangkan bisnis distribusi gas di seluruh pulau-pulau di Indonesia," kata Nicke.
Hal tersebut disambut oleh Haryo. Ia menjelaskan bahwa ketersediaan LNG carrier akan mendukung kegiatan LNG trading PGN di domestik dan regional Asia. Sinergi dengan PIS bermanfaat dalam roadmap perencanaan bisnis LNG ke depan.
"Selain untuk keandalan energi dan manfaat ekonomi, trading LNG yang masif juga menjadi upaya menuju transisi energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan,” ujar Haryo.
Senada dengan Haryo, Erry Widiastono menuturkan, sebagai bagian dari Pertamina Group, PIS telah mencermati berbagai proyek PGN ke depan, seperti Kepmen-13, Teluk Lamong, floating storage regasification unit (FSRU) di beberapa lokasi, serta trading PGN. Menurutnya, terdapat kebutuhan akan transportasi, storage, serta regasifikasi di laut dan sungai.
"Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi PIS yang memiliki proses bisnis sebagai Subholding Shipping dan Integrated Marine Logistic Company,” kata Erry.
Sebagai informasi, saat ini PIS mengelola dan mengoperasikan lebih dari 750 kapal yang terdiri dari kapal milik dan sewa.
Pada Juni 2021, PGN dan PIS juga telah menandatangani HoA dalam proyek infrastruktur LNG terintegrasi untuk pengembangan bisnis Refinery Unit (RU) IV Cilacap dengan menggunakan satu unit LNG carrier untuk dioperasikan selama 20 tahun.