KOMPAS.com - Jejak digital adalah jejak perbuatan dalam menggunakan internet. Jejak digital terbagi menjadi dua, yaitu pasif dan tidak disengaja serta aktif dan disengaja.
Jejak digital pasif dan tidak disengaja meliputi identitas atau alamat perangkat di dalam jaringan, lokasi, riwayat pencarian, identitas digital (digital ID), password, gender, dan usia.
Sementara, jejak digital aktif dan disengaja merupakan hal-hal yang dibagikan di ruang digital, seperti media sosial, dalam bentuk teks, foto atau gambar, suara, dan video.
Jejak digital merupakan bukti aktivitas di dunia digital yang akan sulit dihapus. Dengan demikian, internet sebaiknya digunakan untuk hal-hal yang positif, seperti portofolio, riwayat hidup, karya, dan penemuan.
Sebaliknya, apabila mengunggah hal negatif, seperti plagiasi, hasutan, makar, caci maki, dan bullying, bukan tidak mungkin jejak digital akan menimbulkan masalah di masa depan. Pasalnya, jejak digital kini sah digunakan sebagai bukti dalam investigasi atau penelitian forensik.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Rekam Jejak Digital di Ranah Pendidikan”.
Webinar yang digelar pada Rabu (14/7/2021) dihadiri sejumlah narasumber, yaitu Founder Bombat Media Pradna Paramita, dosen FISIP Universitas Budi Luhur Jakarta Bambang Pujiyono, serta peneliti dan pengasuh tarbiyahislamiyah.id Ridwan Muzir.
Selain itu, hadir pula perwakilan dari Kaizen Room Adetya Ilham dan pemenang Putera Pendidikan Indonesia 2020 Endy Agustian.
Dalam pemaparannya, Adetya mengatakan bahwa digital safety penting dan dibutuhkan. Sebab, aktifitas internet di dunia maya saat ini masih terbilang bebas tanpa ada aturan hukum yang ketat.
“Banyaknya aktivitas ilegal di internet yang menjadikan teknologi ini cukup berbahaya,” ujar Adetya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (16/7/2021).
Adetya mengungkapkan, salah satu upaya pemerintah melalui Kemenkominfo untuk menangkal hal tersebut adalah memunculkan Gerakan Internet Sehat.
Aktivitas yang dinilai illegal, lanjutnya, dapat berupa pelanggaran hak cipta suatu karya, cyberbullying, penghinaan dan pelecehan SARA, serta konten dewasa.
“Maraknya aktivitas digital yang dilakukan mengharuskan kita untuk peduli pentingnya memproteksi perangkat digital yang kita miliki. Selain membantu memudahkan pekerjaan di dunia kerja, mencari hiburan, transaksi secara daring juga mulai menjadi kebiasaan baru,” kata Adetya.
Menurutnya, kebiasaan baru tersebut menimbulkan banyak kejahatan di dunia digital. Teknologi menjadi incaran upaya peretasan. Karena itu, melindungi data pribadi menjadi suatu keharusan dalam berinteraksi di dunia digital.
“Kita memiliki hak privasi untuk bisa memilah hal apa yang akan diinformasikan pada pihak lain. Perlu diketahui bahwa penipuan online kini sudah menjadi isu yang harus diwaspadai,” imbuhnya.
Adetya pun mengungkapkan bahwa nilai kerugian yang dialami masyarakat akibat penipuan online mencapai Rp 49,92 miliar pada 2019-2020. Tercatat, sebanyak 1.617 laporan pun dibuat dan 1.566 aduan diterima oleh portal Patroli Siber.
Para partisipan yang hadir dalam acara webinat tersebut dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan.
“Bagaimana mengajarkan anak-anak tentang jejak digital yang positif, mengingat biasanya anak-anak suka mem-posting tanpa memikirkan akibatnya?” tanya salah satu peserta Artiya Nengsih.
Ridwan pun menjawab pertanyaan tersebut. Menurutnya, anak-anak harus memiliki pemahaman bahwa dunia digital bukanlah dunia yang tersembunyi. Dengan demikian, mereka akan paham bahwa konten negatif yang dibuatnya akan terlihat oleh orang lain.
“Mereka harus paham bahwa akan meninggalkan jejak digital berupa beban. Tugas guru atau orangtua untuk memberikan pemahaman akan dunia digital masih diperlukan, terutama soal etika dan nilai-nilai yang harus dipegang dan dijunjung tinggi,” ujar Ridwan.
Setelah itu, kata Ridwan, baru mengajarkan anak-anak tentang pengetahuan keamanan digital dari sisi teknis, seperti pengaturan password. Kemudian, jangan sembarang mengakses tawaran iklan yang tidak jelas.
“Intinya, harus ada bimbingan dan pendampingan dari orang dewasa,” imbuhnya.
Webinar tersebut merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan literasi digital dan terbuka untuk umum.
Penyelenggara webinar juga membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar selanjutnya melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik. Sebab, program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.