KOMPAS.com – Sistem saraf memiliki peran penting terhadap kinerja tubuh manusia. Organ berbentuk jaringan kompleks tersebut membuat seseorang dapat melakukan banyak aktivitas, seperti berlari, berjalan, bernapas, dan berpikir.
Bukan itu saja, sistem saraf juga mengatur kerja organ vital lain dan mendukung fungsi pancaindra.
Ada dua kelompok besar sistem saraf dalam tubuh manusia. Pertama, sistem saraf pusat (SSP) yang meliputi otak sebagai pengendalinya dan medula spinalis atau sumsum tulang belakang.
Kedua, sistem saraf tepi (SST). Sistem ini bertugas mengirimkan respons dari saraf pusat ke seluruh tubuh, termasuk organ-organ vital.
Jika salah satu atau kedua sistem saraf itu terganggu, fungsi-fungsi motorik (gerak), sensorik (pancaindra), dan somatik (psikis) pada tubuh akan bermasalah serta menimbulkan gangguan kesehatan lain.
Penyakit saraf
Berdasarkan data National Library of Medicine, terdapat lebih dari 600 penyakit saraf yang tercatat dalam dunia medis. Penyakit paling umum adalah stroke dan gangguan degeneratif, seperti demensia, parkinson, serta alzheimer yang sering menyerang usia dewasa hingga orang lanjut usia (lansia).
Kemudian, sakit kepala dan saraf terjepit. Ahli neurologi Mayapada Hospital dr Sheila Agustini SpS mengatakan, dua penyakit tersebut adalah contoh gangguan saraf yang sangat umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
“(Penderita harus waspada jika sakit kepala) terjadi dalam intensitas yang sangat nyeri dan sampai mengganggu aktivitas,” katanya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (17/6/2021).
Masih menurutnya, gangguan saraf bisa terjadi pada semua kelompok usia. Pasalnya, terdapat penyakit yang sudah bermanifestasi sejak bayi dan masa kanak-kanak.
“Contohnya, kelainan saraf otot yang disebabkan faktor genetik atau kongenital (kelainan saat dalam kandungan),” ujarnya.
Terkait penyebab, dr Sheila mengatakan bahwa penyakit saraf memiliki faktor pemicu yang bervariasi tergantung jenis diagnosis.
Akan tetapi, aspek genetik, kongenital, trauma, gangguan pembuluh darah, infeksi, kanker, rusak atau matinya sel saraf atau degeneratif merupakan kondisi umum yang dapat menyebabkan penyakit saraf.
“Namun, perlu digarisbawahi, adanya riwayat kelainan saraf pada anggota keluarga belum mengartikan bahwa penyakit itu bisa menurun,” jelasnya.
Meski demikian, kata dr Sheila, kondisi tersebut bisa menjadi pengingat bagi setiap anggota keluarga untuk tetap waspada, menjalankan pola hidup sehat, serta rutin datang ke dokter untuk melakukan deteksi dini.
Gejala penyakit saraf
Pada dasarnya, gangguan saraf memiliki gejala berbeda tergantung bagian mana yang sedang bermasalah. Pada gangguan saraf motorik, misalnya, penderita biasanya mengalami ketidakseimbangan tubuh saat bergerak. Bahkan, hal ini bisa menyebabkan tubuh terjatuh.
Kemudian, pada kasus yang lebih parah, penderita bisa mengalami kelemahan dan kelumpuhan.
Sementara itu, pada gangguan saraf sensorik, penderita akan merasa kesemutan, kebas, dan sensasi panas. Bahkan, tak jarang mengalami masalah pada keluhan terkait pancaindra.
“Kesemutan pada kasus penyakit saraf berbeda dengan kesemutan normal. Misalnya, saat melipat kaki terlalu lama. Ini adalah kesemutan normal. (Sementara), kesemutan akibat kelainan saraf ditandai dengan kemunculannya yang tiba-tiba, meski tidak melakuan apa-apa, serta menimbulkan rasa tidak nyaman dan mengganggu aktivitas,” beber dr Sheila.
Jika gangguan saraf menyerang sistem otonom, penderita biasanya akan menunjukkan gejala tubuh berkeringat, serta mengalami kesulitan buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK).
Apabila seseorang kerap merasakan keluhan-keluhan tersebut, apalagi sampai mengganggu aktivitas dan melumpuhkan fungsi motorik, sensorik, serta otonom tubuh, dr Sheila menyarankan untuk segera menemui dokter aga memperoleh penanganan yang tepat.
“Diagnosis dini juga akan membantu penderita terhindar dari risiko komplikasi,” imbuhnya.
Untuk dapat mendiagnosis penyakit saraf, dokter akan melakukan rangkaian pemeriksaan lengkap. Salah satunnya, menanyakan riwayat kesehatan keluarga.
“Bila ada anggota keluarga yang terkena stroke pada usia 80-an, ini tidak serta-merta mengartikan penyakit tersebut akan menurun. Untuk memastikannya, diagnosis lebih lanjut perlu dilakukan,” kata dr Sheila.
Diagnosis penyakit saraf
Untuk mendiagnosis sakit saraf, dokter spesialis neurologi, seperti di Mayapada Hospital, akan melakukan serangkaian prosedur pemeriksaan, seperti wawancara terkait riwayat kesehatan keluarga, serta pemeriksaan fisik lengkap, dan aspek neurologis.
“Kelainan di bidang neurologi umumnya tidak memiliki biomaker atau penanda sehingga dokter akan lebih menitikberatkan pada wawancara pasien, serta pemeriksaan fisik neurologi dengan teliti dan detai. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan penunjang terkait dengan dugaan diagnosis penyakit,” jelas dr Sheila.
Saat ini, seluruh pemeriksaan neurologi yang dilakukan di Mayapada Hospital menggunakan peralatan medis berteknologi modern. Contohnya, computed tomographyscan (CT scan) dan magnetic resonance imaging (MRI). Kemudian, electromyography (EMG) untuk memeriksa disfungsi saraf dan otot, serta electroencephalography (EEG) untuk mengecek aktivitas otak.
Untuk menunjang pemeriksaan, Mayapada Hospital juga memiliki laboratorium dengan peralatan yang modern.
Sebagai informasi, pada kuartal III 2021, Mayapada Hospital akan membuka cabang di Kota Surabaya, Jawa Timur. Lokasinya, berada di Jalan Mayjen Sungkono Nomor 20, Surabaya Barat.
Bagi Anda yang berdomisili di Kota Surabaya, Anda bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan tersebut untuk memeriksakan gejala-gejala gangguan saraf.
Selain itu, Anda juga bisa memanfaatkan layanan call center Mayapada Hospital di nomor telepon 150770 untuk mengonsultasikan berbagai keluhan kesehatan.