Advertorial

Ingat, Berkomunikasi Digital Pun Perlu Berlandaskan Sikap Saling Percaya

Kompas.com - 26/07/2021, 23:36 WIB

KOMPAS.com – Perkembangan dunia digital telah memengaruhi ke segala sisi kehidupan. Dampaknya, seluruh aspek mengalami proses digitalisasi.

Sayangnya, tak seluruh masyarakat dapat mengoptimalkan segala kemudahan yang dibawa oleh pengaruh proses digitalisasi itu.

Saat ini, misalnya, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik. Akhirnya, banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk "Komunikasi Sehat di Era Digital" DI Kabupaten Pandeglang, Banten, pada Kamis (22/7/2021). Webinar diikuti oleh puluhan peserta yang hadir secara daring.

Narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi pun turut hadir di dalamnya. Mereka adalah Hayuning Sumbadra , perwakilan dari Kaizen Room, Dosen Prodi Magister Ilmu Komuniaksi Fisip Universitas Muhammadiyah Jakarta Heryus Saputra, Sastrawan sekaligus penulis Ilham Faris.

Adapun narasumber membahas beberapa tema, meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

Hayuning Sumbadra membuka webinar dengan mengatakan, kelompok yang mampu memberi pengaruh di ruang digital, yakni generasi muda.

"Mereka dianggap berani berinovasi, tertarik mencoba hal baru, dan menjadi trendsetter. Selain itu, terdapat pula perempuan, karena mereka lebih detail, memperhatikan brand, lebih setia, serta lebih mudah merekomendasikan,”ujarnya seperti dalam rilis yang diterima Kompas.com, Senin (26/7/2021).

Ia menilai, seseorang yang beraktivitas di dunia digital, memerlukan digital skills. Lebih lanjut, ia mengemukakan bahwa kemampuan ini merupakan keandalan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan peranti lunak teknologi, serta sistem operasi digital.

Dr Aminah Swarnawati menambahkan, berdasarkan data pengaduan Kemenkominfo, ada banyak kasus seperti pornografi, perjudian, dan penipuan yang marak terjadi di dunia digital, termasuk media sosial.

"Solusinya adalah penggunaan internet secara sehat dan aman perlu ditanamkan sejak dini melalui pembelajaran etika berinternet," tegasnya.

Ia menambahkan, etika digital mengacu pada studi tentang implikasi teknologi pada ruang sosial, politik, dan moral masyarakat.

Setidaknya, ia memaparkan bahwa ada delapan etika komunikasi digital.

“Selalu ingat tulisan adalah perwakilan dari kata, mitra berkomunikasi adalah manusia, mengendalikan emosi, menggunakan kesantunan, menggunakan tulisan dan bahasa yang jelas, menghargai privasi orang, menyadari posisi kita, dan tidak memancing perselisihan,” sambungnya.

Sementara itu, ia menjelaskan bahawa nilai dan etika berkomunikasi digital adalah dengan menggunakan identitas asli, berbahasa sopan, tidak menampilkan informasi pribadi, memastikan informasi yang kredibel, teliti sebelum menyebarkan informasi, dan mampu memanfaatkan kemudahan informasi.

“Komunikasi adalah bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Komunikasi bisa berisi informasi, ide, dari satu pihak ke pihak lainnya yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung,”ujar Heryus Saputra.

Berlandaskan saling percaya

Lebih lanjut, Hryus menilai, komunikasi yang sehat harus berlandaskan sikap saling percaya, saling menghargai, saling mendengarkan, ingin saling berbagai gagasan dan perasaan.

Ia juga mengimbau, saat menerima info di media sosial, warganet sebaiknya bisa menyimak dan pahami isi pesan yang diinformasikan terlebih dahulu.

"Lalu, cari tahu apa saja dan siapa penyampai pesan tersebut. (Lalu) simpan jika itu penting, abaikan atau delete bila tidak penting. Apalagi (kalau urusannya sama) hoaks, (Anda harus memiliki) sikap check dan recheck, (serta) harus selalu menerapkannya dalam diri," pesannya.

Sebagai narasumber terakhir, Ilham Faris memaparkan bahwa tujuan dasar rekayasa sosial atau social engineering, sama seperti umumnya aktivitas hacking.

Dua aktivitas itu memungkinkan seseorang mendapatkan akses tidak resmi pada sistem atau informasi untuk melakukan penipuan, intrusi, jaringan, mata-mata industrial, pencurian identitas, atau mengganggu sistem jaringan.

"Umumnya, korban social engineering adalah (bisa terjadi pada) siapa pun. Namun, (kondisi ini) lebih sering (terjadi) kepada orang orang yang gagap teknologi dan orang orang yang berada bekerja di perusahaan," ungkapnya.

Tak dapat dimungkiri, organisasi atau perusahaan dapat diserang dengan social engineering. Cara ini lebih mudah jika dibandingkan mendapatkan akses dengan menggunakan teknik-teknik hacking yang lazim digunakan.

Agar aman dari social engineering, Anda perlu berhati-hati dalam memberikan informasi, terutama kepada sumber tidak dikenal.

Karenanya, perhatikan dengan baik setiap email atau pun pesan yang masuk. Jangan mudah terpancing dengan link promosi atau diskon yang ada. Jika memungkinkan, tolak pesan dari technical support yang tidak memberikan informasi dengan benar dan tegas.

Dalam sesi key opinion leader (KOL), narasumber yang dihadirkan adalah actor film sekaligus sinetron, Ajun Perwira. Ia dianggap sebagai representasi masyarakat muda yang kerap menggunakan gadget di dalam kesehariannya.

Saat ini, Ajun emmakai gadgetnya untuk berkomunikasis ekaligus mencari pekerjaan sampingan, seperti endorse via Instagram, dan hal-hal yang lain.

"Saat ini semuanya serbavirtual. Kita harus bisa beradaptasi dan bertahan hidup di era digital ini,” ujarnya.

Baginya, media sosial akan berdampak positif saat dipakai untuk membagikan berita atau apa pun yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-sehari.

Sebagai informasi, para partisipan yang hadir dalam webinar juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan.

Salah satu tanggapan dating dari salah satu peserta, Jamila. Ia menilai, sejak adanya media sosial, kegiatan komunikasi baik interpersonal maupun intrapersonal semakin dipermudah.

Namun, ada permasalahan yang cukup meresahkan, yakni penyebaran berita hoaks. Menjadi masalah saat berita itu lebih mudah dipercaya oleh generasi terdahulu.

Ia juga menanyakan apakah hoaks bisa dihilangkan atau akan selalu ada sebagai sisi buruk dari dunia digital.

"Kalau dihilangkan secara sepenuhnya, tidak akan mungkin. Jadi, cara menguranginya adalah dimulai dari diri kita sendiri. (Kita) harus mengecek apakah berita atau informasi tersebut hoaks atau bukan," jawab Hayuning.

Perlu diketahui, webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital Kemenkominfo di Kabupaten Pandeglang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital.

Penyelenggara menargetkan peserta dapat mencapai 12,5 juta partisipan. Untuk itulah, penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com