KOMPAS.com – Perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan manusia. Namun, sampai saat ini masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa bisa memahami dan mengolahnya. Akibatnya, banyak masyarakat terpapar informasi tidak benar.
Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan Indah Wenerda menerangkan, digital skill diperlukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengoperasikan teknologi digital, termasuk media siber.
Indah menjelaskan, karakteristik media siber meliputi perkembangan teknologi, cakupan area, produksi yang massal, distribusi massal, komunikasi timbal-balik, dan real time.
Adapun tantangan konten media siber adalah tidak sesuai usia, ilegal, tidak valid dan kredibel, mempromosikan perilaku budaya, hingga ujaran kebencian.
“Cara mengantisipasinya yakni dengan literasi digital, sering membaca," jelas Indah web seminar (webinar) literasi digital #MakinCakapDigital bertajuk "Berani Lapor Kejahatan Siber" pada Kamis, (1/7/2021) di Kota Tangerang, Banten.
Mengenal digital ethics
Hadir sebagai narasumber dalam webinar tersebut perwakilan dari Kaizen Room, Amalia Firdriani.
Ia menyatakan diperlukan digital ethics atau ruang lingkup etika digital dalam berselancar memanfaatkan atau menggunakan teknologi digital. Digital ethics adalah kesadaran, kebajikan, integritas, dan tanggung jawab
"Ikutilah aturan yang ada dalam kehidupan nyata. Sebab, pengguna internet berasal dari bermacam-macam negara yang memiliki perbedaan bahasa, budaya, dan adat istiadat," pesannya, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com pada Sabtu (3/7/2021).
Adapun etika dalam komunikasi di ruang digital, kata Amalia, yakni menggunakan kata-kata yang layak dan sopan, waspada dalam menyebarkan informasi yang berkaitan dengan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), pornografi dan kekerasan.
Ia juga mengatakan, etika berkomunikasi di ruang digital termasuk menghargai karya orang lain dengan mencantumkan sumber karya dan membatasi informasi pribadi yang ingin disampaikan.
"Ada baiknya, (jika) memang sudah melebihi batas dalam beretika di internet, kita bisa lapor. Sekarang aplikasi sudah pintar jika ada hate speech bisa kita laporkan dalam aplikasi kita," pesan Amalia.
Amali pun menjelaskan, terdapat beberapa hal yang perlu diketahui mengenai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasalnya UU ini melarang membuat, membagikan, atau memberikan akses konten bermuatan kesusilaan.
UU tersebut juga melarang untuk sembarangan mengancam, memeras, dan mencemarkan nama baik seseorang. Kemudian melarang menyebarkan berita hoaks dan hate speech atau ujaran kebencian.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Gunung Rinjani Lalu Nurul Yaqin menyampaikan, apa yang diucapkan di media digital bukan hanya ujaran semata. Sebab tanpa disadari hal ini juga berimbas kepada orang lain dan diri sendiri.
"Bahasa tidak hanya tentang kita, tetapi juga pilihan kata atau diksi. Bahasa tidak hanya tentang baku, tetapi baik, benar dan santun, menyampaikan yang itu penting. Bahasa bisa menjadi alat pemersatu, tetapi juga bisa menjadi alat propaganda yang dahsyat," kata Nurul yang juga menjadi narasumber dalam webinar itu.
Cyber crime
Dalam webinar tersebut dibahas pula tentang ragam cyber crime atau kejahatan siber.
Perwakilan dari Kaizen Room Btari Kinayungan mengatakan, kejahatan siber menurut Organization of European Community Development (OECD) adalah semua bentuk akses ilegal terhadap suatu transmisi data.
“Itu artinya, semua bentuk kegiatan yang tidak sah dalam suatu sistem komputer termasuk dalam suatu tindak kejahatan," jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa cyber crime mengacu pada aktivitas kejahatan yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan memanfaatkan teknologi internet sebagai fasilitas dan sasaran kejahatan. Salah satu kejahatan yang marak di dunia digital adalah penipuan.
Btari mengatakan, teknologi digital dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk melakukan penipuan terhadap korban yang menimbulkan kerugian finansial.
Menurutnya, kejahatan ini biasanya berawal dari pencurian data pribadi, dimana korban yang data pribadinya telah dicuri menjadi target dalam melakukan penipuan digital.
"Tindakan yang bisa kita lakukan sebagai upaya untuk meningkatkan digital safety yakni, sadari aktivitas online yang kita lakukan, untuk mencegah terbentuknya rekam jejak yang membuat kita rawan jadi target cyber crime,” papar Btari.
Ia pun mengimbau masyarakat agar dapat menjaga keamanan identitas digital dan data pribadi, mengenali bentuk-bentuk kejahatan di ruang digital, mengenali dan mencegah malware atau virus, serta tidak meng-upload konten sensitif ke internet.
Untuk diketahui, seri webinar Literasi Digital #MakinCakapDigital merupakan salah satu rangkaian dari seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital yang akan diadakan hingga akhir 2021.
Webinar terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital. Peserta yang mengikutinya juga akan mendapatkan e-certificate. Masyarakat umum bisa berpartisipasi pada seri webinar literasi digital melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten
Rangkaian webinar tersebut termasuk dalam modul literasi digital yang digagas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia.
Seri modul literasi digital memiliki empat tema besar, yakni Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital.