KOMPAS.com - Sepekan setelah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, laporan kinerja posko desa dan kelurahan di seluruh Indonesia mengalami kenaikan pesat.
Adapun laporan kinerja tertinggi berasal dari kegiatan pengawasan keluar masuk wilayah sebesar 199,83 persen dan pembatasan jam malam 157,13 persen.
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (14/7/2021).
“Kenaikan laporan kinerja posko ini harus terus dipertahankan, mengingat ini adalah langkah pencegahan yang harus dimaksimalkan agar penularan Covid-19 tidak semakin meningkat di tengah masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut Prof Wiku menjelaskan, pelaporan kinerja posko paling banyak berasal dari kelurahan di Provinsi DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Bali. Tercatat, lebih dari 50 persen posko di wilayah tersebut melaporkan kinerja.
Namun, masih ada 20 provinsi yang pelaporan kinerjanya bahkan tidak mencapai 10 persen dari total kelurahan.
Provinsi tersebut di antaranya adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Lampung, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Papua, Maluku Utara, dan Sulawesi Tengah.
Oleh karena itu, Prof Wiko meminta seluruh gubernur dari provinsi tersebut segera melakukan perbaikan tegas di wilayahnya masing-masing. Terlebih, belum ada tanda-tanda penambahan posko terbentuk di wilayah tersebut.
“Jangan menunggu sampai kasus di wilayahnya kritis untuk dapat sadar akan pentingnya pembentukan posko,” tegas Prof Wiku.
Ia menjelaskan, upaya pencegahan dan penanganan pertama melalui posko dan upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan tidak akan cukup apabila masyarakat tidak menjaga diri dan orang terdekat dari penularan Covid-19.
Penurunan tingkat kepatuhan
Terkait kepatuhan protokol kesehatan (prokes), Prof Wiku menyampaikan bahwa terjadi kenaikan jumlah kelurahan yang tingkat pemakaian masker warganya kurang dari 60 persen.
Pekan lalu, lanjut Prof Wiku, terdapat 2.654 kelurahan/desa yang tingkat pemakaian masker warganya kurang dari 60 persen. Sementara, pekan ini mencapai mencapai 3.455 kelurahan/desa.
Dari angka tersebut, kelurahan/desa terbanyak tidak patuh berasal dari Jawa Timur (569 kelurahan/desa), Aceh (558), Jawa Barat (481), Jawa Tengah (270), dan Gorontalo (212).
“Ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya kelurahan dan desa yang warganya abai dalam menjalankan protokol kesehatan,” ujarnya.
Prof Wiku mengingatkan bahwa peningkatan fasilitas kesehatan mungkin saja dapat membantu penanganan pada orang yang sudah terinfeksi Covid-19. Namun, upaya ini tidak cukup bila jumlah orang yang terinfeksi terus meningkat.
“Upaya jangka panjang, murah, dan paling cepat adalah dengan terus meningkatkan kedisiplinan dalam menjaga jarak, memakai masker, dan menjaga kebersihan diri,” imbuhnya.
Ia menambahkan, pandemi akan segera berakhir bila masyarakat berkomitmen untuk disiplin protokol kesehatan. Ketegasan pemerintah pusat dan daerah dalam menindak pelanggaran pun memegang peranan penting, baik kepada individu, kelompok masyarakat, maupun institusi.
“Melindungi diri dan orang-orang terdekat sebenarnya sangat mudah dilakukan, yaitu dengan menolak kunjungan atau ajakan berkumpul yang berpotensi meningkatkan penularan, memanfaatkan sebaik mungkin apabila memiliki kesempatan untuk work from home (WFH), dan sebisa mungkin tidak keluar rumah untuk keperluan yang tidak mendesak,” kata Prof Wiku.
Kemudian, ia meminta masyarakat yang terpaksa harus keluar rumah untuk bekerja agar menggunakan masker dengan baik dan benar, serta selalu mencuci tangan atau minimal membawa hand sanitizer.
“Jangan membuka masker di tempat keramaian, apalagi saat berbicara dengan orang lain. Saya turut mendoakan, semoga kita semua yang terpaksa harus keluar rumah untuk bekerja agar selalu dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa, serta diberikan kesehatan agar terhindar dari Covid-19,” kata Prof Wiku.