Advertorial

Etika Digital Diperlukan untuk Hindari Dampak Buruk Pornografi

Kompas.com - 03/07/2021, 20:36 WIB

KOMPAS.com – Kemajuan teknologi digital membuat masyarakat semakin mudah mendapatkan informasi secara online dan real time. Sayangnya, hal ini dibarengi dengan dampak negatif. Salah satunya adalah bahaya pornografi.

Anggota Kaizen Room Roza Nabila mengatakan, kemudahan anak dalam mengakses konten yang berbau pornografi memberikan efek buruk pada perkembangannya.

“Pornografi dapat memberi dampak langsung pada perkembangan otak anak dan remaja. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan otak permanen bila tidak segera diatasi,” ungkapnya dalam webinar bertajuk “Melawan Pornografi di Dunia Digital” pada Kamis (1/7/2021) di Kabupaten Tangerang, Banten.

Roza melanjutkan, untuk menghindari hal tersebut, diperlukan etika digital individu (netiket) saat berselancar di dunia maya.

Ia mengatakan, etika digital adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital atau netiquet dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun untuk menggunakan media digital, jelas Roza, harus diarahkan pada suatu niat, sikap, serta perilaku yang etis demi kebaikan bersama dan meningkatkan kualitas kemanusiaan.

“Urgensi netiket, yakni kita semua manusia bahkan sekalipun saat berada di dunia digital. Untuk itu, ikutilah aturan seperti dalam kehidupan nyata,” paparnya.

Sementara itu, Ketua Prodi S2 Ilmu Komunikasi Universitas Tadulako Achmad Herman mengajak masyarakat untuk menjadi penyeleksi informasi atau gatekeeper yang bijak.

Pasalnya, selain bisa menjadi way of life, kehadiran teknologi digital juga dapat menjadi senjata mematikan bagi individu, masyarakat, dan negara dalam mengatasi masalah perubahan sosial.

Achmad Herman mencontohkan konten pornografi menjadi sesuatu yang paling banyak dicari di internet mengalahkan game dan olahraga. Bahkan, Indonesia menjadi pengakses situs porno terbesar ketiga di dunia.

Ia menjelaskan, pornografi sering diartikan dengan berbagai perspektif. Akan tetapi, definisi yang banyak disepakati ialah materi di media tertentu yang dapat dan ditujukan untuk membangkitkan hasrat seksual khalayak untuk mengekploitasi seks.

“Sering dikatakan bahwa pornografi terkait cara pikir atau konstruksi seseorang. Ada yang mengkonstruksi sebagai seni, namun tidak sedikit pula yang menafsirkannya materi seksualitas,” ujar Achmad.

Menurutnya, materi seks yang disajikan oleh media bukan merupakan suatu kebetulan atau tanpa tujuan tertentu. Umumnya, hal tersebut memang ditujukan untuk daya tarik seksual atau pembuatnya sadar bahwa ‘seks laku dijual’.

Untuk itu, kata Achmad, hal yang harus dilakukan buat melindungi dari pornografi adalah membangun pondasi agama yang kuat, edukasi seks, atau kurikulum tentang anti pornografi.

“Selain itu, kita juga bisa blokir dengan kegiatan positif dan sinergi yang harmonis dengan pihak terkait,” imbuhnya.

Ruang digital menghadirkan konten dan informasi yang pengguna inginkan

Pada kesempatan yang sama, art enthusiast Mathori Brilyan mengatakan, ruang digital sebagai wadah pertemuan informasi, kabar, pengetahuan, hingga nilai moral masyarakat yang dapat menjadi penunjang keselamatan dan kemajuan generasi bangsa.

“Manusia Indonesia kaya dengan ragam cerita sejarah, ekspresi lokal, seni tradisi, pengalaman visual, dan peristiwa,” ujarnya.

Untuk itu, lanjut Mathori, kedewasaan merupakan hal yang penting ketika sedang berselancar di ruang digital. Ruang digital menghadirkan berbagai pilihan konten dan informasi yang akan pengguna konsumsi.

“Hadirkan semangat literasi pada setiap aktivitas di ruang digital. Pusatkan segala jenis aktivitas digital pada kesehatan raga, jiwa, otak, dan pengembangan kepribadian,” jelasnya.

Mathori menambahkan, ruang digital adalah sebuah rumah yang bisa dapat dibentuk dan diisi fitur sesuai kemauan pengguna.

Untuk itu, hadirnya internet dengan segala kemudahan yang ditawarkannya perlu memperhatikan beberapa aspek.

Hal tersebut disampaikan Dosen Ilmu Komunikasi sekaligus Kepala Unit Pelaksana Teknis Universitas Hasanuddin (Unhas) Alem Febri yang juga menjadi narasumber dalam webinar itu.

Alem melanjutkan aspek tersebut adalah perundungan atau bullying, perdagangan orang, pencurian data pribadi, penipuan, kekerasan, kecanduan, pelecehan seksual, dan pornografi.

“Pelecehan seksual adalah perilaku terkait dengan seks yang tak diinginkan, perilaku yang dianggap melanggar norma kesopanan, dan kesusilaan. Pornografi bisa diartikan sebagai segala konten yang memuat eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan,” jelasnya.

Ia mengungkapkan, berdasarkan data literasidigital.id, sebanyak 90 persen anak terpapar pornografi dari internet saat berusia 11 tahun.

Tidak hanya itu, sebanyak 299.602 internet protokol Indonesia juga memuat konten pornografi melalui media sosial.

“Terdapat 1.022 anak yang menjadi korban pornografi online sepanjang 2011-2014. Setiap hari, setidaknya ada 25.000 aktivitas pornografi anak di internet. Pelecehan ini bisa dimulai dari hal yang sederhana, misalnya berkenalan melalui media digital,” jelas Alem.

Kemudian, lanjutnya, hubungan yang terjalin tersebut bisa berlanjut hingga saling mengirimkan informasi, biasanya foto dan video bersifat pribadi atau intim.

“Suatu saat korban biasanya perempuan, akan diancam foto atau video pribadi tadi akan disebarkan jika tidak menuruti keinginan pelaku. Untuk itu, tanamkan tiga nilai penting dalam menggunakan media digital, yakni pengembangan kreativitas, kolaborasi nilai yang dibawa media digital, dan kritis dalam berpikir,” imbuh Alem.

Ia menjelaskan, perhatian dan kasih sayang orangtua juga merupakan hal penting untuk menghindari terjadinya hal tersebut.

“Berikan perhatian dan kasih sayang ke anak. Dampingi anak saat mengakses internet dan beri anak pemahaman tentang internet sehat,” ungkap Alem.

Adapun untuk memberikan edukasi seks kepada anak dalam bentuk konten dan informasi, orangtua perlu memberikan pemahaman lebih lanjut kepada anaknya.

“Orangtua harus memberi pemahaman terbaik mengenai apa yang harus dilakukan di usia mereka. Selain itu, orangtua juga perlu untuk memilah mana yang baik dikonsumsi anak atau tidak,” ujar Alem.

Untuk diketahui, webinar “Melawan Pornografi di Dunia Digital” merupakan bagian dari seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital yang akan diadakan hingga akhir 2021.

Webinar  terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital. Peserta yang mengikutinya juga akan mendapatkan e-certificate.

Adapun rangkaian webinar tersebut termasuk dalam modul literasi digital yang digagas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia.

Seri modul literasi digital memiliki empat tema besar, yakni Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital.

Melalui program tersebut, masyarakat Indonesia diharapkan bisa memanfaatkan teknologi digital dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.

Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa mengikuti akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com