KOMPAS.com - Cara berkomunikasi manusia telah berubah selama 20 tahun terakhir. Terlebih saat teknologi muncul di tengah masyarakat. Tak hanya dimanfaat sebagai ruang interaksi, tapi juga media mencari informasi.
Namun, di balik manfaat yang ditawarkan, media sosial atau ranah digital secara keseluruhan juga menyimpan potensi kemudaratan.
Di ranah digital, ada banyak bentuk disinformasi dan tindakan kejahatan terjadi. Sebut saja hoaks, radikalisme, pelecehan seksual, ujaran kebencian, perdagangan manusia, dan kebocoran data pribadi.
Hal tersebut disampaikan Tutor Kaizen Room Daniel J Mandagie dalam webinar bertajuk "Jangan Hanya Diam, Lawan Cyberbullying Sekarang!", yang diselenggarakan Kamis (1/7/2021), di Kabupaten Serang, Banten.
Bukan itu saja, Redaktur Langgar.co Abdul Rohim yang turut hadir dalam acara itu mengatakan, ranah digital juga sarat akan potensi cyberbullying atau perundungan siber.
Berdasarkan laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2019 yang dimuat dalam berita Kompas.com, Kamis (16/5/2019), sebanyak 49 persen pengguna internet Tanah Air pernah menjadi korban aksi tersebut.
Abdul menjelaskan, cyberbullying adalah perilaku agresif yang dilakukan suatu kelompok atau individu melalui media elektronik secara intens terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut.
"Terdapat perbedaan kekuatan antara pelaku dan korban. Perbedaan itu merujuk pada sebuah persepsi kapasitas fisik dan mental. Cyberbullying bisa menimpa siapa saja. Bahkan, banyak orang pernah melakukan aksi tersebut secara tidak sadar," jelasnya dalam rilis yang diterima Kompas.com, Minggu (3/7/2021).
Tutor Kaizen Room Delviero Nigel menyebut perundungan siber dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Contohnya, menebar kebohongan tentang seseorang, mengglorifikasi ujaran penghinaan, mengancam melalui chat, serta menyebarkan video maupun foto memalukan milik orang lain.
"Jangan sampai apa yang kita posting serta ketika kita menjadi konten negatif karena mengikuti trend, kita menjadi tidak memanusiakan manusia. Jika cyberbullying dibiarkan tanpa tindakan lanjut, maka orang yang menyaksikan dapat berasumsi bahwa cyberbullying adalah perilaku yang diterima secara sosial," ujarnya.
Perundungan di dunia maya menimbulkan dampak yang tidak sepele bagi korbannya. Secara umum, mereka akan mengalami beragam gangguan mental, seperti stres, kecemasan, dan depresi dalam jangka panjang.
Karena itu, Dosen Manajemen dan Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (MKP Fisipol UGM) Yuyun Purbokusumo mengajak pengguna internet untuk memahami etika dalam bermedia digital demi menekan kasus perundungan siber di Tanah Air.
Yuyun menyebutkan ada empat pilar terkait etika bermedia digital. Pertama, kesadaran penuh dalam berperilaku. Dengan kata lain, aktivitas bermedia digital memiliki tujuan. Kedua, integritas. Hal ini diperlukan mengingat ranah digital rentan terhadap manipulasi.
Ketiga, bertanggung jawab akan akibat yang timbul dari bermedia digital. Terakhir, memperhatikan aspek kebajikan. Dengan kata lain, aktivitas bermedia digital memiliki manfaat, menjunjung nilai kemanusiaan, dan mengandung unsur kebaikan.
"Etika digital meliputi kemampuan individu dalam menyadari, menyontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan netiquette (tata kelola etika digital) dalam kehidupan sehari-hari," imbuhnya.
Abdul kembali mengatakan, seluruh etika tersebut wajib dipahami setiap orang. Pasalnya, ruang digital saat ini menjadi dunia baru.
"Bersikap di ruang digital itu bebas tapi tetap bertanggung jawab. Media sosial merupakan sikap pribadi hasil olah budi manusia di dunia real, yang diseret masuk kedunia digital. Aktor utama dari dunia digital adalah manusia. Karena itu, setiap orang harus senantiasa bisa memanusiakan manusia di mana pun berada," imbuhnya.
Sebagai informasi, webinar “Jangan Hanya Diam, Lawan Cyberbullying Sekarang” merupakan bagian dari webinar Indonesia #MakinCakapDigital.
Acara yang akan digelar secara berkala hingga akhir 2021 tersebut digagas oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi sebagai upaya menyosialisasikan seri modul literasi digital.
Seri modul literasi digital sendiri menjadi bagian dari program Literasi Digital Nasional yang diinisiasi pemerintah untuk memperkuat kecakapan masyarakat dalam menggunakan teknologi dan media digital secara komprehensif.
Terdapat empat tema besar yang dibahas dalam seri modul literasi digital, yaitu Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital.
Rangkaian webinar Indonesia #MakinCakapDigital terbuka untuk umum. Peserta yang berpartisipasi dalam acara tersebut akan mendapatkan e-certificate. Untuk info lebih lanjut, silakan pantau akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.