KOMPAS.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (pemda) untuk segera mempercepat penyaluran insentif bagi tenaga kesehatan daerah (inakesda).
Hal tersebut dilakukan guna melaksanakan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Covid-19 dan Percepatan Realisasi Insentif bagi Tenaga Kesehatan di Daerah, Selasa (29/6/2021) melalui video conference.
Pada rapat terbatas (ratas) yang juga diikuti oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh, serta seluruh kepala daerah se-Indonesia, Presiden menyampaikan bahwa hingga saat ini masih ada tenaga kesehatan yang belum menerima insentif, baik penuh maupun sebagian.
“Arahan dari Presiden dalam ratas kemarin, untuk segera merealisasikan insentif bagi tenaga kesehatan,” kata Mendagri dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (30/6/2021).
Arahan Presiden ditindaklanjuti dengan penerbitan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/Menkes/4239 Tahun 2021. Beleid ini mengatur mekanisme dan besaran pemberian insentif bagi tenaga kesehatan.
Adapun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menanggung insentif untuk tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19 di rumah sakit umum pusat, swasta, TNI, Polri, dan rumah sakit BUMN.
Sementara, insentif bagi tenaga kesehatan yang bertugas di RSUD provinsi, kabupaten/kota, puskesmas, dan labkesmas dibayar oleh pemda melalui alokasi 8 persen dari dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) di masing-masing daerah.
Arahan Presiden juga ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Transfer ke daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2021 dalam rangka Mendukung Penanganan Pandemi Covid-19 dan Dampaknya serta Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendes) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021.
Hal tersebut juga direspons dengan penerbitan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 440/3687/SJ tentang Percepatan Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Daerah untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan Percepatan Pemulihan Ekonomi, yang ditetapkan 28 Juni 2021.
Beleid tersebut mengamanatkan daerah untuk menyediakan dukungan pendanaan yang bersumber dari DAU dan DBH paling sedikit 8 persen.
Mendagri menjelaskan, dari hasil monitoring dan juga informasi, ada beberapa daerah yang belum menganggarkan 8 persen untuk penanganan Covid-19. Kemudian, ada pemda yang sudah menganggarkan tapi belanjanya belum maksimal.
“Ada juga yang sudah mengalokasikan dari 8 persen, tapi belum mengalokasikan untuk insentif tenaga kesehatan. Ada yang sudah mengalokasikan untuk insentif tenaga kesehatan, tapi belum direalisasikan atau baru sebagian direalisasikan,” beber Mendagri.
Berdasarkan data yang bersumber dari Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri per 27 Juni 2021, dari 523 daerah yang telah menyampaikan Laporan Refocusing 8 persen DBH/DAU Tahun Anggaran 2021, sebanyak 455 daerah mengalokasikan anggaran untuk insentif tenaga kesehatan. Sementara, 68 daerah lainnya tidak mengalokasikan anggaran untuk insentif tenaga kesehatan.
Dari 455 daerah yang mengalokasikan anggaran untuk insentif tenaga kesehatan, 144 daerah telah melakukan realisasi, sedangkan 311 daerah lainnya belum melakukan realisasi, bahkan realisasinya mencapai 0 persen.
Data yang sama juga memperlihatkan Anggaran dan Realisasi Refocusing 8 persen DBH/DAU dalam APBD Tahun Anggaran 2021 masih jauh dari harapan.
Berdasarkan Data Kementerian Keuangan, per Senin (28/6/2021), agregat realisasi anggaran insentif tenaga kesehatan daerah dalam rangka penanganan Covid-19 masih berada pada angka 7,81 persen atau dari total anggaran Rp 8.058,44 triliun baru terealisasi Rp 629,51 miliar.
Angka itu didapat dari rincian sebagai berikut. Pertama, di tingkat provinsi tercatat pengalokasian anggaran bagi inakesda sebesar Rp 1.436.639.333.586.Akan tetapi, anggaran baru terealisasi Rp 117.820.155.925 atau hanya 8,2 persen.
Adapun sepuluh provinsi dengan realisasi inakesda tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.
Sementara sepuluh provinsi dengan realisasi terendah adalah Provinsi Riau, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Banten.
Kedua, anggaran bagi inakesda di kabupaten/kota sebesar Rp 6.596.716.906.47 baru terealisasi 7,6 persen atau Rp 504.395.277.658. Adapun sepuluh daerah kabupaten dengan realisasi inakesda tertinggi adalah Kabupaten Bantul, Parigi Moutong, Cianjur, Bogor, Seruyan, Lombok Tengah, Tuban, Kep. Meranti , Karawang, dan Kotawaringin Barat.
Sementara, sepuluh kabupaten dengan realisasi inakesda terendah adalah Kabupaten Sukabumi, Banjarnegara, Banyumas, Kendal, Klaten, Jember, Lumajang, Maluku Tengah, Dogiyai, dan Serang.
Untuk kota, sepuluh daerah dengan realisasi inakesda tertinggi adalah Kota Bandung, Tangerang, Semarang, Bekasi, Mataram, Tangerang Selatan, Tomohon, Tegal, Bitung, dan Bengkulu.
Sementara, sepuluh kota dengan realisasi inakesda terendah adalah Kota Banda Aceh, Bukittinggi, Padang, Payakumbuh, Dumai, Pekanbaru, Cirebon, Magelang, Pekalongan, dan Surakarta.
Mendagri menegaskan, tenaga kesehatan merupakan garda terdepan dalam penanganan Covid-19. Tanggung jawab risiko yang diemban sangatlah besar. Oleh karena itu, pemda perlu segera melakukan pencarian insentif bagi tenaga kesehatan.
Tito pun meminta pemda untuk melakukan penyederhanaan prosedur pencairan dengan tidak mengurangi aspek akuntabilitasnya.
“Kementerian Dalam Negeri akan melakukan monitoring, analisis, dan evaluasi secara berkala (mingguan) untuk memantau perkembangan realisasi insentif bagi tenaga kesehatan di daerah,” tutur Mendagri Tito.